Muktamar NU

Mekanisme Ahwa Buka Lebih Luas Potensi Transaksi Uang

Kediri – Ketua Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama Kota Kediri KH Ahmad Subakir berharap pelaksanaan Muktamar NU ke-33 di Jombang pada 1-5 Agustus 2015 mendatang, tak dikotori politik uang dalam pemilihan ketuanya.

Subakir juga berharap NU lebih independen terhadap pemerintah, sehingga tak mudah diintervensi.

Menurut dia, potensi terjadinya politik uang oleh tim sukses kandidat calon ketua umum dalam muktamar nanti sangat terbuka. Mereka akan mengincar para muktamirin, yang menjadi perwakilan cabang, untuk mendukung calon tertentu. “Peluang politik uang selalu ada,” kata Bakir, Kamis 30 April 2015.

Hal itulah yang membuat Bakir dan beberapa pengurus cabang NU di wilayah bekas Karisidenan Kediri cemas. Mereka berharap pelaksanaan muktamar kali ini bisa benar-benar bersih, tanpa campur tangan kekuatan uang. Proses pemilihan yang melibatkan politik uang sudah pasti akan menghasilkan pemimpin yang buruk bagi NU.

Menurut Bakir, satu-satunya cara untuk mencegah terjadinya politik uang adalah mengembalikan mekanisme pemilihan ketua NU ke cara lama. Pemilihan ketua umum harus dikembalikan ke masing-masing muktamirin tanpa ada lagi penunjukan wakil melalui Ahlul Halli Wal Aqdi (Ahwa).

Mekanisme Ahwa, menurut Bakir, justru dipertanyakan karena akan membuka lebih luas potensi transaksi uang. “Setiap muktamirin sudah mewakili cabang, kenapa masih harus diwakilkan lagi melalui Ahwa?” katanya.

Kebebasan menentukan calon ketua umum, menurut Bakir, adalah hak setiap muktamirin dan tak bisa diwakilkan. Muktamirin pula yang bisa membendung gerakan politik uang dengan tetap berpegang teguh pada kepentingan organisasi yang lebih besar.

Karena itu seluruh 7 PCNU di bekas Karisidenan Kediri terus melakukan konsolidasi tiap bulan. Mereka bersepakat tak akan membicarakan sosok calon ketua umum hingga pada saat keberangkatan mendatang. Hal ini untuk menekan masuknya manuver tim sukses yang bisa merusak proses pemilihan secara demokratis.

Selain pemilihan yang bersih, Ahmad Subakir, yang juga mantan Ketua Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Kediri, berharap NU jadi lebih mandiri di depan pemerintah. NU juga diminta tak gampang meminta sesuatu kepada pemerintah untuk menghindari intervensi sebagai kompensasi. “Kalau kita meminta, mereka (pemerintah) pasti akan meminta imbal balik,” katanya.

Sebelumnya sesepuh NU KH Salahudin Wahid seperti dilansir Tempo meminta seluruh dana pelaksanaan Muktamar NU yang merupakan bantuan pemerintah dipergunakan sebagaimana mestinya. Panitia Muktamar menerima bantuan dari Pemerintah Propinsi Jawa Timur sebesar Rp 4,9 Miliar untuk perhelatan tersebut.

Menurut Gus Solah, panggilan Salahudin Wahid, Anggaran Dasar dan Rumah Tangga NU tidak melarang organisasi menerima sumbangan dari pemerintah selama tidak mengikat. (shir/onk)

Terkait

Nasional Lainnya

SantriNews Network