1 Abad Nahdlatul Wathan (1916-2016)

Nahdlatul Wathan, Akar Nasionalisme Ulama

PERKUMPULAN Nahdlatul Wathan (kebangkitan/pergerakan Tanah Air) berdiri tepatnya di sebuah gedung bertingkat di Kampung Kawatan Gang IV, Surabaya. Di kemudian dikenal dengan perguruan Nahdlatul Wathan (Pergerakan Tanah Air). Tujuannya, untuk mendidik kader-kader muda dan membangunkan semangat nasionalisme mereka. yang diinisiasi oleh ulama-ulama muda yang berhaluan Ahlus Sunnah wal Jamaah —faham yang mempertahankan sistem bermadzhab.

Kiai Wahab Chasbullah mendirikan organisasi ini untuk menggelorakan semangat nasionalisme di kalangan umat Islam. Bersama beberapa tokoh muda ulama seperti Mas Mansur, Kiai Ridwan Abdullah, Mas Alwi dan H Abdul Kahar, pada tahun 1914. Nama yang terakhir ini adalah seorang saudagar asal Surabaya sebagai penyandang dananya. Selain itu, seorang tokoh pergerakan HOS Tjokroaminoto, Raden Pandji Soeroso, dan juga Soendjoto.

Pada 1916, perguruan ini mendapat Rechtsperson (resmi berbadan hukum), dengan susunan pengurus:

  1. President : H Abdul Kahar (Pasar Besar).
  2. Vise President : H Ibrahim bin Abdullah (Boeboetan).
  3. Secretaris : Raden Sosrodipoero (Njamploengan).
  4. Adjunet Secretaris : Raden Sastrosardjono (Njamploengan).
  5. Kassier : H Dachlan bin Abdullah (Boeboetan).
  6. Kassier : H Ridwan bin Abdullah (Boeboetan).
  7. Commissaris : H Barmawi (Pengampan).
  8. Commissaris : H Rawi (Pengampan).
  9. Commissaris : H Abdul Fattah bin H Kasim (Boeboetan).
  10. Commissaris : H Dachlan bin H Chaeroedin (Gemblongan).
  11. Commissaris : H Dachlan bin H Abdul Madjid (Pasar Besar).
  12. Commissaris : H Edris (Boeboetan).
  13. Commissaris : H Hassan Gipo (Sasak).
  14. Commissaris : H Amin bin Abdul Sokoer (Kemajoran).
  15. Commissaris : H Noor Ihsan (Toendjoengan).
  16. Commissaris : H Akbar (Genteng).
  17. Commissaris : H Djaenal Abidin (Praban).
  18. Commissaris : H Noor (Kepoetran).
  19. Commissaris : KH M Mansoer (Gemblongan).
  20. Adv : KH M Mansoer (Sawahan).
  21. Adv : KH Abdul Wahab Chasbullah (Kertopaten).

Sesuai dengan tujuannya yaitu untuk mencerdaskan umat Islam, maka pada pelaksanaannya, Nahdlatul Wathan dijadikan markas penggemblengan para pemuda. Mereka dididik untuk menjadi pemuda yang menguasai ilmu agama, berilmu tinggi, dan juga mencintai tanah airnya. Setiap akan dilakukan kegiatan belajar mengajar, para murid diharuskan untuk menyanyikan terlebih dahulu sebuah lagu perjuangan dalam bahasa Arab yang telah digubah dalam bentuk syair oleh KH Wahab Chasbullah, seperti berikut:

Ya ahlal wathan, ya ahlal wathan….
Hubbul wathan minal iman
Wahai bangsaku, wahai bangsaku…
Cinta tanah air adalah bagian dari iman
Cintailah tanah air ini wahai bangsaku
Jangan kalian menjadi orang terjajah
Sungguh kesempurnaan dan kemerdekaan
Harus dibuktikan dengan perbuatan.

Nahdlatul Wathan adalah sebuah lembaga pendidikan Islam yang dikelola dengan sistem klasikal, berkurikulum modern, serta gedung yang besar dan bertingkat. Di Lembaga ini yang diajarkan bukan hanya pelajaran agama Islam seperti, Fikih, Al-quran Hadist, Nahwu, Falak, Tasawuf. Melainkan juga diajarkan cara menulis huruf Arab, Latin, Belanda, pelajaran menghitung dan juga bela tanah air.

Selain berkegiatan formal dalam hal pengajaran sebagai sebuah lembaga pendidikan Islam, Nahdlatul Wathan juga mendirikan kursus-kursus kepemudaan, organisasi, dan dakwah. KH Mas Mansur lebih berperan pada kegiatan di dalam sekolah, sementara KH Wahab Chasbullah pada bagian kursusnya. Sejumlah kiai muda juga ikut serta dalam kursus yang diadakan oleh Nahdlatul Wathan tersebut, dan di kemudian hari mereka inilah yang ikut berperan serta dalam mendirikan Nahdlatul Ulama (NU).

Pada tahun 1922, KH Mas Mansur keluar dari Nahdlatul Wathan, selain disebabkan karena perbedaan pendapat antara beliau dengan KH Wahab Chasbullah, keluarnya KH Mas Mansur juga dipicu dengan seringnya beliau mendengar pidato-pidato keagamaan yang diberikan oleh KH Ahmad Dahlan, pendiri Muhammadiyah, yang berhasil menarik KH Mas Mansur untuk keluar dari Nahdlatul Wathan dan kemudian menjadi anggota Muhammadiyah.

