Haul Gus Dur, Natal dan Maulid Nabi
ADA yang istimewa di bulan Desember tahun 2015 ini. Tanggal 24 digelar Maulid Nabi SAW (tepat 12 Rabiul Awal), 25 diperingati hari Natal bagi kaum Nasrani, dan 26 sudah dimulai rangkaian Haul keenam wafatnya Gus Dur (30 Desember 2009).
Selalu saja ada yang menarik jika kita mengingat tiga peristiwa ini dengan melibatkan tokoh-tokoh yang super hebat: Gus Dur, Nabi Muhammad dan Nabi Isa (versi lain Yesus, walau tidak semua sepakat).
Yang jelas Gus Dur adalah manusia biasa tetapi luar biasa. Orang mau mengatakan apapun, Gus Dur adalah Gus Dur yang sudah berjasa untuk bangsa Indonesia. Di saat orang memakinya, justru ia tertawa. Di saat orang memujinya, malah ia rendahkan dirinya. Itulah Gus Dur yang sudah 6 tahun meninggalkan dunia.
Enam tahun bukan waktu yang lama. Baru saja kemarin ia tiada dan masih ada orang yang meyakini ia tetap tetap ada dan mudah ditemui, yaitu di makam Tebuireng Jombang.
Iya benar. Kapan pun kita ingin berjumpa, Gus Dur selalu ada dan terbaring di pusara. Makamnya tak pernah henti diziarahi. Saking ramainya orang menyebutnya sebagai waliyullah.
Salah satu hobi Gus Dur saat masih hidup adalah silaturrahmi dan ziarah. Dua hal yang sama tapi berbeda alam. Makam-makam suci selalu ia singgahi. Bahkan makam yang ada di tengah hutan dan pucuk gunung pun ia singgahi.
Itulah arti pentingnya orang hidup mengenang kematian. Dan betapa bermaknanya orang yang hidup selalu hadir dan belajar spiritual dari orang suci yang telah tiada.
Kehadiran kita dalam maulud Nabi juga sama. Intinya kita turut bangga dengan kelahiran Sang Nabi pujaan. Dan Islam berkibar juga karena ajarannya. Di saat kita tidak bisa ziarah ke Madinah, tapi kita hadir memperingatinya.
Maulud adalah cermin tombak peradaban Islam dan Nabi Muhammad menjadi figur pusat perhatian dunia.
Banyak cara orang menghormatinya. Ada yang sekedar berdo’a, ada yang bershalawat, ada yang memainkan musik tradisional rebana dan lain sebagainya.
Di sisi lain kebahagiaan orang Islam memperingati Haul Gus Dur dan Maulud Nabi, saudara kita kaum Nasrani merayakan hari Natal sebagai lebaran kebahagiaan. Tentunya itu hari bahagia bagi saudara kita.
Dalam dimensi waktu yang sedemikian dekat itu, ada hal yang paling penting untuk diikat yaitu persaudaraan hidup dan kedamaian Indonesia.
Pesan Gus Dur sebagai tokoh pluralis tentunya tak dapat kita lupakan. Bahwa Indonesia adalah negara bangsa yang jelas dihuni oleh banyak keyakinan agama.
Pesan suci Nabi Muhammad ketika memulai hijrah di Madinah juga sama bahwa hidup beda agama adalah rahmat. Dan pesan Yesus soal hidup bersaudara juga tidak lepas dari ajaran Kristiani.
Satukan Indonesia walau berbeda. Jangan cabik-cabik kedamaian di bumi Nusantara. Sebab Islam Nusantara adalah Islam dengan penuh kedamaian sebagaimana ajaran Walisongo dan ajaran Gus Dur tentang pribumisasi Islam. (*)
M Rikza Chamami, Dosen UIN Walisongo Semarang.