Sunnah Mudik-Balik dan Problem Kemacetan

Lebaran memang selalu menjadi hari spesial. Segala persiapan menyambut hari raya idul fitri dikemas dengan beragam. Termasuk yang tidak kalah penting adalah mengunjungi keluarga di kampung halaman asal. Orang menyebut dengan mudik; perjalanan dari tempat merantau menuju tanah kelahiran atau ndalem kasepuhan.

Mudik memang menyenangkan. Penulis sendiri merasakan tiga tahun berturut-turut mudik dari Jakarta menuju Semarang dan Kudus. Sensasi mudik dengan naik mobil sendiri memang dirasa cukup mengharukan.

Soal macet ketika mudik adalah bukan hal yang aneh. Dari dulu namanya macet adalah bunga perjalanan. Dan tidak pernah ada boikot mudik gara-gara takut macet. Namun pengalaman yang terjadi di tahun 2016 dengan kemacetan di Brexit memang patut menjadi kajian bersama.

Yang pasti bahwa mudik adalah daya magnetik dalam memuluskan silaturrahim jelang hari raya. Tujuan utama kumpul bersama keluarga dalam menyambut lebaran dan meminta maaf tidak bisa dihindarkan.

Itu jelas pahala besar yang sesuai dengan sunnah Nabi. Bisa dibayangkan bahwa biaya untuk mudik-balik itu sudah disiapkan matang-matang setahun sebelumnya. Dan biaya mudik-balik juga tidak sedikit. Itulah nikmatnya mudik.

Arus balik pun sama. Macet atau padat merayap dalam perjalanan akan terjadi. Dan disitu juga ada sensasi. Bagaimana tidak macet? Jam masuk kerja dalam waktu yang sama. Waktu berangkat pertama kali kerja pasca lebaran harus absen ketat.

Jadi macet dalam perjalanan darat pasti tidak terhindarkan. Atau kalau kantong tebal bisa menghindari macet dengan naik pesawat, kereta api atau kapal laut. Itupun biaya akan lebih tinggi.

Melihat semangat mudik-balik yang demikian besar, memang butuh kerjasama semua pihak. Para pemudik butuh kesabaran dan bekal yang banyak di perjalanan termasuk menjaga kesehatan. Pemerintah juga perlu membantu menjamin kenyamanan dan keselamatan dalam perjalanan. Sehingga kemacetan tidak lagi mengular hingga puluhan kilo meter.

Mudik-balik adalah sunnah atas dasar berniat silaturrahmi. Maka sunnah muakkad juga bagi Pemerintah memberikan jaminan kenyamanan dan keselamatan bagi para pemudik. (*)

M Rikza Chamami, dosen UIN Walisongo Semarang.

Terkait

Dirosah Lainnya

SantriNews Network