Gus Dur dan Maulid Yesus Kristus
Gus Dur bersama Kardinal Jean Lauis Tauran, Presiden Dewan Kepausan Dialog Antaragama dari Vatikan (santrinews.com/istimewa)
Di antara tokoh Muslim Indonesia, barangkali Gus Dur-lah tokoh yang paling lekat diasosiasikan dengan umat Kristen dan peringatan Natal. Persahabatannya dengan Romo Mangun telah diketahui oleh umum. Bahkan dari persahabatan ini banyak cerita lucu.
Salah satunya ketika Gus Dur hendak shalat di kamar Romo Mangun dan sang Romo bersiap menurunkan salib yang tergantung di dinding tepat di depan Gus Dur yang hendak shalat, tapi dilarang Gus Dur dengan kelakar: “Wong saya gak bisa lihat saja kok”.
Pada tahun 1996, setelah peristiwa kerusuhan massal yang berakhir dengan perusakan beberapa gereja di Situbondo, Gus Dur memerintahkan Banser untuk menjaga gereja saat umat Nasrani merayakan Natal. Sejak saat itu, Banser selalu menjaga gereja saat umat Nasrani melakukan ibadah atau merayakan Natal.
Bahkan, kebijakan Gus Dur ini akhirnya melahirkan peristiwa yang sangat menyedihkan. Riyanto, seorang Banser dari Mojokerto, wafat karena ledakan sebuah bom yang dikirim oleh seorang teroris ke Gereja Eben Haizer Mojokerto.
Yang paling kontroversial adalah ketika Gus Dur membuka Malam Puisi Yesus Kristus di gereja. Karena peristiwa ini, Gus Dur sampai “dikafirkan” salah seorang habib.
Saat di Yerussalem, Desember 2003, Gus Dur membuat sebuah tulisan singkat berjudul: Harlah, Maulid, dan Natal. Di sini, Gus Dur menjelaskan dengan gamblang pandangannya tentang perayaan Natal.
“ …peristilahan ‘Natal’ adalah saat Isa Al-Masih dilahirkan ke dunia oleh “perawan suci” Maryam… Natal, dalam kitab suci Al-Qur’an disebut sebagai “yauma wulida” (hari kelahiran, yang secara historis oleh para ahli tafsir dijelaskan sebagai hari kelahiran Nabi Isa, seperti terkutip: “kedamaian atas orang yang dilahirkan (hari ini)” (salamun yauma wulid) yang dapat dipakaikan pada beliau atau kepada Nabi Daud. Sebaliknya, firman Allah dalam surat al-Maryam: “Kedamaian atas diriku pada hari kelahiranku” (al-salamu ‘alaiyya yauma wulidtu), jelas-jelas menunjuk kepada ucapan Nabi Isa. Bahwa kemudian Nabi Isa “dijadikan” Anak Tuhan oleh umat Kristiani, adalah suatu hal yang lain lagi…. Artinya, Natal memang diakui oleh kitab suci Al-Qur’an, juga sebagai kata penunjuk hari kelahiran beliau, yang harus dihormati oleh umat Islam juga. Bahwa, hari kelahiran itu memang harus dirayakan dalam bentuk berbeda, atau dalam bentuk yang sama tetapi dengan maksud yang berbeda, adalah hal yang tidak perlu dipersoalkan. Jika penulis merayakan Natal adalah penghormatan untuk beliau dalam pengertian yang penulis yakini, sebagai Nabi Allah Swt. … kemerdekaan bagi kaum Muslimin untuk turut menghormati hari kelahiran Nabi Isa, yang sekarang disebut hari Natal. Mereka bebas merayakannya atau tidak, karena itu sesuatu yang dibolehkan oleh agama.”
Mengapa Gus Dur berpendapat seperti itu? Marilah kita baca al-Quran, surah Maryam 30-34:
قَالَ اِنِّىۡ عَبۡدُ اللّٰهِ ؕ اٰتٰٮنِىَ الۡكِتٰبَ وَجَعَلَنِىۡ نَبِيًّا
Artinya: “Dia (Isa) berkata, “Sesungguhnya aku hamba Allah, Dia memberiku Kitab dan Dia menjadikan aku seorang Nabi.”
وَّجَعَلَنِىۡ مُبٰـرَكًا اَيۡنَ مَا كُنۡتُۖ وَاَوۡصٰنِىۡ بِالصَّلٰوةِ وَالزَّكٰوةِ مَا دُمۡتُ حَيًّا وَّبَرًّۢابِوَالِدَتِىۡ وَلَمۡ يَجۡعَلۡنِىۡ جَبَّارًا شَقِيًّا
Artinya: “Dan Dia menjadikan aku seorang yang diberkahi di mana saja aku berada, dan Dia memerintahkan kepadaku (melaksanakan) shalat dan (menunaikan) zakat selama aku hidup; dan berbakti kepada ibuku, dan Dia tidak menjadikan aku seorang yang sombong lagi celaka.”
وَالسَّلٰمُ عَلَىَّ يَوۡمَ وُلِدْتُّ وَيَوۡمَ اَمُوۡتُ وَيَوۡمَ اُبۡعَثُ حَيًّا
Artinya: “Dan salam/kesejahteraan semoga dilimpahkan kepadaku, pada hari kelahiranku, pada hari wafatku, dan pada hari aku dibangkitkan hidup kembali.”
ذٰ لِكَ عِيۡسَى ابۡنُ مَرۡيَمَ ۚ قَوۡلَ الۡحَـقِّ الَّذِىۡ فِيۡهِ يَمۡتَرُوۡنَ
Artinya: “Itulah Isa putra Maryam, (yang mengatakan) perkataan yang benar, yang mereka ragukan kebenarannya.”
Di depan para kiai, Gus Dur menjelaskan akidahnya sekalipun dia menghadiri perayaan Natal:
“…masuk gereja…hukumnya tidak haram. …Yesus Kristus hanya sekedar nama yang tidak harus berisi akidah tertentu. Yesus adalah nama dalam salah satu bahasa Eropa yang mempunyai akar dalam Bahasa Siryani. “Esu” dalam Bahasa Arab adalah “Isa”. Nama Kristus berasal dari Bahasa Yunani Kuno, “Kristos” yang berarti “Juru Selamat”, yang dalam Bahasa Arabnya adalah “Al-Masih”, istilah yang dipakai dalam Alqur’an sendiri. Soal i’tiqad yang dikandung kedua kata itu, terserah kepada yang mengucapkannya. Tentu saja, ketika saya mengucapkan Yesus Kristus, akidah yang ada dalam hati saya adalah Ahlusunnah.”
Selamat Natal bagi saudara-saudara Nasrani yang sedang merayakan. []
Prof Ahmad Zainul Hamdi, Wakil Rektor III Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Ampel Surabaya.