Catatan Gus Sur (4): Mengapa Kita Wajib Membela NKRI

Bukankah yang memperjuangkan kemerdekaan Republik Indonesia adalah leluhur kita? Kemerdekaan Indonesia, NKRI bukan hadiah Jepang atau Belanda atau bagi hasil dari sekutu. Bukan pula yang berjuang adalah tentara dari Khilafah Ustmaniah.

Bukan, tetapi mereka adalah saudara dan para pendahulu kita. Apa yang sudah diperjuangkan akhirnya membuahkan hasil, yakni NKRI.

Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) adalah hasil jerih payah, darah, air mata, harta bahkan nyawa banyak dari jiwa bangsa Indonesia. Sebagai pewaris seharusnya menghargai fakta sejarah ini.

Bersyukur, berterima kasih kepada mereka semua dengan cara mencintainya, memberikan kontribusi bagi kejayaannya, serta membelanya dalam berbagai kondisi ancaman.

Bagi warga NU, harusnya lebih dari itu memandangnya. Sebagai pengikut kiai, sebagai santri, perlu memahami bahwa banyak kiai yang sudah andil dalam mewujudkan kemerdekaan bangsa ini.

Siapa Pangeran Diponegoro? Siapa KH Hasyim Asy’ari, siapa Panglima besar Jendral Sudirman, siapa pemimpin laskar Hizbullah, Sabilillah? Siapa pasukan yang menggempur sekutu di perang 10 November Surabaya?

Masih banyak peristiwa perlawanan terhadap kolonial. Mereka adalah para ulama, kiai, dan santri yang benar-benar mencintainya.

Maka, NKRI adalah hasil ijtihad para ulama, karya besar yang harus kita jaga. Bila anda begitu menjaga “kesucian” kitab-kitab karya ulama, harusnya anda juga bisa melakukannya untuk NKRI. Melalui karyanya itu, para kiai menghendaki terjaganya umat Islam menjalankan syariat Islam dengan aman dan damai.

Jika kitab karya ulama rusak bisa dicetak lagi. Bagaimana kalau NKRI ini yang rusak? Mudah memperbaiki? Apakah tidak berdampak pada aktivitas ibadah umat Islam dan lainnya? Apakah bisa leluasa mengaji di pesantren dan madrasah, leluasa bershalawat berkeliling daerah? Tentu tidak mungkin, jika NKRI sudah rusak, apalagi sampai hilang.

Kotoran sapi begitu manfaat bagi para petani. Apakah NKRI yang diperjuangkan oleh para Kiai tidak berguna? Atau memang kitalah yang tidak bergunan bagi bangsa ini. (*)

Sururi Arumbani, Wakil Ketua PW LTN NU Jawa Timur.

Terkait

Opini Lainnya

SantriNews Network