Haji-Umrah
Soal Fasilitas Jamaah Haji Indonesia di Tanah Suci, Kemenag Dinilai Tak Transparan
Jakarta – Fasilitas hotel bagi Jemaah Haji Indonesia di Madinah, khususnya persoalan lokasi, dinilai masih terlalu jauh, meskipun telah berada di area lingkar (ring) satu di Masjidil Haram.
Hal itu disampaikan Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI Iskan Qolba Lubis saat mengawasi pelaksanaan ibadah haji di Arab Saudi, Senin, 6 September 2016.
“Sejauh ini kondisi hotel di Madinah, sejumlah 115 buah yang disewa bagi jemaah haji terletak di ring satu, namun waktu yang sama di Makkah tidak banyak peningkatan, karena masih ada hotel dengan jarak mencapai 4.398 M. Jarak sejauh itu sudah pasti jemaah lansia sulit ke Mesjid,” jelas Iskan.
Menurut Iskan, Kementerian Agama (Kemenag) selama ini dinilai belum transparan menyangkut fasilitas bagi Jemaah Haji Indonesia di tanah suci. Sebab, selama ini Kemenag hanya menyampaikan data yang sangat normatif dan tidak substantif. Hal itu membuat Komisi VIII DPR RI kurang optimal dalam fungsi pengawasan.
“Data yang disampaikan hanya sekitar tahapan penyelenggaraan haji yang sebenarnya tidak terlalu dibutuhkan, namun pada waktu yang sama proses tender, pengelolaan APBN, dan dana masyarakat yang dikelola Kemenag seolah tertutup rapat,” papar Legislator PKS dari Daerah Pemilihan Sumatera Utara II ini.
Belum idalnya fasilitas bagi Jemaah Haji Indonesia ini, menurut Iskan, semakin menguatkan upaya untuk memisahkan antara regulator dan operator dalam penyelenggaraan haji. Apalagi, menurut Iskan, Kemenag mengendalikan dana lebih dari Rp 50 triliun , namun tidak dikelola secara profesional, sehingga tidak bermanfaat secara optimal bagi Jemaah Haji Indonesia.
“Untuk petugas haji saja, tercatat saat ini di Makkah berjumlah 856 orang, PPIH Kemenag sebanyak 267 orang, PPIH Kemenkes berjumlah 162 orang. Belum lagi Temus Kemenag berjumlah 159 orang, Temus Kemenkes 159 orang, dan Temus Transportsi berjumlah 118 orang. Namun dengan jumlah sebanyak itu, terlihat layanan masih di bawah standar, padahal yang dibutuhkn tenaga lapangan dari mahasiswa dan mualimin, yang tinggal di sana, sehingga efektif dan efisien,” kata Iskan.
Belum maksimalnya pelayanan haji tersebut juga berlaku untuk fasilitas kesehatan. Hal itu sebagaimana tercatat di Kementerian Kesehatan bahwa sebanyak Jemaah Haji Indonesia yang meninggal sebanyak 70 (tujuh puluh) orang karena menderita sakit jantung.
“Banyaknya korban meninggal karena jantung itu, disebabkan fasilitas kesehatan tidak memadai. Selama ini fasilitas hanya sekelas klinik pratama, padahal Indonesia harusnya punya rumah sakit sendiri di Saudi,” pungkasnya. (us/onk)