Pelajar NU Tour Religi Mengenang Perjuangan Para Kiai

Sumenep – Tidak seperti lazimnya pelajar yang lain. Cara berbeda dilakukan para pelajar Nahdlatul Ulama dalam mengisi awal tahun 2019. Yakni dengan berziarah ke makam para kiai pejuang.
Para aktivis Pimpinan Anak Cabang Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama (IPPNU) dan Ikatan Pelajar Putri Nahdlatul Ulama (IPPNU) Kecamatan Batuputih, Kabupaten Sumenep, misalnya.
Mereka menggelar Tour Religi dengan berziarah ke makam para ulama penyebar Islam, termasuk kiai pendiri NU di Kabupaten Sumenep. Diantaranya Asta Tinggi, Makam Syekh Ahmad Baidhawi (Pangeran Katandur), KH Abi Sujak, dan KH Usymuni Zainal Arifin.
“Ziarah adalah mengingatkan kembali perjuangan para sesepuh terdahulu,” kata Ketua PAC IPNU Batuputih Achmad Firdaus, usai ziarah, Selasa, 1 Januari 2019.
Menurut dia, Tour Religi akan menjadi kegiatan rutin, minimal tiap tiga bulan sekali. Ini penting dilakukan selain menjaga tradisi dan internalisasi ajaran Ahlusunah Waljamaah, juga untuk meningkatkan kekompakan pengurus.
Ia menambahkan, pergantian tahun baru merupakan media muhasabah atau introspeksi diri. “Tour religi merupakan salah langkah kita untuk bermuhasabah,” tegasya.
Tola’ Aini, ketua PAC IPPNU Batuputih berharap, Tour Religi ini dapat menanamkan nilai-nilai spritual terutama di internal pengurus. “Tentu sangat positif dalam mengisi batin kita,” tandasnya.
Makam Para Raja Hingga Ulama
Asta Tinggi adalah pemakaman khusus para Raja dan Kerabat Raja yang teletak di kawasan dataran tinggi bukit Kebon Agung Sumenep. Dalam Bahasa Madura, Asta Tinggi disebut juga sebagai Asta Rajâ yang bermakna makam para Pangradjâ (pembesar kerajaan) yang merupakan asta/makam para raja, anak keturunan beserta kerabat-kerabatnya yang dibangun sekitar tahun 1750 Masehi. Kawasan Pemakaman ini direncanakan awalnya oleh Panembahan Somala dan dilanjutkan pelaksanaanya oleh Sultan Abdurrahman Pakunataningrat I dan Panembahan Natakusuma II.
Syekh Ahmad Baidhawi dikenal dengan nama Pangeran Katandur. Ia salah seorang ulama penyebar Islam di Sumenep yang hidup pada abad ke-17 Masehi. Makamnya terletak di Desa Bangkal, Kota Sumenep.
Pangeran Katandur adalah putra dari Pangeran Pakaos yang merupakan cucu dari Sunan Kudus. Syekh Ahmad Baidhawi mendapatkan gelar Pangeran Katandur karena dalam menjalankan dakwah Islam dengan menggunakan keahliannya di bidang pertanian. Katandur berasal dari kata “Tandur” yang berarti ahli menanam atau ahli pertanian.
Pangeran Katandur bahkan yang pertama kali mengenalkan bercocok tanam dan membajak sawah menggunakan Nanggala atau Salagah yang ditarik oleh dua ekor sapi.
Sedangkan KH Abi Sudjak adalah sosok ulama ahli Tarekat Alawiyah yang juga tokoh NU pertama di Kabupaten Sumenep. Dalam sejarah hidupnya, Kiai Abi Sudjak tercatat salah santri Syaikhona Muhammad Kholil Bangkalan.
Beliau adalah salah satu tokoh pejuang yang memiliki peranan penting dalam perlawanan mengusir penjajah di Sumenep.
Kiai Abi Sudjak lahir di Sumenep pada tahun 1885 Masehi. Tidak ada catatan tertulis mengenai tanggal dan bulannya. Bahkan wafatnya pun hanya tercatat tahunnya, yakni 1948, tanpa ada keterangan lain.
Kiai Abi Sudjak adalah putra KH Jamaluddin Kebunagung. Ayahnya adalah cucu Kiai Aqib atau Kiai Anjuk, yang juga kakek dari Kiai Haji Ahmad Bakri Pandian. Kiai Abi Sudjak adalah kakak dari KH Zainal Arifin, Terate, Pandian.
Sementara KH Usymuni adalah ulama generasi awal pejuang NU. Beliau lahir pada tanggal 09 September 1909, dari pasangan KH Zainal Arifin dan Nyai Hj Khadijah. (rus/onk)