Hikam Zain: Haji Maghrur
SESUNGGUHNYA maksiat itu sudah jelas, taat pun sudah begitu gamblang keteranganya.
Yang masih samar-samar yaitu mendahulukan amalan yang lebih penting kemudian yang penting dan yang sedang-sedang saja.
Contohnya adalah: Sebagian orang tidak menginfak-kan hartanya, karena untuk pergi haji yang kedua kali dan seterusnya dan membiarkan tetangganya kelaparan.
Begitu kata Hujjatul Islam Imam Al Ghazali.
Sahabat Ibnu Mas’ud pernah berucap: Pada akhir zaman nanti akan banyak seseorang yang pulang pergi haji berkali-kali , sedangkan kembali kerumahnya dalam keadaan amal yang terhalangi. Hal itu disebabkan tidak perduli pada masyarakat sekitar.
Sebuah kisah indah, tertuliskan dalam kitab-kitab salaf.
Seorang laki-laki mau berpamitan untuk melaksanakan ibadah haji pada Kiai Bisr al Hafi.
Terjadilah percakapan.
Wahai syekh aku mau pergi haji, ada yang didawuhkan untukku? Tanya seorang laki-laki tersebut.
Kiai Bisr balik bertanya: Berapa yang engkau persiapkan untuk haji?
“2000 dirham,” jawabnya.
Apa yang engkau niatkan dalam berhaji? jalan-jalan, atau kangen saja pada Baitullah atau untuk mencari ridla Allah.
“Keridlaan Allah,” jawabnya.
Jika kamu ingin ridla Allah, kembalilah saja ke rumahmu, berikan 2000 dirham itu kepada yang berhak dan yakinlah bahwa itu akan mendapatkan keridlaan Allah. Apa kamu mau? Tantangnya.
Ya. Jawab laki-laki yang sowan pada Kiai Bisr.
Kalau begitu pergi dan bagikan uang itu. Banyak disana orang yang tidak bisa bayar hutang, faqir miskin yang masih kelaparan, orang yang kesakitan dan tidak bisa membayar biaya dokter, dan banyak anak yatim yang ingin dibahagikan.
Engkau membahagiakan seorang muslim, menolong orang yang dalam keadaan sakit menolong orang yang lemah itu lebih baik darimu dari pada seratus kali haji.
“Berdirilah, pergi dan bagikan apa yang telah aku perintahkan padamu, jika tidak, jangan pernah lagi menjengukku,” dawuh Kiai Bisr.
“Baiklah sesungguhnya ridla Allah lebih aku cari dari pada hanya bepergian haji yang sudah berulang kali,” jawab santun sang murid.
Tersenyumlah Kiai Bisr al-Hafi dan berkata: Sesungguhnya jual beli yang bersih dari perkara haram dan syubhat hartanya akan menarik pada sang pelaku untuk terus berbuat baik.
Masih pendapat Imam al Ghazali yang dicuplik dari kitab Al Ghurur:
Barangsiapa yang berkecukupan dan tidak mau menafkahi orang tuanya malah lebih mendahulukan hajinya maka barangkali hajinya akan menjadi maghrur (tertipu).
Syekh Al Qordhawi pernah memberikan fatwa: Sesungguhnya infaq pada jam’iyah pesantren, madrasah, yayasan dll itu lebih baik dari pada haji tathowwu’ dan karena ini juga untuk memberikan kesempatan haji pada muslimin yang belum melaksanakkanya.
Semoga yang saat ini berhaji, hajinya dimabrurkan oleh Allah, dan kita yang belum pernah melaksanakan semoga segera dipanggil. (*)
Referensi :
1. Ikhya’ Ulumuddin
2. Fiqh Aulawiyat lil Qordhowi.
Salam Takdzim
Ahmad Zain Bad.
AnNur II Bululawang Malang.