Gafatar Tak Percaya Alquran, Hadist dan Kiblat

Warga saat mengawal sidang Gafatar di Aceh beberapa waktu lalu (santrinews.com/net)
Aceh – Seorang mahasiswa di Lhokseumawe Aceh mengaku hampir menjadi anggota organisasi Gerakan Fajar Nusantara (Gafatar). Namun sebelum memutuskan bergabung, ia memilih mempelajari dulu Gafatar.
Salah satunya dengan menghadiri sejumlah diskusi rutin yang diselenggarakan Gafatar. “Kebanyakan diskusi mereka (Gafatar) soal agama, terutama agama Islam,’ ujar Haris, Selasa 12 Januari 2016.
Dalam diskusi itu, Gafatar ingin menanamkan bahwa orang Islam tidak perlu menghargai Alquran sebagai pedoman. Sebab, Alquran pada masa sekarang terbuat dari kertas atau berbeda pada zaman dahulu yang ditulis di pelepah kurma atau kulit kayu dan sebagainya.
“Mereka juga tidak percaya hadist dan ulama serta fatwanya. Karena orang-orang yang menulis hadist itu tidak hidup di zaman Nabi Muhammad. Penulis hadist pun juga dipertanyakan oleh mereka,” cerita Haris.
Tak sampai di situ, menurutnya, Gafatar juga tak meyakini kiblat dalam salat mengarah ke Mekkah. Sebab mereka berkeyakinan kiblat akan berubah ke arah Indonesia.
“Karena Nabi Muhammad lahir di Mekkah, maka kiblat ke Mekkah. Mereka meyakini nanti suatu saat akan lahir nabi baru di Indonesia, makanya suatu saat nanti kata pemimpin Gafatar itu kiblat akan berubah ke Indonesia,” kata Haris.
Haris mengaku, diskusi itu berlangsung pada tahun 2013. Saat itu, Gafatar memang rajin melakukan diskusi rutin antar anggota mereka di seluruh Indonesia dengan menggunakan bantuan video call.
Namun, karena Haris mencurigai bahwa aliran itu sesat, akhirnya ia memutuskan untuk tidak bergabung dengan Gafatar.
Haris menduga, di Aceh anggota Gafatar masih banyak. “Sepertinya mereka ini masih banyak, banyak anggota mereka adalah mahasiswa,” kata Haris. (shir/viva)