Hari Santri Nasional

Ribuan Pelajar Magelang Sambut Gembira Penetapan Hari Santri

Santri dari Pondok Pesantren Zainul Hasan Genggong Probolinggo meramaikan pemberangkatan Kirab Hari Santri, di Suarabaya, Ahad, 18 Oktober 2015 (santrinews.com/mahrus)

Magelang – Ribuan pelajar di Kabupaten Magelang mendukung penuh rencana pemerintah untuk menetapkan 22 Oktober sebagai Hari Santri Nasional (HSN). Penetapan Hari Santri ini dinilai sebagai tantangan kepada para santri agar lebih giat berkarya untuk bangsa.

Dukungan diwujudkan Mahasantri Asrama Perguruan Islam (API) ASRI Tegalrejo dengan menggelar bedah buku berjudul “Peci Miring” karya Aguk Irawan. Buku ini dibedah oleh Aguk Irawan dan pengasuh Ponpes API Tegalrejo KH Yusuf Chludori di aula SMK Subhanul Wathon, Selasa sore, 20 Oktober 2015.

Sebelumnya, mereka menonton bersama film dokumenter Mahasantri API ASRI. Film karya santri ini berkisah tentang kehidupan santri di pesantren. “Lewat buku dan film ini kami ingin memotivasi para santri,” kata Kepala Sekolah SMK Subhanul Wathon KH Ahmad Izuddin Lc M.Si (Gus Din).

Menurut Gus Din acara ini merupakan bentuk dukungan penetapan Hari Santri Nasional (HSN). Dikatakan bahwa pihaknya kini memiliki 2.500 pelajar (santri) di mana seluruhnya mendukung HSN. “Kami juga memiliki 150 mahasantri yakni mahasiswa yang mengaji di Ponpes API,” kata dia.

Gus Din mengatakan, pihaknya menggelar berbagai acara untuk untuk menyongsong dan memeriahkan Hari Santri. Selain bedah buku dan pemutaran film dokumenter, juga digelar aneka lomba seperti olah raga, lomba pidato bahasa inggris, lomba tilawah dan lomba penulisan esai.

“Puncak peringatan 23 Oktober bertepatan dengan 10 Muharam kami gelar santunan untuk anak yatim di sekitar pesantren. Hari Santri kami harapkan bisa memotivasi para santri dan mahasantri agar bisa memberikan sumbangan kepada masyarakat, bangsa dan negara,” kata dia.

Sementara itu, penulis Aguk Irawan mengungkapkan buku “Peci Miring” berkisah tentang sosok Gus Dur sejak dalam kandungan hingga dia menuntut ilmu di sejumlah pondok pesantren seperti Ponpes Krapyak dan Ponpes API Tegalrejo. Dikatakan bahwa tiga tahun Gus Dur mengaji di Tegalrejo merupakan masa pembentukan karakter dan pengetahuan Gus Dur.

Aguk mengaku membutuhkan waktu enam bulan untuk melakukan riset dan mempelajari kehidupan Gus Dur dari keluarga, sahabat, dan para kyai. “30 persen buku ini mengungkapkan masa belajar Gus Dur di Magelang. Kenapa judulnya Peci Miring, ini karena peci miring identik dengan Gus Dur. Pesan buku ini adalah para santri harus meneladani keteladanan dan ketekunan Gus Dur,” jelas Aguk.

Gus Yusuf menambahkan, penetapan 22 Oktober sebagai Hari Santri memiliki dua arti. Yakni sebagai penanda sejarah bahwa para santri dan ulama sudah berjuang untuk menggelorakan semangat perlawanan kepada penjajah. Setelah puluhan tahun, pemerintah akhirnya mengakui kontribusi ulama dan santri dalam mendirikan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Kedua, kata Gus Yusuf, Hari Santri sebagai penyemat dan motivasi santri agar lebih semangat untuk berkarya nyata bagi Republik Indonesia. Bahwa yang memerdekakan Indonesia adalah ulama bersama komponen bangsa lain sehingga NKRI merupakan salah satu warisan ulama.

“Takkan ada Hari Pahlawan 10 November tanpa resolusi jihad pada 22 Oktober. Resolusi jihad KH Hasyim Asyari ini menggelorakan semangat arek Surabaya dan santri se-Jawa Timur untuk mengusir penjajah. NKRI adalah warisan ulama maka santri harus berjihad untuk kemajuan Indonesia. Jihad sekarang adalah melawan korupsi, kolusi, kezaliman dan kemiskinan,” tegas Gus Yusuf. (rus/SM)

Terkait

Daerah Lainnya

SantriNews Network