Kimiya-yi Sa‘adat (13): Penyebab Perselisihan di Antara Manusia

Kebanyakan perselisihan di antara manusia bentuknya seperti ini: Mereka semua mungkin menyampaikan kebenaran hanya dari satu aspek. Mereka melihat sebagian kebenaran, namun menyangka telah melihat keseluruhan.

Mereka seperti sekelompok orang buta yang mendengar kabar bahwa seekor gajah datang ke kota mereka. Mereka berangkat untuk mencari tahu, karena yakin bahwa mereka bisa mengenal gajah cuma dengan merabanya. Mereka pun mengusapkan tangan mereka pada binatang tersebut. Tangan orang pertama menyentuh telinga gajah, yang lain menyentuh kaki, yang lain menyentuh paha, dan yang lain menyentuh gading.

Ketika kemudian mereka bertemu dengan orang-orang buta lain dan mereka meminta deskripsi tentang gajah, yang menyentuh kaki menjawab, “Gajah itu seperti tiang.” Orang yang menyentuh telinga menjawab, “Ia seperti karpet.” Lalu yang menyentuh gading menjawab, “Ia seperti batu.” Mereka semua menyampaikan kebenaran. Mereka berpikir bahwa mereka telah meraba keseluruhan gajah, padahal tidak.

Demikianlah yang terjadi pada astrolog dan naturalis. Mata mereka jatuh pada salah satu hamba Hadirat Ilahi. Mereka takjub pada kuasa dan hegemoninya. Masing-masing mereka berkata, “Inilah raja! Inilah Tuhanku” (QS 6: 76) hingga orang yang mengalami penyingkapan (mukâsyafat) merasakan kekurangannya dan melihat agen yang lain. Ia berkata, “Dia ada di bawah kendali agen yang lain. Sesuatu yang berada di bawah kendali tak pantas disebut tuhan. Aku tak menyukai yang tenggelam” (QS 6: 76).

Tentang Makna Empat Persaksian kepada Allah
Sekarang, sudah waktunya bagimu untuk memahami makna ‘subhan Allah’, ‘alhamdulillah’, ‘la ilaha illa Allah’, dan ‘Allahu Akbar’. Keempat persaksian ini merupakan pernyataan ringkas dan komprehensif akan pengetahuan tentang Allah.

Ketika Engkau telah memahami transendensi Allah dari ketidakmungkinan dirimu untuk dipahami, Engkau telah belajar tentang makna ‘subhan Allah’.

Ketika Engkau telah memahami detail kuasa-Nya—bahwa semua rangkaian sebab dan akibat [dalam alam] tunduk kepada-Nya seperti pena di tangan penulis—dari kuasa dirimu atas tubuhmu, Engkau telah belajar tentang makna ‘alhamdulillah’; karena tidak ada pemberi anugerah kecuali Dia, maka tidak ada pujian dan syukur kecuali kepada-Nya.

Ketika Engkau telah memahami bahwa tidak ada yang bisa memberikan titah kecuali Dia, Engkau telah belajar tentang makna ‘la ilaha illa Allah’.

Sekarang, sudah waktunya bagimu untuk memahami makna ‘Allahu Akbar’ dan mengerti bahwa dengan semua pengetahuan yang Engkau miliki tentang Allah, Engkau tidak tahu apapun; sebab makna ‘Allahu Akbar’ yang Engkau ucapkan adalah “Allah Mahabesar.”

Hakikat kalimat ini lebih besar daripada apa yang dipahami oleh orang kebanyakan ketika membandingkannya dengan diri mereka. Kalimat ini tidak berarti bahwa Dia lebih besar daripada apapun yang ada, karena pada hakikatnya tidak ada apapun yang ada bersama Allah sehingga Dia lebih besar darinya. Semua wujud mengada karena percikan cahaya-Nya. Dan cahaya matahari tiada lain adalah matahari itu sendiri. Orang tak bisa mengatakan bahwa matahari lebih besar daripada cahayanya!

Memang, ‘Allahu Akbar’ adalah bahwa Allah lebih agung daripada apapun yang digunakan oleh manusia untuk mengenal-Nya melalui perbandingan analogis.

