Fiqih Teks dan Fiqih Realitas

Mengapa seringkali kita melihat umat Islam begitu kaku (jumud) dan kadang terlihat keras dalam beragama? Sangat mungkin karena mereka hanya memahami agama melalui teks, seakan agama seluruhnya adalah teks itu sendiri.

Dalam bahasa usul fiqihnya, seakan-akan setelah berijtihad dan merumuskan hukum dari teks maka selesailah tugasnya dan itulah agama.

Pandangan seperti itu tidaklah keliru, hanya saja belum tuntas, masih setengah jalan.

Setelah ijtihad dan merumuskan hukum dari teks sesungguhnya masih ada tugas lagi yang juga sangat penting, yaitu mempersambungkan (ittishal) dan mengaitkan (irtibath) hukum yang telah dirumuskan dari teks dengan realitas, baik realitas sosial, budaya, politik maupun ekonomi.

Hasil dari persentuhan hukum yang dirumuskan dari teks dan realitas itulah yang disebut agama (fiqih). Dalam bahasa lain:

الفقه أو الدين هو حصيل و منتج الجدلية بين النصوص والحوادث

Fiqih atau agama adalah hasil dan buah dari dialektika antara teks dan realitas.

Memahami teks adalah tugas ijtihad yang mulia, dan memahami realitas adalah tugas ijtihad juga yang tidak kalah mulianya. Usul fiqih menyebut ijtihad yang pertama dengan ijtihad bi takhtijil manath, dan ijtihad yang kedua dengan ijtihad bi tahqiqi al manath.

‘Isham Ahmad Ibn Al Basyir, salah seorang tokoh ulama asal Sudan menyatakan bahwa fiqih itu ada macam, yaitu;

فقه عن الله فيما شرع وفقه عن الله فيما خلق

Memahami hukum Allah yang disyariatkan dalam kitab sucinya, dan memahami hukum Allah yang diciptakan dalam jagad raya.

Sumber hukum menurut beliau bukan hanya hanya kitab suci yang dibaca (القران المقروء), tetapi juga jagad raya yang dicipta (الكون المسطور). Inilah salah satu bentuk moderasi beragama, yaitu memoderasikan dan menseimbangkan antara kedua sumber hukum itu yang kedua bersumber dari Allah.

Sikap ekstrim biasanya lahir dari ketidakseimbangan membaca kedua sumber hukum itu. Pembaca teks seakan paling benar dan paling religius dari pembaca realitas dan juga sebaliknya.

Fiqih, agama atau hukum yang hanya dirumuskan dari salah satunya adalah produk yang belum matang. Jangan berikan umat produk fiqih, agama, hukum yang belum matang, mereka bisa sakit dan mengganggu orang lain. Wallahu A’lam. (8)

Semarang, 20 Mei 2022

Dr KH Imam Nakha’i, Dosen Fikih-Ushul Fikih di Ma’had Aly Salafiyah-Syafi’iyah Sukorejo, Situbondo.

Terkait

KHAZANAH Lainnya

SantriNews Network