Hikam Zain: Raja Hutan Versus Akal Pikiran

MACAN adalah raja hutan. Di hutan belantara yang begitu luas, rajanya adalah macan. Semua lari di saat macan lewat. Takut dimangsa, dan takut dianiaya. Manusia dengan akal dan pikirannya bisa mengalahkan segalanya yang ada dialam ini.

Jika dahulu manusia takut dengan macan, era modern seperti ini macan malah dijadikan tontonan, dikurung bahkan jika sampai melawan akan ditembak dari kejauhan sampai mati, seperti yang terjadi di kebun binatang, karena macan tersebut mencakar dan membawa lari manusia yang sedang asyik nonton.

Dengan akal pikiranlah semua yang ditakuti akan letih dan tak berdaya. Sekuat apapun hewan saat ini justru mereka punah, malahan ada yang dibuat santapan semisal buaya, cobra dan hewan-hewan ganas lainnya.

Begitulah umat manusia, diberikan kelebihan oleh Allah dengan akal dan pikirannya. Maka manusia yang terbaik adalah yang berpikir untuk kemaslahatan umat, kemaslahatan bersama.

Sebuah maqolah indah, “barang siapa takut kepada Allah, maka makhluknya pun akan segan”.

Berikut beberapa kisah ulama yang hewan buas pun segan untuk melukainya.

Syeikh Al Ashma’i RA menceritakan pengalamannya. Satu masa ketika ia mengikuti perjalanan rombongan haji ke Mekah dengan mengendarai unta, di tengah padang pasir tiba-tiba muncul seekor singa yang menghalangi perjalanan rombongan haji itu. Rombongan haji itu terpaksa berhenti, tidak berani meneruskan perjalanan. Orang dalam rombongan itu semuanya panik dan kalang kabut, mereka takut melihat singa yang duduk menghadang jalan mereka.

Al Ashma’i berinisiatif memanggil seorang pengawal untuk menghalau singa itu, namun pengawal itu juga takut menghadapi singa itu. Ia berseru pada semua anggota rombongan, adakah diantara mereka yang berani dan mampu mengusir singa itu?. Tidak ada satu orangpun yang berani maju, semua diam ketakutan.

Tiba tiba ada satu suara yang menjawab: “Jika yang kau maksud seorang laki-laki memang diantara kami tidak ada satupun yang berani menghadapi singa itu, namun aku kenal diantara kami ada seorang perempuan yang mungkin dapat menghalau singa itu, tanpa pedang atau senjata apapun. Perempuan itu ada bersama kita dalam rombongan ini,” kata orang itu.

“Dimana orang itu?” kata Al-Ashma’i bingung.

“Ia ada dalam tandunya,” kata orang itu.

Al-Ashma’i pun pergi mendapati perempuan itu dalam tandunya, dan berkata: “Ummi, jika tidak keberatan turunlah dari tandumu, tolonglah rombongan ini, ada seekor singa yang menghalangi perjalanan rombongan kita.”

Perempuan itu menjawab: “Takutkah kalian pada singa itu? Sedang kalian semua orang laki-laki dan sekarang kalian minta tolong pada seorang perempuan,” sindir perempuan itu.

Semua orang terkesima mendengar jawaban perempuan itu, mereka mengakui kebenaran pernyataan itu.

Mereka berkata: “Ya memang kami semua takut pada singa itu, kami juga tidak tahu bagaimana cara menghalau singa yang merintangi perjalanan rombongan kami ini. Mungkin Ummi dapat menghalau binatang buas tersebut.”

“Baiklah,” jawab perempuan itu. “Tapi aku ini seorang perempuan. Apakah kalian suka jika aku dilihat oleh singa itu, padahal singa itu singa jantan sedang aku seorang perempuan?”

Perempuan itu melanjutkan: “Katakan pada singa itu bahwa Ummu Fatimah menyampaikan salam padanya, dan dia bersumpah demi Zat yang tidak pernah mengantuk dan tidur, menyingkirlah dari jalan rombongan ini.”

Al Ashma’i berkata: “Demi Allah, belum selesai ucapan perempuan itu, singa tersebut telah berdiri dan langsung lari menghilang dari pandangan mata.”

Rupanya perempuan itu termasuk dari kalangan orang yang dimuliakan Allah, dan singa itupun sungkan padanya.

Harimau yang mendengarkan zikir dan bacan Qur’an.

Dalam kisah lain diceritakan seorang Hakim di negeri Mesir, Ahmad ibn Thulun memenjarakan seorang syeikh Abu Hasan Ahmad ibn Banan yang datang padanya untuk melakukan amar ma’ruf nahi munkar.

Ia tidak bisa menerima ucapan Syeikh itu yang menyampaikan ucapan Rasulullah: “Dua orang jika mereka saleh, maka umat pun saleh. Jika keduanya rusak, maka umat pun rusak yaitu ulama dan umara.”