Tidaklah mungkin kesucian dan kemurnian-Nya seperti kesucian dan kemurnian manusia, karena Dia Mahasuci dari kesamaan dengan makhluk, apalagi manusia! Tak mungkin kuasa-Nya seperti kuasa manusia atas tubuhnya; atau bahwa sifat-sifat-Nya —seperti Mahatahu dan Mahakuasa— bisa disamakan dengan sifat-sifat manusia. Alih-alih, semua sifat ini hanyalah analogi sehingga manusia, selaras dengan kelemahannya, bisa sedikit memahami keelokan Hadirat Ilahi.

Dan tamsil buat analogi ini adalah sebagai berikut: Bila seorang anak bertanya kepada kita, “Bagaimana rasanya kenikmatan berkuasa, memerintah, dan mengatur kerajaan?” Kami akan menjawab, “Rasanya seperti memukul bola dengan tongkat polo atau main bola.” Anak-anak tak tahu apapun tentang kesenangan, kecuali hal-hal seperti itu.

Mengenai hal-hal yang tak bisa ia pahami, kita akan mengajarinya dengan membandingkan hal-hal tersebut dengan sesuatu yang bisa ia pahami. Sudah jelas bahwa kenikmatan berkuasa tidak sebanding dengan kesenangan bermain polo, tapi kita bisa menerapkan kata ‘kesenangan’ dan ‘kenikmatan’ untuk keduanya.

Maka, secara nama —dari sudut pandang makna yang ia sampaikan— keduanya adalah sama. Karena alasan ini, ilustrasi diperbolehkan buat anak-anak. Renungkanlah fungsi tamsil dan analogi tersebut dengan cara yang sama. Tidak ada yang mengenal Tuhan secara sempurna dan dengan sebenar-benarnya kecuali Dia Sendiri! (*)

Muhammad Ma‘mun, Pengasuh Pondok Pesantren Al-Falah, Silo, Jember.
——-
Kimiya-yi Sa’adat, yang biasa diterjemahkan menjadi Kimia Kebahagiaan, bukanlah karya yang asing bagi para pembaca Imam al-Ghazali di Tanah Air. Karya ini sudah diterjemahkan berkali-kali ke dalam bahasa Indonesia.

Sayangnya, terjemahan ini dipungut dari edisi ringkasnya, biasanya dari bahasa Arab atau dari terjemahan bahasa Inggris yang dikerjakan oleh Claud Field. Terjemahan yang terakhir, seperti yang dijelaskan oleh penerjemahnya, dikerjakan dari terjemahan Bengali-nya yang ringkas. Dus, terjemahan dari terjemahan.

Padahal, edisi asli kitab ini dalam bahasa Persia 2 jilid tebal. Struktur babnya sama dengan Ihya’ ‘Ulum ad-Din, yang terdiri dari 40 buku. Keempat puluh buku dalam Kimiya-yi Sa’adat bisa dibilang merupakan versi padat dari 40 buku Ihya’.

Hal lain yang membedakan Kimiya-yi Sa’adat dengan Ihya’ adalah bab-bab pendahuluannya yang panjang: terdiri dari 4 topik. Keempat topik ini lebih panjang dan lebih filosofis dari buku ke-21 dan ke-22 Ihya’.

Pembicaraan yang teoretis dan filosofis ini mengisyaratkan bahwa Kimiya ditulis untuk kaum terpelajar dan cendekiawan Persia yang tidak bisa berbahasa Arab.

Pada bulan Ramadhan ini, saya ingin berbagi hasil terjemahan saya atas mukadimah Kimiya-yi Sa’adat yang saya ambil dari versi Inggrisnya yang dikerjakan oleh Jay R. Cook.

Untuk kepentingan kawan-kawan, terjemahan saya buat selonggar mungkin, dan dalam beberapa kesempatan atau berseri, lebih merupakan parafrase dari terjemahan literal. Semoga bermanfaat! (*)

Terkait

Turats Lainnya

SantriNews Network