Hikmah di Balik Larangan Santri Pakai Kopiah Putih

Pernahkah Anda mendengar larangan memakai peci atau kopiah putih bagi seorang santri? Kalau belum pernah, saya beritahu, bahwa ada pondok pesantren yang melarang para santri memakai peci putih.
Kedengarannya memang agak janggal dan aneh, tapi ini nyata adanya. Tapi, sebelumnya jangan berburuk sangka sebelum membaca tulisan saya sampai akhir. Tidak panjang kok. Pasti lebih lama nulisnya daripada bacanya.
Baca: Pesantren, Sungai, dan Jihad Damai Santri
Paling tidak, yang saya tahu, ada dua pondok pesantren yang mana para santrinya tidak diperbolehkan memakai kopiah putih. Pesantren Lirboyo Kediri dan Pesantren Al Anwar Sarang Rembang adalah yang saya maksud.
Di dua pesantren tersebut, percayalah kalau Anda jualan kopiah putih tidak akan laku. Walaupun bagus dan murah harganya. Kalaupun ada yang beli, mungkin untuk orang lain atau disimpan. Tidak akan dipakai. Lho kok?
Larangan ini berlaku jika santri tersebut belum naik haji. Kalau sudah berangkat haji, boleh. Walaupun boleh, biasanya santri yang sudah hajipun jarang memakai kopiah putih, karena adaptasi lingkungan.
Baca Juga: Santri, Patriot Merah Putih
Di Lirboyo, dulu, keamanan pondok tidak cuma merazia barang “haram” semacam HP, tape recorder, radio dan lainnya, tapi para keamanan juga merazia kopiah putih.
Di Sarang, jangan coba-coba memakai kopiah putih. Kalau ketahuan sama putranya Mbah Maimoen yang terkenal keras, bisa “babak belur” nanti.
Konon, larangan ini tidak bermaksud meremehkan kopiah putih, bahkan sebaliknya, sangat mengagungkan kopiah putih dan tidak sembarangan dengan kopiah putih. Karena, budaya di Indonesia ini orang yang memakai kopiah putih biasanya sudah pergi haji.
Baca Juga: Santri dan Jihad Peradaban
Oleh karenanya, orang tersebut budi pekertinya bagus, akhlaknya patut dicontoh. Lha, kalau santri yang masih labil dan masih butuh ditunjukkan “jalan lurus”, maka belum pantaslah memakai kopiah putih. Itulah di antara alasan adanya larangan tersebut.
Saya juga dengar-dengar (dengar-dengar lho ya) bahwa ada yang mengatakan begini, pergi haji itu mahal, kok seenaknya saja cuma diganti dengan beli kopiah putih yang harganya murah.
Memang tiap pesantren punya ciri khas masing-masing, kita tidak bisa mengolok-olok santri Langitan atau Sidogiri yang sehari-hari banyak yang memakai kopiah putih.
Saya hanya menceritakan, bahwasannya ada pondok yang melarang memakai kopiah putih. Kalau pondok menganjurkan memakai kopiah putih kan wajar. Tidak aneh.
Intinya, larangan tersebut tujuannya adalah baik, yakni menghormati orang yang sudah haji dan agar santri (orang) yang sudah menyandang gelar “Haji” akhlaknya juga bisa dijadikan contoh dan diteladani.
Terakhir, saya ingin berdoa semoga saya bisa “memakai” kopiah putih dengan “benar” setelah berkunjung ke Haramain untuk menyempurnakan Islam. Juga “bertemu” dengan baginda Rasul. Semoga Anda yang membaca juga. (Amin dalam hati). (*)
Tuban, 24 Maret 2018