Raja Arab Versus Ulama

Ingat kerajaan Arab Saudi sekarang, ingat Daulah Umawiyah tempoe doelo. Yang jadi raja atau khalifah tak selalu ulama. Dari beberapa khalifah dalam Daulah Umawiyah, mungkin hanya Umar ibn Abdil Aziz yang berkapasitas ulama. Selebihnya adalah raja seperti umumnya raja.
Bagaimana dengan raja-raja Saudi dalam Dinasti Saud sekarang? Jawabnya; setali tiga uang. Para raja rata-rata tak dikenal sebagai tokoh agama. Pihak kerajaan menyerahkan sepenuhnya urusan-urusan keagamaan pada para ulama seperti Syaikh Bin Baz, Syaikh Albani, Sholeh Utsaimin.
Perilaku raja dan ulama pun beda. Raja-raja Arab Saudi lebih rileks dalan beragama. Beda dengan keberagamaan para mufti dan da’inya yang cenderung kaku-rigid.
Jika sang raja tak anti-Barat bahkan cenderung bekerja sama dengan Barat, maka para ulamanya secara sepintas tampak anti Barat. Jika Raja Salman tak masalah datang ke China, maka ntah para ulamanya. Raja Salman pun berlibur ke Bali, bukan ke Aceh.
Menarik, dua kekuasaan seperti terpisah dan masing-masing sudah tahu porsinya. Raja tak mengintervensi soal-soal keagamaan yang memang menjadi wilayah ulama. Para ulamanya pun tak memasuki wilayah politik yang sepenuhnya dalam “otoritas” raja. Karena itu, di Saudi sangat jarang ada ulama mengkritik atau mendemo kerajaan.
Beda Saudi Arabia, tentu beda juga Indonesia. (*)
Selasa, 28 Pebruari 2017
Abdul Moqsith Ghazali, Wakil Ketua Bidang Maudlu’iyyah Lembaga Bahtsul Masail Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (LBM PBNU) Masa Khidmat 2015-2020.