Memahami Akar Objektivitas Ajaran Islam

Penulis: Syarif Yahya
Pengantar: Afif Muhammad MA
Penerbit: Nuansa Cendekia
Tebal: 296 halaman
Cetakan: I, Juni 2014
Peresensi: Muhammad Yusuf

ALBERT Einstein, seorang ilmuwan beragama Yahudi pernah mengatakan “ilmu tanpa agama buta, agama tanpa ilmu lumpuh”.

Apa yang dikatakan Einstein agaknya merupakan fakta yang mudah ditemukan di Indonesia. Banyak orang berilmu tanpa mengindahkan agama. Banyak pula orang taat beragama di sekitar kita tapi miskin ilmu pengetahuan.

Jika fakta itu membuat kita prihatin, tentu akan lebih memprihatinkan lagi bahwa ternyata banyak umat Islam yang semangat beragamanya tinggi tetapi miskin ilmu agama.

Dalam konteks ini, pengetahuan dasar seperti yang termaktub dalam “Kamus Pintar Agama Islam” ini patut ditengok secara sungguh-sungguh. Tentu saja alasannya bukan karena semata pentingnya meninjau pengetahuan Islam sebagai agama publik, melainkan lebih didasarkan pada isi dari buku ini.

Berisi ratusan entri tentang sejarah, ekonomi, politik, syariat, tauhid, fikih, sastra, hingga peradaban Islam, membuat kreativitas buku ini patut diacungi jempol. Ditulis oleh Syarif Yahya, seorang kiai muda, alumni Pondok Pesantren Al-Anwar, Sarang Rembang yang kini menjadi pengajar di Pesantrennya, Ridlo Allah, Temanggung Jawa Tengah.

Prof Dr Afif Muhammad MA, dalam pengantar buku ini mengapresiasi dengan catatan bahwa menjelaskan berbagai istilah, seringkali terbatasi oleh bahasa yang digunakan.

Ia mengambil ilustrasi, di dalam al-Quran terdapat, misalnya, istilah Rabb yang diterjemahkan dengan “Tuhan”, sehingga Rabb al-“˜alamin diartikan dengan “Tuhan semesta alam”, dan ada pula istilah Ilah yang juga diartikan dengan “Tuhan”, misalnya dalam Lā ilāha illallāh, yang diartikan dengan “Tiada Tuhan selain Allah”.

Padahal, para ahli tafsir mengatakan bahwa al-Quran tidak pernah menggunakan dua kata yang berbeda, jika artinya sama. Hal seperti inilah yang membuat kita sangat membutuhkan penjelasan singkat dan tepat tentang berbagai istilah yang ada dalam Islam.

Dari kebutuhan tersebut itulah Afif Muhammad melihat pentingnya penjelasan isi yang terdapat di dalam buku ini, sebagai informasi awal, jelas sangat membantu, khususnya kaum remaja, yang ingin memperoleh penjelasan cepat tentang berbagai istilah keislaman.

Penulisan kamus ini bukan semata mengumpulkan sebanyak mungkin entri, tapi justru pada upaya menghadirkan hal-hal yang mendasar dipahami umat Islam maupun non muslim agar lebih jeli mengambil intisari setiap istilah.

Dengan kata lain, kamus ini menjadi bagus justru karena muatan penjelasan disertai paradigma objektif untuk melihat setiap istilah.

Lebih daripada itu, penulisnya juga mampu menghadirkan pemahaman yang berbasis kontekstualisasi. Beragam istilah yang sulit dijelaskan secara bernas dan membumi sehingga hal yang jauh tentang Islam menjadi lebih akrab.

Bahkan kontekstualisasi itu menyertakan penjelasan-penjelasan kontemporer terkait masalah nasional Indonesia. Dengan cara seperti itulah buku ini menjadi lebih menyentuh pembaca di Indonesia. Segmen pembaca buku ini sudah barang tentu paling pas untuk remaja muslim atau kelompok muslim awam.

Alasannya, sekalipun berupa kamus, buku ini juga pantas sebagai bacaan yang bersifat pembelajaran. Setiap istilah dijelaskan lebih panjang dari kebiasaan kamus, dan dengan itu pembaca bisa mendapatkan muatan-muatan pengetahuan yang lebih detail.

Golongan pembaca lain tentu adalah kaum santri dan mahasiswa jurusan agama. Ini akan sangat membantu mahasiswa memahami dasar-dasar istilah Islam yang termaktub secara ilmiah, logis dan objektif. Tak ketinggalan pula, para penulis, atau masyarakat umum, juga sangat penting mengoleksi buku ini.

Di masyarakat umum, terutama keluarga muslim, buku ini layak menjadi pustaka wajib agar pemahaman agama Islam semakin menjadi lebih baik. Dan kelompok non muslim yang ingin memahami Islam tentu sangat bijak memegang kamus ini sebagai pintu gerbang memahami Islam.

Akhirnya, dengan segala kekurangan pemuatan entri, buku ini hadir pada saat yang tepat untuk memenuhi kebutuhan objektivitas pemahaman Islam yang kian hari kian samar, apalagi di tengah-tengah situasi politik yang serba ngawur mendudukkan Islam sebagai komoditas politik.

Dengan kembali memahami objektivitas ajaran Islam melalui kamus ini, kita pun bisa mendapatkan oase kejernihan ajaran Islam yang bijaksana, dan bukan Islam yang garang.

Muhammad Yusuf, Apresiator Buku Islam. Tinggal di Yogyakarta.

Terkait

Buku Lainnya

SantriNews Network