Penuhi Tanggungjawab, PBNU Luncurkan Buku Fiqih Disabilitas

Sekretaris LBM PBNU KH Sarmidi Husna (kanan) saat peluncuran buku “Fiqih Disabilitas†di Kantor Kemenko PMK, Jakarta Pusat, Kamis siang, 29 Nopember 2018 (santrinews.com/nuo)
Jakarta – Lembaga Bahtsul Masail Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (LBM PBNU) meluncurkan buku “Fiqih Disabilitas”. Buku ini berisi panduan praktis dan rinci masalah fiqih terkait ibadah, muamalah, perkawinan, hingga politik untuk kalangan disabilitas.
Sekretaris LBM PBNU KH Sarmidi Husna menjabarkan alasan peluncuran buku tersebut. Diantaranya sebagai bentuk tanggungjawab memenuhi tugas pokok NU sebagai ormas keagamaan.
“Ini bagian dari tanggung jawab NU sebagai ormas keagamaan,” kata KH Sarmidi Husna saat peluncuran di Kantor Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK), Jakarta Pusat, Kamis siang, 29 Nopember 2018.
Baca: Agama Tidak Kenal Diskriminasi kepada Disabilitas
Kiai Sarmdi mengutip salah satu Hadits Nabi yang berbunyi, Man lam yahtamma bi amril muslimin, fa laisa minhum, yang artinya orang yang tidak berkontribusi pada urusan umat Islam bukan bagian dari mereka.
“Kenapa NU perlu membahas masalah (disabilitas) ini. NU harus hadir. Ini perintah (Islam),” tegasnya.
Ia menjelaskan, buku ini dilengkapi dengan fiqih waqi’iyah atau masalah riil yang detail-detailnya diinventarisasi melalui diskusi intensif LBM PBNU dengan kelompok disabilitas dan pemerhati kalangan disabilitas.
Menurut dia, situasi Indonesia saat ini belum ramah terhadap kalangan disabilitas. Banyak fasilitas umum, layanan publik, layanan keagamaan, dan akses terhadap hak-hak sipil kalangan disabilitas belum berpihak pada kalangan disabilitas.
Baca juga: Sinta Nuriyah: Disabilitas Butuh Fasilitas Bukan Dikasihani
Menurutnya, peluncuran buku fiqih disabilitas ini bukan akhir dari gerakan yang disuarakan NU, kalangan disabilitas, dan sejumlah pemerhati masalah ini. Peluncuran buku ini menjadi awal untuk memberikan penyadaran kepada publik baik masyarakat maupun pemerintah.
“Kalau hal ini juga belum selesai di tangan masyarakat, maka negara bertanggung jawab penuh atas penguatan penyandang disabilitas. Kalau negara juga lemah, maka masyarakat luas harus mendukung negara untuk menyelesaikan semuanya,” tandasnya.
Ia mengajak semua pihak untuk ikut serta mengampanyekan paradigma baru dalam memandang kalangan disabilitas sebagai warga negara yang memiliki hak-hak sipil yang sama di hadapan hukum.
“Yang tidak kalah penting, kita butuh dukungan agar buku ini tersebar luas di kalangan disabilitas,” harapnya. (us/nuo)