Hakim Ahmad marah dan naik pitam sampai ke ubun-ubun, hatinya membara dibakar nafsu amarah. Ia tidak mampu mengendalikan emosinya, ia memerintahkan bawahannya: “Tangkap Syeikh ini, lemparkan dia ke kandang harimau yang kelaparan agar menjadi mangsanya, dan kunci mereka di dalam sehingga tidak ada lagi daging dan tulang yang tersisa”

Abu Hasan pun ditangkap dan dijebloskan ke dalam kandang harimau yang kelaparan itu. Namun pagi harinya para penjaga tercengang ketika mengetahui apa yang terjadi. Mereka melihat Syeik itu sedang duduk dengan tenang sambil berzikir dan membaca Al-Qur’an, sementara harimau yang kelaparan itu duduk di dekatnya menganggukan kepala dengan santai dan merendahkan diri, seolah olah tahu isi zikir dan ayat yang dibaca Syeikh itu.

Ayat yang dibaca Syeikh itu yang artinya:

Allah telah menurunkan perkataan yang paling baik (yaitu) Al Qur’an yang serupa (mutu ayat-ayatnya) lagi berulang-ulang, gemetar karenanya kulit orang-orang yang takut kepada Tuhannya, kemudian menjadi tenang kulit dan hati mereka di waktu mengingat Allah. Itulah petunjuk Allah, dengan kitab itu Dia menunjuki siapa yang dikehendaki-Nya. Dan barang siapa yang disesatkan Allah, maka tidak ada seorang pun pemberi petunjuk baginya. (Az-Zumar 23)

Bagaimana harimau itu tidak akan tunduk mendengar ayat Qur’an yang dibaca tersebut, gunung saja jika diperdengarkan ayat Qur’an akan hancur dan pecah belah karena takutnya, seperti yang disebutkan dalam surat Al Hasyr ayat 21:

Kalau sekiranya Kami menurunkan Al Qur’an ini kepada sebuah gunung, pasti kamu akan melihatnya tunduk terpecah belah disebabkan takut kepada Allah. Dan perumpamaan-perumpamaan itu Kami buat untuk manusia supaya mereka berpikir. (Al Hasyr 21).

Kisah suami yang sabar terhadap akhlak buruk istrinya.

Kisah ini dicantumkan dalam kitab Uqudul Lujain. Bahwa ada seorang saleh mempunyai saudara yang saleh juga. Setiap tahun sekali ia mengunjungi saudaranya itu. Suatu hari ia datang. Setelah mengetuk pintu, isteri saudaranya bertanya dari balik pintu:

“Siapa?” Lalu ia menjawab: “Saudara seagama suamimu, saya datang untuk berkunjung”

“Suamiku pergi mencari kayu, semoga ia tidak kembali lagi,” sang isteri menjawab sambil mencaci-maki suaminya habis-habisan.

Tak lama kemudian sang suami datang dengan seikat kayu yang dipanggul singa di punggungnya. Kayu itu lalu diturunkan dari punggung singa sambil berkata kepada singa:

“Kembalilah! Semoga Allah memberkatimu.”

Kemudian ia mempersilahkan saudaranya masuk ke rumah. Setelah berucap salam, ia menunjukkan kegembiraan dengan kedatangan saudaranya. Saudaranya itupun berpamitan pulang seraya kagum atas kesabaran saudaranya terhadap isterinya, karena tidak terucap satu katapun dari mulutnya untuk membalas perkataan kotor istrinya.

Pada tahun berikutnya, saudara si suami tadi datang lagi. Setelah mengetuk pintu, isterinyapun berkata:

“Siapa?”

Ia menjawab: “Saya saudara suamimu, datang untuk berkunjung.”

“Selamat datang”. Jawab sang isteri sembari memuji tamu yang datang, dan sambil menunggu suaminya pulang, ia memuji suaminya.

Lalu suaminya datang dengan membawa kayu bakar di atas pundaknya, kemudian mempersilahkan tamunya masuk dan menyuguhi makanan.

Ketika saudaranya itu hendak kembali, ia bertanya mengenai perwmpuan yang dilihatnya tadi yakni isteri saudaranya itu. Ia juga bertanya tentang kayu bakar yang dibawa sendiri di atas pundaknya, mengapa tak lagi dibawakan seekor singa seperti tahun lalu.

“Ketahuilah wahai saudaraku, isteriku yang berlidah panjang sudah meninggal dunia. Aku berusaha bersabar atas perangai buruknya, sehingga Allah memberikan kemudahan bagiku untuk menundukkan seekor singa, karena kesabaranku itu. Lalu aku menikah lagi dengan perempuan yang solehah ini, aku sangat bahagia bersamanya. Maka singa itu pun dijauhkan dariku, sehingga aku sendiri yang memikul kayu bakar itu, karena aku mendapatkan kebahagiaan dengan isteriku yang solehah ini”.

Cerita ini dikisahkan dalam Kitab Uqudul Lujain fi Bayani Huquqi Zujain karya Imam Nawawi al Bantani. (*)

Wallahul Musta’an.

Salam Takdzim
Ahmad Zain.
AnNur II Bululawang Malang.

Terkait

Opini Lainnya

SantriNews Network