Tak Ada Hubungan Hijab dan Hidayah

Nyai AHmad Dahlan (tengah) bersama pengurus Aisyiyah Muhammadiyah (santrinews.com/istimewa)

Belakangan ini, seiring dengan munculnya sejumlah kelompok Islam “unyu-unyu”, berkembang pandangan kalau hijab dan hidayah itu seperti amplop dan perangko. Dengan kata lain, banyak umat Islam dewasa ini yang merasa kalau sudah berhijab itu sudah mendapatkan “hidayah” dan menganggap mereka yang belum berhijab itu belum mendapatkan “hidayah”.

Lebih berhidayah lagi, menurut mereka, kalau berhijab plus berjilbab syar’i. Dan lebih lebih berhidayah lagi tentunya kalau berhijab plus berjilbab syar’i plus bercadar dan plus plus lainnya.

Fenomena ini memang muncul belakangan atau dewasa ini saja karena memang dulu tidak pernah muncul. Sealim dan sesaleh apapun para kiai dan nyai tempo dulu tak pernah ngomongin soal beginian.

Sehebat apapun para ulama perempuan di pesantren-pesantren dulu (tak ada apa-apanya bila dibandingkan dengan para ustazah jaman now), mereka berkerudung saja (dan berjarik) dan tak pernah ngomongin hijab syar’i, jilbab syar’i, cadar syar’i, dan tetek-bengek lainnya, apalagi sambil mengolok-olok perempuan yang tak berkerudung. Fenomena beginian hanya ada di Indonesia kontemporer saja.

Adakah hubungan antara jilbab (kain penutup tubuh) atau hijab (kain penutup rambut kepala) dan “hidayah”? Jelas tidak ada, meskipun mungkin saja ada Bu Hidayah atau Mbak Hidayati yang berjilbab dan berhijab atau mungkin bercadar. Apakah perempuan yang berjillbab atau berhijab atau bercadar dengan sendirinya sudah mendapatkan “hidayah”? Belum tentu juga.

Lagi pula, jilbab, hijab, atau bahkan cadar seperti sudah sering saya bilang, bukan cuma dipraktikkan oleh umat Islam? Banyak umat lain baik umat agama maupun kelompok etnik seperti Yahudi, Kristen, Yazidi, Druze, dan lain-lain di Timur Tengah dan kawasan lain juga mengenakan busana serupa. Lalu, apakah non-Muslimah yang berhijab, berjilbab, atau bahkan bercadar itu berarti mereka sudah mendapat hidayah?

“Hidayah” itu tidak ada sangkut pautnya dengan busana. Hidayah itu, menurutku, urusannya dengan hati, bukan sehelai pakaian.

Jadi buat perempuan yang berjilbab dan berhijab jangan sombong, ujub, dan merasa diri lebih baik, lebih saleh, lebih alim ketimbang mereka yang tidak berhijab. Jangan pernah merasa diri sudah layak masuk surga hanya karena tubuhnya sudah dibalut sehelai hijab. Jangan pula mengolok-olok mereka yang tidak berhijab.

Jika ada Muslimah yang merasa diri lebih baik, lebih taat, lebih saleh dan seterusnya hanya karena sudah berhijab, maka segeralah periksakan dengkul Anda.

Apalah artinya berjilbab, berhijab, atau bercadar jika otak, hati, dan perilaku Anda amburadul. Alih-alih menganggap perempuan yang tidak berhijab belum mendapatkan hidayah, jangan-jangan justru kalian sendirilah yang belum mendapatkan “hidayah” itu. Alih-alih merasa diri layak masuk surga, jangan-jangan malah terperosok ke tempat sebaliknya. (*)

Terkait

Muslimah Lainnya

SantriNews Network