Posisi KH Mas Mansur kemudian digantikan oleh KH Mas Alwi Abdul Aziz. Bersama dengan KH Mas Alwi Abdul Aziz, KH Wahab Chasbullah kemudian membentuk cabang-cabang baru: Ahlul Wathan yang berarti keluarga tanah air di Semarang dan Wonokromo, Far’ul Wathan yang berarti cabang tanah air di Gresik dan Malang, Hidayatul Wathan yang berarti pemandu tanah air di Jombang dan Jagalan, dan Khitabatul Wathan yang berarti mimbar tanah air di Pacarkeling.

Kegiatan dalam hal pengajaran dilakukan tiap hari dan hanya libur pada hari Jum’at, sedangkan kursus-kursus kepemudaan, organisasi, dan dakwah Madrasah Nahdlatul Wathan dilaksanakan tiga kali dalam seminggu. Pengikutnya pun ternyata tidak hanya terbatas dari Jawa Timur saja, melainkan dari Jawa Tengah, Jawa Barat, dan Madura. Peserta kursus tersebut berjumlah lebih dari 65 orang.

Dengan banyaknya ulama-ulama muda yang ikut serta dalam kursus ini, Nahdlatul Wathan kemudian mengangkat beberapa orang kiai lagi untuk mendampingi KH Wahab Chasbullah dalam kegiatan pengajarannya. Kiai-kiai tersebut ialah KH Bisri Syansuri dari Jombang, KH Abdul Halim dari Cirebon, KH Mas Alwi Abdul Aziz dan KH Ridwan Abdullah dari Surabaya, KH Maksum dari Rembang, dan KH. Cholil dari Lasem. Sedangkan dari kalangan pemuda yang turut membantu lancar kegiatan kursus ini ialah Abdullah Ubaid dari Kawatan Surabaya, Thahir Bakri dan Abdul Hakim dari Petukangan Surabaya, serta Hasan dan Nawawi dari Surabaya.

Berdasarkan penjelasan di atas dapat dilihat bahwa walaupun madrasah tersebut terletak di daerah yang berbeda-beda, tetapi nama belakangnya selalu memakai istilah “Wathan” yang berarti tanah air. Hal ini dapat diartikan bahwa tujuan utamanya ialah untuk membangun semangat cinta tanah air, Tujuan ini dapat terlihat, pertama dari namanya yang mengandung kata “kebangkitan” yang apabila dilihat lebih dalam mempunyai makna keinginan dari pendiri-pendirinya untuk mengadakan suatu perubahan terhadap masyarakat agar mereka dapat bangkit dari keterpurukan akibat pejajahan yang sedang terjadi.

Kedua, dari kegiatan-kegiatan yang dilakukan Nahdlatul Wathan berupa pengajaran organisasi dan dakwah. Hal ini membuktikan bahwa Nahdlatul Wathan menginginkan lulusannya untuk menjadi orang yang pandai berorganisasi dan berdakwah, agar dapat menghimpun umat dalam melawan penjajahan. Pada setiap cabang tersebut sebelum dimulainya kegiatan belajar, juga selalu dimulai dengan mengumandangkan syair Nahdlatul Wathan. Misalnya di Jombang, syair tersebut hingga sekitar tahun 1940 selalu dikumandangkan oleh para murid, dan setiap hendak menyanyikannya para murid tersebut diminta untuk berdiri tegak.

Melalui berbagai kegiatannya, Nahdlatul Wathan kemudian mulai menjalankan perjuangannya dalam hal pemikiran berdasarkan keagamaan dan nasionalisme, seperti dengan dibentuknya Syubbhanul Wathan atau yang berarti Pemuda Tanah Air pada tahun 1924. Syubbhanul Wathan merupakan sebuah organisasi kepemudaan di Surabaya sebagai tempat mengobarkan aspirasi para pemuda selaku kader-kader pemimpin di masa depan. Organisasi ini dipimpin oleh Abdullah Ubaid, seorang aktivis muda yang merupakan tangan kanan KH Wahab Chasbullah. Syubbhanul Wathan ini yang kemudian menjadi cikal bakal lahirnya Gerakan Pemuda Ansor pada tahun 1934. Selain mendirikan Syubbhanul Wathan, melalui tangan KH Wahab Chasbullah, Nahdlatul Wathan juga mendirikan Muslimat Nahdlatul Wathan, Ikatan Pelajar Nahdlatul Wathan, Persatuan Guru Nahdlatul Wathan, dan Nahdiyyah Nahdlatul Wathan.

Melalui berbagai kegiatan yang dilakukan oleh Nahdlatul Wathan, lembaga ini berhasil menciptakan ulama-ulama yang handal dan potensial dalam menanggapi kritikan dari kaum pembaharu. Beberapa ulama hasil binaan Nahdlatul Wathan juga mempunyai peran yang sangat besar terhadap lahirnya Nahdlatul Ulama yang pada dasarnya merupakan hasil perjalanan panjang sejumlah ulama pesantren di awal abad ke-20 yang berusaha mengorganisasi diri dan berjuang demi meneruskan risalah Ahlus Sunnah wal Jamaah dan melestarikan budaya keagamaan maupun tradisi lokal Islam Nusantara. (*)

Moch Alaik Sa’dullah Hadi | Koordinator Forum Nahdliyyin Urban (For_NU)

Terkait

Opini Lainnya

SantriNews Network