Refleksi Akhir Tahun Pandemi, MUI Jatim Bangun Optimisme Kebangkitan Indonesia
Surabaya – Majelis Ulama Indonesia (MUI) Provinsi Jawa Timur kembali menggelar Webinar Seri Literasi Pandemi (WSLP), Jumat, 17 Desember 2021. Kali ini MUI Jatim mengambil tema ‘Refleksi Akhir Tahun Pandemi: 2022 Membangun Optimisme Kebangkitan Indonesia’ sebagai pokok bahasan pada webinar di minggu ke-25.
Dr Nuning Nuraini, Tim Gugus Tugas Covid-19 ITB mengatakan bahwa refleksi pandemi untuk masa transisi lebih ke arah klise. Jadi bagaimana ke diri sendiri, keluarga, keilmuan, dan masyarakat.
“Kita harus menjadi pribadi yang lebih serius dan bersyukur, juga menghargai waktu bersama keluarga baik secara kualitas dan kuantitas. Di sisi keilmuan, kita perlu memberi kontribusi yang maksimal sesuai keahlian. Serta di lingkungan masyarakat hendaknya tetap mengedepankan kerja sama dalam menghadapi musibah dan memandang sebagai tanggung jawab bersama,” ujarnya
Prof dr Marsetyawan Heparis Nur Ekandaru Soesatyo, Ahli Imunolog dan Guru Besar UGM mengungkapkan bahwa insidensi Covid-19 di Indonesia dari hari ke hari mulai menurun. Terbukti dengan prevalancy rate yang berada di angka kurang dari 1 persen.
“Oleh karena itu, harapannya bahwa imunitas kelompok perlahan akan terbentuk setelah vaksinasi mencapai 70-80 persen. Serta perlu dipersiapkan vaksinasi penguat (booster),” tegasnya.
Dari sisi sosial, Dekan FISIP Universitas Airlangga Prof Bagong Suyanto menyoroti terkait kemiskinan akibat pandemi Covid-19. Menurutnya, ada pelajaran penting yang bisa diambil yaitu perlunya kesediaan pemeirntah untuk menata kembali model pemberdayaan masyarakat miskin yang selama ini dikembangkan.
“Selama ini yang dikembangkan adalah pola linier yang menskenario usaha milik masyarakat kurang mampu agar semakin berkembang. Namun ternyata pola yang efektif tidak sesederhana itu, karena ketika orang kurang mampu diminta naik kelas mereka justru cepat jatuh,” tuturnya.
Prof Bagong memberi rekomendasi kepada pemerintah untuk belajar dari pengalaman saat pandemi agar tidak semata memberi suntikan modal kepada usaha milik masyarakat kurang mampu.
“Akan lebih efektif jika pemerintah mendiversifikasikan usahanya. Contohnya dalam satu keluarga yang diberi modal adalah ayah, ibu, dan anaknya dengan catatan memiliki usaha yang berbeda-beda. Karena saat pandemi yang mampu bertahan adalah yang memiliki banyak penyangga ekonomi,” terangnya.
Prof Badri Munir Sukoco, Direktur Pascasarjana Universitas Airlangga juga meminta agar pemerintah memberi narasi-narasi bahwa pandemi harus menjadi teman masyarakat dengan penerapan protokol kesehatan dengan ketat. Hal ini ditujukan agar membangun optimisme masyarakat dan ekonomi tidak semakin turun.
“Banyak pebisnis yang sudah merajalela, namun saat pandemi semakin melejit. Itu menjadi motivasi bagi anak-anak bangsa untuk membangkitkan ekonomi,” ujarnya. (red)