Mendikbud: Santri Harus Punya Life Skill

Muhammad Nuh bersama KH Mohammad Rofii Baidhowi (santrinews.com/istimewa)
Pamekasan – Pondok Pesantren Al-Hamidy, Banyuanyar, Desa Potoan Daya, Kecamatan Palengaan, Pamekasan, Kamis, 22 Agustus 2013, mendapat kunjungan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI Muhammad Nuh.
Kedatangan Muhammad Nuh disambut langsung oleh pengasuh Pesantren Al-Hamidy, KH Muhammad Rofii Baidhowi, beserta para ulama, tokoh dan jajaran pengurus pesantren.
Muhammad Nuh mengatakan, dirinya melakukan kunjungan ke pondok pesantren semata-mata silaturrahmi untuk memperkuat hubungan, dan salah satu yang ingin diperkuat yakni pendidikan.
Nuh menambahkan, pembangunan di Madura perlu mendapat perhatian khusus. Menurutnya, sumberdaya manusia yang sangat tangguh dan berkarakter banyak terdapat di Pondok pesantren. Sehingga, pemerintah ingin ‘membangun Madura’ bukan hanya membangun di Madura.
Salah satu program yang perlu dikembangkan di pondok pesantren adalah program kejar paket. Sehingga ijazah non formal dan formal di pesantren bisa diterima dan diakui di seluruh Indonesia.
“Kita akan gerakkan elemen di Dinas Pendidikan baik disektor formal dan informal, di Ponpes ini sering didata sebagai buta huruf, padahal tidak, beliau-beliau ini tidak terdata di lembaga formal saja, maka salah satu solusinya adalah pemaksimalan program kejar Paket A, B dan C di Pondok pesantren,” tandasnya.
“Kiai punya SMK, punya juga SMA, punya SMP. Jadi kalau itu (SMK, SMA, dan SMP) yang ada di pesantren kita perkuat, maka para santri punya life skill, punya kemampuan untuk teknis dalam menjalankan kehidupan,” katanya.
Nuh juga menambahkan, dirinya tidak berharap semua santri menjadi seorang kiai, akan tetapi dengan kemampuan life skill (keterampilan hidup) santri bisa menjadi apapun.
“Kalau semua santri jadi kiai, siapa santrinya ntar kalau semua jadi kiai,” imbuh mantan rektor ITS Surabaya ini.
Nuh berharap, santri nantinya bisa menyebar ke masyarakat dengan beragam kemampuan dan profesi. “Ada yang jadi A, ada yang jadi B, dan apa saja. Untuk bisa kesana harus dilengkapi dengan yang namanya life skill itu,” lanjutnya.
Nuh juga menjelaskan, salah satunya santri juga bisa menjadi seorang wartawan, pendakwah, dan tenaga kesehatan, sehingga bisa membantu dan memberikan pelayanan terhadap masyarakat.
“Kalau para wartawan ini jebolan santri. Bagus juga kan tidak ada larangan. Misalkan lagi ada yang menjadi dakwah kemudian kita ajarkan komunikasi, dan seterusnya. Maka nantinya semua santri yang menyebar ke masyarakat bisa membantu masyarakat untuk memberikan layanan kesehatan,” jelasnya.
Kedepan, dalam memyiapkan membangun Madura, pihaknya akan mengangkat masyarakat Madura melalui pendidikan.
“Saya ini ingin membangun Madura, bukan membangun di Madura. Artinya saudara-saudara kita di Madura ini harus terangkat. Dan yang bisa ngangkat itu tidak ada lagi selain pendidikan,” katanya.
Sementara KH Mohammad Rofii Baidhowi berharap, ada perbaikan sistem pendidikan di Indonesia yang lebih pro pondok pesantren sehingga pondok pesantren lebih berkembang.
“Semoga kunjungan ini membawa manfaat dan merespon segala hal yang kita sampaikan tadi, terutama soal pendidikan di Pondok pesantren,” kata Kiai Muhammad Rofii.
Senada disampaikan Mohammad Abrori, salah satu pengurus Pondok Pesantren Al Hamidy. Ia berharap, kunjungan Menteri tersebut bisa meningkatkan kualitas pendidikan pondok pesantren di Madura, khususnya di Pamekasan.
Ke depan, lanjut dia, lulusan pondok pesantren diharapkan bisa bersaing dengan lulusan sekolah dan lembaga pendidikan tinggi lainnya.
“Selama ini ada beberapa pihak yang menilai bahwa lulusan ponpes tidak bisa menjadi pejabat atau tidak bisa masuk di birokrasi, itu hanya pemahaman yang mungkin muncul karena perhatian dari pemerintah yang kurang, sehigga di harapkan santri tidak hanya menjadi da’I tapi juga menjadi ekonom dan birokrat,” ujarnya. (jaz/hay)