Cium Tangan dan Ziarah Kubur, Antara Anies dan Fiqh Tradisionalis Kiai Muhyiddin

Anies Baswedan saat ziarah makam Habib Sholeh bin Muhsin, Tanggul Jember.
Dua hari kunjungan Anies Rasyid Baswedan di Jember, banyak yang melihat secara dekat laku keagamaannya. Kebiasaan mencium tangan ulama dan habib serta berziarah makam para wali nampak dilakukan tanpa canggung dan kikuk sedikitpun.
Saat sowan ke KH Achmad Muzakki Syah, Pengasuh Pesantren Al-Qodiri, Anies mencium tangan imam besar manaqib Syeikh Abdul Qadir Jailani itu. Demikian pula, waktu sowan ke keluarga besar KH Muhammad Shiddiq di Pesantren Ash-Shiddiq Putra (ASTRA), Anies juga mencium tangan KH MA Saiful Ridjal alis Gus Saif yang juga Ketua Umum Persada Agung (Persaudaraan Antar Guru Ngaji).
Kiai Muzakki dan Gus Saif merupakan ulama sepuh Jember yang menjadi rujukan politik dan spiritual masyarakat dalam maupun luar kota Jember yang didirikan pada 1929 oleh pemerintahan Hindia Belanda ini. Anies memperlakukan keduanya layaknya sebagai guru dan orang tua yang diharapkan berkah doanya dalam menjalankan tugas besar sebagai calon pemimpin bangsa.
Mencium tangan merupakan salah satu ajaran dan tradisi Fiqh Tradisionalis KH Muhyiddin Abdusshomad. Rois Syuriah Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Jember ini, mengungkapkan bahwa mencium tangan ulama adalah perbuatan yang sangat dianjurkan agama. Perbuatan ini merupakan salah satu bentuk penghormatan kepada mereka.
Pendapat Kiai Muhyiddin ini berdasarkan pada Hadits Riwayat Abu Dawud. Bahwa Sahabat Sari’ RA sewaktu menjadi utusan dari Suku Abdul Qais, ia segera turun dari kendaraan serta langsung mencium tangan dan kaki Nabi SAW.
Kiai Muhyid juga mengutip pendapat Imam Nawawi dalam kitab Fatawi Al-Imam Al-Nawawi, bahwa mencium tangan orang-orang sholeh dan ulama yang utama adalah sunnah. Selain orang-orang tersebut, hukumnya justru makruh. Hal ini juga dikuatkan dengan pendapat dari Syeikh Muhammad Hajar dan Ahmad Al-Syarbashi.
Anies lahir dari keluarga cendekiawan muslim yang taat beragama. Keluarga besarnya mengajarkan cara menghormati ulama. Salah satu cara dengan mencium tangan mereka. Tetapi, kepada selain ulama, Anies tak pernah terlihat melakukannya. Apalagi, kepada orang yang berkuasa dan orang kaya raya.
Selama di Jember, Anies berziarah ke makam KH Farid Wajdi AS, pengasuh Dzikrul Ghafilin, selesai mengikuti shalat subuh berjamaah di Masjid Al-Ghofilin. Selanjutnya berziarah ke makam KH Muhammad Shiddiq yang merupakan leluhur Bani Shiddiq yang terkenal banyak melahirkan para pemuka NU, baik tingkat lokal, regional maupun nasional.
Seusai dari makam Condro, Anies mengikuti haul akbar Habib Sholeh Bin Muhsin Al-Hamid Tanggul yang ke-47. Anies berziarah di makam keramat wali qutub ini, selain memberi sambutan atas nama keluarga besar Habib Sholeh yang masyhur seantero jagad.
Anies lazim di berbagai tempat yang dikunjungi, selalu menyempatkan diri berziarah ke makam tokoh yang berjasa di daerah tersebut. Ini bermaksud untuk menghormati, mengenang, mengambil i’tibar perjuangan selama hidup, disamping menghadiahkan doa kepada almarhum.
Kiai Muhyid mengatakan bahwa ziarah kubur merupakan perbuatan yang dianjurkan yang semula dilarang oleh Rasulullah SAW, seperti hadits riwayat Imam Tirmidzi.
Bahkan, menurut Ibnu Hajar Al-Haitami dalam kitab Al-Fatawi Al-Kubra Al-Fiqhiyyah, ziarah makam para wali merupakan ibadah yang disunahkan. Perjalanan ziarah kubur para wali disunahkan pula.
Ziarah kubur ini kata Kiai Muhyid, bermanfaat kepada peziarah untuk dzikrul maut (ingat mati), sekaligus berguna bagi orang meninggal berupa kiriman doa.
Anies tumbuh dan berkembang di tengah keluarga Baswedan yang mengalir trah ulama dan cendekiawan besar. Syeikh Umar Baswedan, kakek buyutnya, merupakan tokoh yang berjasa mengislamkan Nusantara. AR Baswedan, kakeknya, merupakan salah pendiri bangsa dan pahlawan Kusuma bangsa. Rasyid Baswedan, bapaknya, merupakan dosen ekonomi Universitas Islam Indonesia (UII).
Banyak tokoh bangsa yang meninggal, masih teman dan punya hubungan baik dengan keluarga Baswedan. Sehingga kebiasaan Anies nyekar kubur para tokoh dapat menyambung silaturrahmi dengan anggota keluarganya yang masih hidup.
Jadi, kebiasaan Anies mencium tangan ulama dan ziarah kubur para tokoh, bukti nyata bahwa ia penganut tradisi Islam ala manhaj ahlisunnah waljamaah al-indonesiyyah. Kebiasaannya ini sekaligus membantah bahwa ia bukan penganut Wahabi, bukan pula penganut Syiah. (*)
Moch Eksan, Pendiri Eksan Institute