Kimiya-yi Sa‘adat (18): Kebutuhan Dasar Dunia: Sandang, Pangan, dan Papan

Ketahuilah bahwa ketika Engkau meneliti detail-detail kehidupan dunia, Engkau akan mendapati bahwa ia terdiri dari tiga hal: (a) yang pertama adalah benda-benda paling mulia yang diciptakan di muka bumi, seperti tanaman, barang tambang, dan binatang.

Selanjutnya, (b) tanah diperlukan sebagai tempat tinggal dan lahan pertanian. Barang tambang seperti tembaga, perunggu, dan besi, diperlukan untuk menciptakan alat.

Yang terakhir adalah © binatang sebagai alat transportasi dan makanan. Manusia menyibukkan hati dan jasmaninya dengan hal-hal tersebut, entah menyibukkan diri dengan mencintai dan mencarinya atau menyibukkan tubuhnya dengan meningkatkan dan merawatnya.

Akhlak-akhlak yang merusak hati manusia, seperti serakah, kikir, dengki, benci, dll muncul dalam batin karena manusia mencintai benda-benda tersebut. Semua akhlak buruk tersebut muncul dalam batin karena tubuh terjerat dalam dunia sedemikian rupa sehingga orang lupa jatidirinya dan mencurahkan dirinya pada urusan-urusan duniawi.

Seperti halnya kebutuhan dasar dunia ada tiga hal —sandang, pangan, dan papan— keterampilan dasar yang menjadi kebutuhan manusia juga ada tiga: pertanian, tenun, dan pertukangan. Masing-masing keterampilan ini punya cabang.

Beberapa di antaranya adalah keterampilan persiapan (muqaddimât), seperti penyisir kapas dan pemintal benang yang mempersiapkan benang untuk tukang tenun; sementara yang lain menyempurnakannya (mutammimât), seperti penjahit yang menuntaskan apa yang dimulai oleh tukang tenun.

Semua keterampilan ini membutuhkan alat yang terbuat dari kayu, besi, kain, dll. Karena itulah maka pandai besi, tukang kayu, dan tukang sol menjadi ada.

Ketika semua keterampilan ini muncul, mereka butuh bekerja sama karena masing-masing tukang tak bisa melakukan tugasnya sendirian saja. Penjahit bekerja untuk tukang tenun dan pandai besi; pandai besi menyediakan kebutuhan dua tukang yang lain. Dengan cara ini, mereka bekerja sama.

Akhirnya, transaksi timbul di antara mereka yang karenanya timbul antagonisme karena masing-masing orang tidak puas dengan pendapatan yang ia peroleh dan mereka pun saling menyerang. Akibatnya, mereka membutuhkan tiga seni yang lain: yang pertama adalah seni politik dan kekuasaan; yang kedua adalah seni mengambil putusan dan memerintah; dan yang ketiga seni hukum yang melauinya manusia mencari cara untuk menengahi konflik di antara mereka.

Dengan cara ini, lapangan pekerjaan semakin bertambah dan saling terkait. Manusia menjadi tersesat dalam belantara seni dan keterampilan ini sehingga mereka tak menyadari bahwa akar semua aktivitas ini tak lebih dari tiga hal: sandang, pangan, dan papan. Semua keterampilan ini dibutuhkan untuk memenuhi tiga kebutuhan dasar ini, dan ketiganya dibutuhkan oleh tubuh, semetara tubuh dibutuhkan oleh hati agar berfungsi sebagai kendaraannya. Hati, sementara itu, membutuhkan Tuhan. Tapi manusia melupakan jatidiri dan melupakan Tuhan seperti jamaah haji melupakan siapa diri mereka, Ka‘bah, dan tujuan perjalanan mereka sehingga sibuk dengan merawat onta!

Simpulannya, makna dan hakikat dunia adalah seperti yang dijelaskan di atas. Orang yang tidak bersiap-siap dan waspada, tidak mengarahkan perhatiannya kepada akhirat, dan tidak sibuk dengan dunia seperlunya saja, berarti tidak mengenal dunia. Penyebabnya adalah ketidaktahuan. Nabi bersabda, “Sihir dunia lebih kuat daripada sihir Harut dan Marut. Waspadalah!”

Karena dunia sangat memesona, menjadi penting bagi kita untuk mengetahui tipuan dan muslihatnya dan mencerahkan orang-orang dengan tamsil. Karena itulah, sekarang sudah waktunya untuk menyimak beberapa di antara tamsil tersebut. (*)

Muhammad Ma‘mun, Pengasuh Pondok Pesantren Al-Falah, Silo, Jember.
——-
Kimiya-yi Sa’adat, yang biasa diterjemahkan menjadi Kimia Kebahagiaan, bukanlah karya yang asing bagi para pembaca Imam al-Ghazali di Tanah Air. Karya ini sudah diterjemahkan berkali-kali ke dalam bahasa Indonesia.

Sayangnya, terjemahan ini dipungut dari edisi ringkasnya, biasanya dari bahasa Arab atau dari terjemahan bahasa Inggris yang dikerjakan oleh Claud Field. Terjemahan yang terakhir, seperti yang dijelaskan oleh penerjemahnya, dikerjakan dari terjemahan Bengali-nya yang ringkas. Dus, terjemahan dari terjemahan.

Padahal, edisi asli kitab ini dalam bahasa Persia 2 jilid tebal. Struktur babnya sama dengan Ihya’ ‘Ulum ad-Din, yang terdiri dari 40 buku. Keempat puluh buku dalam Kimiya-yi Sa’adat bisa dibilang merupakan versi padat dari 40 buku Ihya’.

Hal lain yang membedakan Kimiya-yi Sa’adat dengan Ihya’ adalah bab-bab pendahuluannya yang panjang: terdiri dari 4 topik. Keempat topik ini lebih panjang dan lebih filosofis dari buku ke-21 dan ke-22 Ihya’.

Pembicaraan yang teoretis dan filosofis ini mengisyaratkan bahwa Kimiya ditulis untuk kaum terpelajar dan cendekiawan Persia yang tidak bisa berbahasa Arab.

Pada bulan Ramadhan ini, saya ingin berbagi hasil terjemahan saya atas mukadimah Kimiya-yi Sa’adat yang saya ambil dari versi Inggrisnya yang dikerjakan oleh Jay R. Cook.

Untuk kepentingan kawan-kawan, terjemahan saya buat selonggar mungkin, dan dalam beberapa kesempatan atau berseri, lebih merupakan parafrase dari terjemahan literal. Semoga bermanfaat! (*)

Terkait

Turats Lainnya

SantriNews Network