Serial Islam Nusantara
Etika Mahallul Qiyam KH Sholeh Darat
M Rikza Chamami
Wakil Ketua KOPISODA/Komunitas Pecinta KH Sholeh Darat & Dosen UIN Walisongo
MENGHORMATI dan mencintai Nabi Muhammad Saw adalah perilaku mulia yang disunnahkan. Tata cara dan etikanya sangat beragam. Yang jelas bahwa kecintaan umat Islam pada Nabi merupakan hal mutlak yang harus dijalani.
Salah satu upaya nyata dalam menghormat kepada Nabi Muhammad Saw adalah dengan bershalawat. Sudah tidak perlu diperdebatkan lagi mengenai shalawat yang disebut-sebut mengandung unsur bid’ah. Sebab membaca shalawat sudah jelas-jelas sunnah.
Yang menarik dalam kajian KH Sholeh Darat adalah mengenai mahallul qiyam (saat berdiri) yang biasanya membaca asyraqal badru ‘alaina (orang Jawa menyebut syrakalan). Mbah Sholeh menjelaskan secara detail tentang hukum dan tatanan mahallul qiyam ini.
Bagi orang awam, berdiri dalam mahallul qiyam dengan membaca asyaraqal badru itu disebut tidak disunnahkan dan termasuk bid’ah munkarah. Kenapa demikian? Sebab orang awam belum paham peristiwa sakral itu sebagai keta’dziman dalam memuji Nabi.
Oleh sebab itu, disebutkan tidak sunnah karena bagi mereka belum bisa merasakan kemuliaan mahallul qiyam dan belum memahami tata krama mahallul qiyam. Penyebutan bid’ah munkarah juga dalam rangka penataan psikologi dan akidah orang awam secara bertahap.
Lain halnya dengan mereka yang sudah memahami derajat Nabi (wahum al-‘arifun) sangat disunnahkan dan diutamakan untuk berdiri ketika mahallul qiyam.
Disinilah Mbah Sholeh Darat membagi perilaku umat Islam dalam dua kategori: awam dan ‘arif. Bagi orang awam itu kebiasannya masih kurang tata krama memuji Nabi. Sedangkan orang ‘arif sangat memahami keagungan Nabi.
Maka bagi orang awam diminta untuk selalu bergabung, berkumpul dan berdiskusi bersama orang ‘arif sehingga paham tata cara menghormat Rasulullah Saw.
Sebab menghormati dan mengagungkan Nabi adalah sebagian dari cabangnya iman sebagaimana ditulis Mbah Sholeh Darat dalam Kitab Sabil al-‘Abid ‘ala Jauhar al-Tauhid.
Cara menyebut nama Nabi Muhammad, oleh Mbah Sholeh Darat dijelaskan secara detail. Haram menyebut nama Nabi dengan kata “ya Muhammad” atau “ya Ahmad”.
Termasuk ketika menyebut juga dengan penuh penghormatan dengan sebutan: “Gusti Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam” atau “Kanjeng Gusti Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam”. Ketika kita mendengar bacaan shalawat dan tulisan shalawat dengan jawaban “Shalawatunnabi Shallallahu ‘alaihi wasallam”.
Mbah Sholeh Darat juga menegaskan tidak bolehnya mengeraskan suara saat berziarah di makam Nabi Muhammad atau ketika menyebut nama Nabi saat peringatan maulud Nabi.
Betapa orang zaman dahulu sangat berhati-hati dalam mengajatkan takdzim kepada Nabi Muhammad Saw. Tugas generasi sekarang adalah meneruskan ajaran-ajaran ulama salaf dalam bershalawat, bermahallul qiyam untuk niat tulus mahabbah kepada Rasulullah Saw. (*)