Inti Agama menurut Kitab Nasho’ihul Ibad

Kitab Nasha’hul Ibad adalah kitab Syarah atas Kitab al Munabbihat karya Ibnu Hajar al Asqalani, yang ditulis Oleh Syaikh Muhammad Nawawi al Banteni al-Jawi.

Kitab ini berisi nasehat-nasehat, baik dari Nabi, Sahabat maupun Tabi’in. Menarik karena mengumpulkan Hadis atau Atsar yang berisi pesan dua dua, tiga tiga, empat empat sampai sepuluh sepuluh. Makanya kitab ini cocok bagi dai dai yang gemar menyebut misalnya “ada dua hal, ada tiga hal, ada empat hal, ada lima hal dan seterusnya”.

Salah satu pesan utama yg dikutip di awal kitab ini adalah tentang “Inti Agama”. Dengan mengutib hadist Nabi, Ibnu Hajar al Asqalani menyatakan “ada dua hal, tidak ada apapun yang lebih dari keduanya, yaitu 1. Iman kepada Allah dan 2. Memberikan Mamfaat kepada kaum muslimin.” Memberikan mamfaat kepada muslimin bisa dengan ucapan, harta, kekuasaan maupun dengan kemampuaannya.

Dua hal itulah ajaran Islam yang paling top, katakanlah dua hal itulah inti agama. Dua hal ini tidak dapat dipisahkan, sebab tidak ada orang yang berbuat baik kepada sesama kecuali didasari oleh tauhid yang baik, dan sebaliknya tauhid yang baik (imam hanya kepada Allah) pastilah melahirkan sikap untuk selalu memberi mamfaat pada sesama.

Jika ada seorang bertauhid, beriman kepada Allah, namun tidak melahirkan sikap baik kepada sesama justru kerap menyengsarakan sesama, berarti keimanannya bermasalah. Jangan jangan ia tidak beriman kepada Allah, melainkan ia sendiri menganggap dirinya sebagai allah (dengan huruf kecil).

Bahkan konon, dua hal di atas pahala tidak lebih sedikit dari haji mabrur. Saat kini, katanya mencari haji mabrur sangatlah sulit. Nah, memberi mamfaat kepada sesama pahalanya sama dengan haji mabrur.

Nabi bersabda: “Siapapun yg masuk di waktu pagi dan berniat untuk tidak berbuat zalim pada sipapun, maka diampuni dosa yang dilakukannya, dan sipapun masuk di waktu pagi dan berniat memantu orang yang terzalimi, maka baginya pahala seperti pahala haji mabrur”.

Jika saat ini kita kesulitan berhaji karena covid, kalaupun haji belum tentu menjadi haji mabrur, mengapa tidak kita coba melakukan “Inti Agama” di atas. Wallhu A’lam. (*)

Situbondo, 2 Nopember 2020

Dr KH Imam Nakha’i, Dosen Fikih-Ushul Fikih di Ma’had Aly Salafiyah-Syafi’iyah Sukorejo, Situbondo.

Terkait

Syariah Lainnya

SantriNews Network