Sekte Islam Ibadiyah di Timur Tengah

Anda pernah mendengar nama aliran Ibadiyah dalam Islam? Bagi banyak orang, mereka mungkin mengira kalau Islam itu cuma berisi Sunni dan Syiah saja seperti Katolik dan Protestan dalam Kristen. Faktanya tidak demikian.

Sebagaimana umat Kristen yang beraneka ragam dan terpecah menjadi beratus-ratus atau mungkin bahkan ribuan denominasi, mazhab, aliran, sekte, dan kelompok keagamaan, umat Islam juga sama: ada banyak aliran dan kelompok keislaman yang memiliki pandangan, penafsiran, diskursus, dan praktek keislaman yang beragam dan warna-warni.

Pandangan atau dugaan bahwa kaum Muslim, termasuk masyarakat Islam Arab dan Timur Tengah, hanya terdiri atas Sunni dan Syiah saja adalah keliru besar. Di Timur Tengah juga banyak aliran, mazhab, dan kelompok Islam. Salah satunya adalah Oman. Negara di tenggara Jazirah Arab yang berbatasan dengan Arab Saudi, Uni Emirat Arab, dan Yaman ini adalah pengikut aliran Islam Ibadiyah (atau Ibadi), sebuah faksi Islam yang lahir hanya selang 20 tahun setelah wafatnya Nabi Muhammad Saw.

Dengan demikian, sekte Ibadiyah lebih tua dari Syiah apalagi Sunni. Meski begitu, dari segi populasi, pengikut Ibadiyah berada di ranking ketiga setelah Sunni dan Syiah. Pengikut sekte Ibadiyah ini mungkin hanya sekiar 3 jutaan di seluruh dunia.

Selain Oman, mayoritas penduduk Zanzibar juga pengikut Ibadiyah. Selain di kedua negara ini, pengikut Ibadiyah juga tersebar di Aljazair, Tunisia, Libia, dan Afrika Timur. Meskipun ada yang menganggap Ibadiyah adalah pecahan Khawarij (sekte Islam paling ekstrim yang hobi mengafirkan Muslim diluar kelompoknya), para sarjana dan ulama Ibadiyah sendiri menolak dikaitkan dengan “faksi radikal” Islam ini.

Sebagai sebuah faksi keislaman, Ibadiyah juga punya koleksi hadis sendiri yang dihimpun dalam Kitab Jami al-Shalih dan Kitab Tartib al-Musnad, yang berbeda dengan koleksi-koleksi hadis milik Syiah maupun Sunni. Ibadiyah juga punya deretan para teolog (yang ternama adalah Jabir bin Zaid, murid Abdullah bin Abbas dan Aisyah istri Nabi Muhammad) yang merumuskan dasar-dasar teologi-keislaman Ibadiyah.

Dewasa ini, ada cukup banyak tokoh Ibadiyah yang populer seperti Ahmad bin Hamad al-Halili, Moufdi Zakaria, Sulaiman al-Barouni, Nouri Abusahmain, dlsb. Penguasa Oman, Sultan Qaboos Bin Said Al Said yang menjadi penguasa sejak 1970 dan menjadi pemimpin pemerintahan terlama di Timur Tengah, juga pengikut setia sekte Ibadiyah.

Menarik untuk dicatat, Oman memiliki record yang cukup menggembirakan khususnya dalam hal perdamaian dan pemeliharaan hubungan harmonis dan toleran Muslim-non-Muslim. Ibadiyah memang terkenal sebagai salah satu aliran Islam yang puritan disatu sisi tetapi toleran di pihak lain, baik terhadap sesama mazhab Islam (khususnya Sunni dan Syiah) maupun terhadap kelompok non-Muslim.

Itulah sebabnya kenapa, meskipun Ibadiyah menjadi “mazhab resmi” Kesultanan Oman, ada banyak kelompok keislaman dan keagamaan disini seperti Kristen, Zoroaster, Jain, Buddha, Baha’i, Sikh, Hindu dlsb sebagai dampak dari arus migrasi internasional. Sekitar 75% warga “asli Oman” adalah pengikut aliran Ibadiyah. Sementara lebih dari 40% penduduk Oman adalah kaum migran, khususnya dari Asia Selatan. Tempat-tempat ibadah diluar masjid juga bertebaran di kawasan sini.

Karena itu tidak mengherankan jika Global Peace Index menempatkan Oman sebagai salah satu negara yang cukup damai, adem-ayem, toleran, dan ramah dengan aneka ragam agama. Hal lain yang menarik dari Oman adalah negara ini menjaga dengan baik aneka situs-situs sejarah dan warisan kebudayaan masa lalu, bukan malah merusak dan menghancurkannya dengan alasan “tidak Islami” atau “bid’ah” atau “merusak akidah”. Oman juga merawat dengan baik objek-objek turisme sehingga memikat banyak wisatawan.

Meskipun dewasa ini hanya Oman negara yang berbasis Ibadiyah tetapi dalam sejarahnya sekte ini pernah mendirikan sejumlah dinasti seperti Dinasti Rustam, Dinasti Yaruba, dan Dinasti Nabhani. Nah, menarik untuk dicatat bahwa pendiri Hizbut Tahrir, Taqiyuddin al-Nabhani, adalah sisa-sisa keturunan elit Dinasti Nabhani (berpusat di Oman) ini.

Karena itu banyak pengamat mengatakan bahwa pendirian Hizbut Tahrir di Yesusalem itu (yang kemudian dilarang) sebetulnya menyimpan ambisi Taqiyuddin untuk menghidupkan kembali Kerajaan Nabhani yang tumbang pada abad ke-17. Sayang, usaha Taqiyuddin hingga kini belum berhasil meskipun para pengikut dan antek-anteknya kemana-mana jualan khilafah.

Bagaimana kisah selanjutnya sejarah sekte Ibadiyah dan seperti apa dasar-dasar teologi-keislamannya? (bersambung)

Terkait

Opini Lainnya

SantriNews Network