Strategi Invasi IPNU di Sejumlah Sekolah; Pengalaman Jawa Timur

Oleh: Imam Fadlli

SEJAK awal kemunculannya, KH Tolchah Mansoer bercita-cita agar IPNU mampu menggerakkan dan mengembangkan sumber daya manusia di dalam tiga kelompok sasaran (pelajar, santri dan mahasiswa). Asa ini, sampai saat ini pun masih terus diperjuangkan dan tetap dalam proses “ijtihad” strategis.

Dalam momen Kongres ini, penulis ingin menunjukkan strategi yang bisa digunakan oleh para pengurus dan kader IPNU secara keseluruhan untuk merangsek masuk di sekolah-sekolah umum. Strategi yang akan penulis sampaikan kali ini, sudah terbukti berhasil diimplementasikan di beberapa daerah di Jawa Timur.

Pertama, untuk bisa melakukan infasi agar IPNU mampu merangsek ke lembaga pendidikan di bawah naungan ormas NU atau miliknya orang NU adalah dengan melakukan beberapa opsi startegis sebagai berikut:

1). Eksistensi OSIS dihilangkan total, baik kegiatan dan badgenya dan diganti oleh IPNU, baik badge yang terpasang di seragam maupun segala bentuk aktifitas kegiatan kesiswaannya.

2). OSIS dan IPNU sama-sama berada dalam institusi pendidikan tersebut, yang mempunyai personel yang berbeda dan tidak terikat secara struktural kepengurusannya masing-masing.

3). Adalah opsi paling aman dan tidak frontal, yakni IPNU menjadi bagian dari kepengurusan atau departementasi OSIS. Opsi paling sederhana ini merupakan ikhtiar agar nilai-nilai IPNU tetap masuk walau secara struktural administrasi di bawah naungan OSIS.

Lalu, yang menjadi pertanyaan kemudian adalah, bagaimana dengan sekolah atau madrasah negeri yang setiap kebijakannya menuntut untuk adanya semacam landasan perundang-undangan? Maka untuk menjawab itu kita pakai strategi kedua. Penulis mempunyai dua skema strategis untuk melakukan infiltrasi agar IPNU mampu untuk masuk di lingkungan sekolah/ madrasah negeri.

Strategi tersebut, terdiri dari:
1). IPNU menjadi organisasi siswa ekstra sekolah (Ekskul), sehingga IPNU mempunyai kegiatan di luar jam sekolah dan bisa disiasati dengan membentuk komisariat bersama antar sekolah atau madrasah yang mempunyai wilayah demografis yang saling berdekatan.

Startegi ini pernah dibuktikan keberhasilannya di Kabupaten Jember, dengan membentuk Komisariat Besar (KOMBES) antar SMA Negeri di sana. Pembentukan IPNU sebagai kegiatan ekstra sekolah ini bisa didukung secara legal formal dengan menunjukkan PD/PRT yang dimiliki oleh IPNU.

2). Memakai sekoci IPNU, misalnya lembaga yang dimiliki oleh IPNU yang antara lain ada Stundent Crisis Center (SCC), atau lembaga kepanduan CBP (Corps Brigade pembangunan) untuk membuat kegiatan-kegiatan di lingkungan sekolah umum atau negeri.

Kedua startegi di atas, bukan merupakan strategi teoritis belaka, namun strategis praktis yang di beberapa lembaga pendidikan di Jawa Timur sudah melakukan taktik di atas dengan membentuk komisariat-komisariat yang sampai saat ini kian menunjukkan eksistensinya.

Tentang fakta di lapangan yang dihadapi para kader IPNU untuk masuk ke sekolah memang benar adanya. Realitas ini dikarenakan adanya payung hukum secara konstitusional yang menjadikan organisasi OSIS semakin langgeng. Yakni adanya peraturan Kemendikbud No 39 tahun 2008 yang mengabsahkan hanya OSIS-lah satu-satunya organisasi intra sekolah yang diakui oleh negara.

Maka dari itu, untuk menggeser eksistensi OSIS sebagai “anak emas” lembaga pendidikan harus dilakukan peninjuan perundang-undangan (judicial review) agar keberadaan IPNU secara terbuka diterima oleh para birokrat akademis di seleruh Indonesia. Wallahu a’lam bisshawab.

Imam Fadli, Mantan Ketua PW IPNU Jawa Timur 2012-2015.

Terkait

Dirosah Lainnya

SantriNews Network