Kontrak Freeport Dihentikan, RI Mampu Bayar Hutang Luar Negeri

Bila kontrak Freeport diputus, RI bisa membayar hutang luar negeri. (santrinews.com/bps)

Jakarta – Direktur Eksekutif Asosiasi Pengusaha Mineral Indonesia (Apemindo) Ladjiman Damanik meminta pemerintah tak memperpanjang kontrak yang akan habis pada 2021. Menurut dia, Indonesia mampu untuk kelola tambang bawah tanah di Papua tersebut.

“Tidak diperpanjang. Hampir 50 tahun Freeport di sana masa kita nuntun saja bos? tidak. Kita mampu, aspek yang kita miliki oke. IPO saya juga tidak setuju, karena yang saya takuti itu jatuhnya akan ke asing juga, kecuali kalau diatur IPO khusus untuk Freeport bahwa kepemilikan saham yang paling besar Indonesia. Kalau ada aturan seperti itu mungkin dipertimbangkan (untuk diperpanjang),” ujarnya kepada merdeka.com, Sabtu, 5 Desember 2015.

Ladjiman mengatakan jika Freeport tidak diperpanjang dan bisa dikelola oleh pemerintah Indonesia, maka akan menghasilkan keuntungan untuk Indonesia. Keuntungan itu salah satunya adalah Indonesia mampu membayar utang luar negerinya melalui hasil tambang.

“Jangan lupa, kita bisa bayar utang. Bayar utang kita Rp 4,082 triliun pakai emas,” tegas dia.
Sementara itu, Direktur Indonesian Resources Studies (IRESS), Marwan Batubara mengatakan keuntungan yang didapat Indonesia dalam mengelola tambang Freeport tidak akan cukup untuk menutupi utang.

Berdasarkan data dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK), jumlah utang luar negeri Indonesia per triwulan III-2015 mencapai USD 302,4 miliar atau sekitar Rp 4.082 triliun.

“Kita harus berhitung juga sebetulnya berapa sih, jadi yang disebut pak Rizal sampai bertahun-tahun itu juga kan ada hitungannya, Freeport itu terbuka. Cadangan emas itu sekitar 28 juta ounce kalikan saja USD 1.200, itu kira-kira USD 36 miliar itu, kira-kira Rp 500 triliun, utang kita RP 2.000 triliun lebih, tembaganya itu harganya kalau tidak salah sekitar USD 3 per ton jadi USD 30 miliar ton, kalikan saja itu menjadi USD 90 miliar. Sekitar Rp 1.600 triliun kita ada pemasukan, gimana utang mau bisa bayar? tidak cukup lah. Itu kan baru pendapatan kotor, kalau biaya operasinya minimal 30-40 persen berarti keuntungannya tinggal Rp 1.000 triliun. Itu juga tidak dalam waktu singkat, tapi 20 tahun. Artinya kita hanya mendapat sekitar Rp 50 triliun setiap tahun. Bayar utang melalui APBN lebih dari Rp 100 triliun setiap tahun. Harus bicara faktual,” jelas dia.

Marwan mengaku lebih setuju jika pemerintah memperpanjang kontrak Freeport. Hal ini dianggap realistis jika dilihat dari kembang kempisnya perekonomian Indonesia, serta upaya pemerintah Indonesia dalam memperbaiki pertumbuhan di 2016.

“Maka supaya untung itu makin besar kita harus menjadi pengelola. saya juga melihat pemerintah itu akan kah berani mengambil sikap, keberaniannya seperti apa? lalu kita juga dalam kondisi kesulitan keuangan, sedang mengundang investor, sedang mencari pinjaman, target penerimaan pajak tidak tercapai, ini kan pertimbangan yang harus diambil,” kata dia. (nabil/mdk)

Terkait

Nasional Lainnya

SantriNews Network