Basmalah adalah Syariah Kaffah

Teringat pada satu kawan yang tidak mau lagi belajar membaca Surat al Fatihah, karena ia selalu dibentak-bentak oleh sang guru ketika salah melafadzkan dengan fasih kalimat-kalimat fatihah.

Mengapa, karena sikap sang guru tidak mencerminkan bacaan ayat Bismillah ar rahman ar rahim, ayat pertama dalam Al-Fatihah menurut Imam Syafi’i.

Bukankah makna bismillah ar ar rahman ar rahim adalah “kami memulai dengan menyebut Nama Allah Yang Mah Kasih dan Maha Sayang”, tetapi mengapa ia selalu membentak-bentak bahkna sejak awal salah melafadzkan huruf-huruf Fatihah. Begitu keluhnya.

Kritik senada pernah disampaikan kepada seorang pendakwah. Mengapa dalam dakwah dan ceramahnya ia selalu marah-marah, teriak-teriak sambil mengumpat, mencaci dan doa-doa tak karuan. Padahal di awal khutbah dan ceramahnya sang da’i mengucapkan “as salamu alaikum warahmatullahi wa barakatuhu.” Bukankah artinya “semoga kesejahteraan, kasih Allah dan Berkah-Nya senantiasa untuk kalian”, tapi mengapa yang didakwahkan sebaliknya.

Saya menjawabnya, karena ia hanya membaca huruf dan lafadz-lafadznya, tidak menjiwai makna, apalagi kedalaman maknanya.

Padahal menurut Ulama Tafsir, keseluruhan syari’at terkandung dalam “bismillah ar rahman ar rahim”. Sebab basmallah menunjukkan keagungan dzat Allah dan sifat kemulyaannya, yaitu Kasih dan Sayang.

Sifat Rahman Allah melintasi batas-batas agama, etnis, status sosial dan entitas-entitas lainya. Siapapun dan apapun yang hidup, ia mendapat Kasih-Nya/Rahman-Nya. Sementara Sifat Rahim-Nya menunjukkan bahwa Kasih-Nya tidak terbatas. Baik Ar rahman maupun ar rahim adalah sifat kelembutan, kasih sayang yang mendorong untuk selalu berbuat kebaikan kepada yang dikasihinya.

Itulah inti agama, mengagungkan hanya kepada Allah dan Kasih sayang kepada sesama.

Kata “Rahim perempuaan” dan Rahim-kekerabatan, terbentuk dari kata ar rahman dan ar rahim itu. Ketika Allah menciptakan “Rahim”, Allah berfirman kepadanya “engkau adalah rahim dan aku adalah Rahman, aku belah namamu dari namaku, maka siapa yang menjagamu maka aku menjaganya, dan siapa yang memutusnya, maka aku mencerai beraikannya”.

Jadi, ayat bismillah ar rahman ar rahim adalah ayat yang seharusnya menjadi cahaya dalam setiap meniti kehidupan. Dalam satu riwayat dinyatakan “apapun yang tidak diawali atau dipijakkan pada keaguangan Allah dan sifat kasih sayang-Nya, maka tidak ada maknanya. Apapun tampa “kasih sayang” menjadi tidak bermakna.

Bismillah ar rahman ar rahim adalah peryataan “sakti”, bahkan konon, jangankan sampai menyelami kedalaman maknanya, hanya menuliskan dengan indah saja (dan juga melagukannya dengan indah), maka Allah akan mengampuni dosa-dosanya.

Ali bin Abi Tahlib pernah melihat seseorang yang menuliskan lafadz Basmalah, lalu sang Imam berkata “tulislah dengan indah”, kemudian orang tadi menuliskan dengan indah, dan ia diampuni dosanya.

Jadi, jika kita ingin diampuni dosanya, minimal tulislah atau nyanyikanlah basmalah dengan indah. Lebih bagus lagi jika diselami kedalaman maknanya, untuk kemudian kasih sayang-Nya menjadi basis, akar, spirit seluruh langkah meniti kehidupan. Amin. (*)

Situbondo, 15 Januari 2021

Dr KH Imam Nakha’i, Dosen Fikih-Ushul Fikih di Ma’had Aly Salafiyah-Syafi’iyah Sukorejo, Situbondo.

Terkait

Khazanah Lainnya

SantriNews Network