Pendapat Ulama Fiqih: Membakar Bendera HTI Wajib dan Berpahala

Jepara – Wakil Katib PWNU Jawa Tengah, KH Nasrullah Afandi merespon peristiwa pembakaran bendera organisasi terlarang Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) oleh oknum berseragam Banser yang menuai pro-kontra di ruang publik itu.

Gus Nasrul, sapaan akrabnya, memaparkan keberadaan HTI dan hal-hal yang berkaitan dengan gerakan organisasi terlarang tersebut, termasuk simbol-simbol HTI, dalam tinjauan ushul fiqih adalah Syad ad-Dari’ah atau sesutu yang membahayakan.

HTI jelas mengancam stabilitas negara,” tegas peraih Doktor Maqashid Syariah Suma Cummlaude dari Universitas Al-Qurawiyin Maroko itu.

Menurutnya, bendera HTI, bisa diqiyaskan dengan rudal, nuklir, atau senjata pemusnah lainnya, yang sengaja bertujuan untuk memusnahkan atau menjatuhkan suatu negara yang dalam keadaan aman dan tentram. Meskipun ‘dibungkus’ senjata itu tertulis kalimat tauhid, namun senjata tersebut harus dimusnahkan.

“Jadi, meski dalam sebuah bendera organisasi tertentu tertulis kalimat tauhid, tetapi organisasi tersebut jelas-jelas sudah dilarang oleh pemerintah, karena mengancam keutuhan bangsa dan Negara, maka bendera organisasi atau gerakan modus semacam itu, wajib dimusnahkan,” tegasnya.

Bahkan, sambung dia, ideologi HTI lebih berbahaya dari mortir. Jika mortir hanya bisa merobohkan bangunan kokoh, tetapi ideologi HTI berisiko menghancurkan negara dan moralitas manusia,” ujar kiai NU yang aktif sebagai mubaligh itu.

Ia menegaskan pada kasus tersebut bukan membakar kalimat tauhid-nya, tetapi memusnahkan alat penjahat negara, yaitu membakar bungkus politisasi agama yang dilakukan oleh organisasi terlarang dan sudah jelas dilarang oleh pemerintah itu.

Dosen senior Ushul Fiqih Ma’had Aly Pesantren Balekambang Jepara itu menegaskan HTI jelas adalah gerakan terlarang karena bertujuan meruntuhkan NKRI.

“Gagasan khilafah oleh HTI dianalisis dalam perspektif Maqoshid Syariah, merupakan Jalbul Maslahath al-mutawahhamah atau berasumsi adanya kebaikan. Dengan penerapan khilafah di Indonesia, dengan target memberangus Pancasila,” urainya.

Padahal, sejatinya gagasan Khilafah di Indonesia oleh HTI adalah Jalbul Mafasid Al-mutahaqqoqoh (mengundang mafasid atau berbagai mara bahaya yang benar-benar nyata) karena mengganggu stabilitas negara, berisiko pada stabilitas ekonomi-sosial dan politik.

Pertumpahan darah dipastikan akan jatuh korban ribuan jiwa pro kontra jika kelompok HTI memaksakan ajaran mereka. Jadi, jika dalam tinjauan fiqih gerakan HTI adalah bughot (pembangkang negara).

Sedangkan dimensi ushul fiqih-nya adalah syad ad-daroi (skandal yang mendatangkan bahaya). “Maka natijah maqoshid syariah -nya gerakah HTI adalah mafsadat al-kubra (kerusakan besar),” katanya.

Obsesi HTI menerapkan syariat Islam di Indonesia, tetapi prosedurnya sudah menabrak Maqoshid syariah.

Meski demikian, alumnus Pesantren Lirboyo Kediri itu menyerukan, ketika publik menemukan bendera atau simbol-simbol HTI, lebih tepat diserahkan kepada aparat berwajib. (us/nuo)

Terkait

Nasional Lainnya

SantriNews Network