Jumlah Rakaat Shalat Tarawih Menurut Mazhab Syafi’i dan Jumhur Ulama

Yang muktamad (resmi) dalam mazhab Syafi’i, jumlah rakaat shalat tarawih adalah 20 rakaat dengan salam pada setiap dua rakaatnya dan istirahat pada setiap empat rakaatnya, lalu ditutup dengan shalat witir tiga rakaat.
Ini selain pendapat mazhab Syafi’i, juga merupakan pendapat jumhur ulama atau hampir bisa dikatakan empat mazhab, yaitu dari kalangan Hanafiyyah, Hanabilah, dan sebagian Malikiyyah. Adapun pendapat yang masyhur dari Malikiyyah, adalah 36 rakaat.
Dalilnya adalah riwayat As-Saib bin Yazid radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata:
كَانُوا يَقُومُونَ عَلَى عَهْدِ عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ فِي شَهْرِ رَمَضَانَ بِعِشْرِينَ رَكْعَةً
“Mereka (para sahabat) shalat tarawih di zaman Umar bin Khatab radhiallahu ‘anhu di bulan Ramadlan sebanyak 20 rakaat.” (HR. Al-Baihaqi: 4288)
Hadis di atas statusnya sahih (valid). Imam Nawawi berkata: “Ia (hadis di atas) diriwayatkan oleh imam Baihaqi dengan sanad yang sahih.” (Khulashah Ahkam, juz I, hlm. 576).
Disebutkan dalam riwayat Yazid bin Ruman dalam Muwatha’ karya Imam Malik secara mursal, bahwa jumlahnya 23 rakaat. Maksudnya, 20 rakaat shalat tarawihnya, sedangkan tiga rakaat adalah shalat witirnya. Demikian dijelaskan oleh Imam Al-Baihaqi sebagai bentuk kompromi di antara keduanya.
Maka, shalat tarawih 23 rakaat, merupakan sunahnya sahabat Umar bin Khatab. Dan sunah ini tidak diketahui ada yang mengingkarinya di zaman itu. Kalau dalam ushul fiqh, dinamakan ijma’ sukuti. Dan ijma’ sukuti merupakan hujjah menurut jumhur ulama ahli ushul.
Selain itu, Nab memerintahkan umatnya untuk berpegang dengan sunah khulafa’ rasyidin. Nabi bersabda: “Wajib kalian berpegang dengan sunahku dan sunah para khulafa’ rasyidin (yang empat) setelahku.” Dan sahabat Umar termasuk shalah satu dari mereka.
Imam Nawawi (w.676 H) berkata:
فَصَلَاةُ التَّرَاوِيحِ سُنَّةٌ بِإِجْمَاعِ الْعُلَمَاءِ وَمَذْهَبُنَا أَنَّهَا عِشْرُونَ رَكْعَةً بِعَشْرِ تَسْلِيمَاتٍ
“Maka salat tarawih hukumnya sunah dengan ijmak (konsensus) ulama, dan ini merupakan mazhab kami (Syafi’iyyah) dan sesungguhnya ia berjumlah dua puluh rakaat dengan sepuluh kali salam.”(Syarah Al-Muhadzab: 4/31).
Di halaman lain, imam An-Nawawi berkata:
مَذْهَبُنَا أَنَّهَا عِشْرُونَ رَكْعَةً بِعَشْرِ تَسْلِيمَاتٍ غَيْرَ الْوِتْرِ وَذَلِكَ خَمْسُ تَرْوِيحَاتٍ وَالتَّرْوِيحَةُ أَرْبَعُ رَكَعَاتٍ بِتَسْلِيمَتَيْنِ هَذَا مَذْهَبُنَا وَبِهِ قَالَ أَبُو حَنِيفَةَ وَأَصْحَابُهُ وَأَحْمَدُ وَدَاوُد وَغَيْرُهُمْ وَنَقَلَهُ الْقَاضِي عِيَاضٌ عَنْ جُمْهُورِ الْعُلَمَاءِ
“Mazhab (pendapat) kami (mazhab Syafi’i) sesungguhnya ia (shalat tarawih) berjumlah 20 rakaat dengan 10 kali salam selain witir. Dan yang demikian itu ada lima kali istirahat pada tiap empat rakaat dengan dua kali salam. Ini merupakan pendapat kami (mazhab Syafi’i) dan merupakan pendapat Abu Hanifah dan para sahabatnya, Ahmad bin Hanbal, Dawud dan selain mereka. Imam Al-Qadhi ‘Iyyadh menukil hal ini dari jumhur (mayoritas) ulama.” (Syarah Al-Muhadzab: 4/32).
Menurut imam An-Nawawi, penduduk Madinah shalat tarawih tiga pulun enam rekaat, dikarenakan penduduk Mekah setiap istirahat dari selesai dari empat rakaat dengan salam tiap dua rakaat (kecuali pada istirahat yang kelima), mereka thawaf di Ka’bah lalu shalat dua rakaat. Maka, penduduk Madinah berusaha untuk menyamai mereka dengan cara mengganti tiap thawaf mereka dengan empat rakaat, dimana semuanya berjumlah enam belas rekaat. Akhirnya, jumlah shalat Tarawih mereka menjadi 36 rakaat (20 rakaat ditambah 16 rakaat). Akan tetapi menurut pengarang kitab Asy-Syamil dan Al-Bayan dan Imam Syafi’i, selain penduduk Madinah tidak boleh mengamalkan amaliah salat Tarawih penduduk Madinah karena adanya kemuliaan penduduk Madinah dimana kota Madinah dijadikan tempat hijrah dan dimakamkannya Nabi (Syarah Muhadzab: 4/33).
Adapun ucapan Aisyah yang berbunyi:
مَا كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَزِيدُ فِي رَمَضَانَ وَلاَ فِي غَيْرِهِ عَلَى إِحْدَى عَشْرَةَ رَكْعَةً
“Rasulullah tidak pernah shalat di bulan Ramadlan dan di luar Ramadlan lebih dari 11 rakaat.” (HR. Bukhari: 1147 dan Muslim: 738).
Maksudnya adalah shalat witir, bukan shalat tarawih. Ini merupakan salah satu hadis yang banyak disalahpahami oleh sebagian pihak. Kalau kita lihat di kitab syuruh hadis (kitab-kitab penjelasan hadis), tidak ada seorangpun ulama klasik (mutaqaddimun) sepanjang yang kami ketahui yang memahami ucapan Aisyah di atas untuk masalah shalat tarawih.
Kalau kita lihat para ulama ahli hadis, mereka semua juga menempatkan hadis di atas di bab shalat witir. Selain itu, kalau kita menengok asbab wurud (sebab datangnya) hadis ini, maka kita akan dapatkan bahwa Sayidah Aisyah bertanya kepada Rasulullah: “Wahai Rasulullah! Apakah anda shalat witir dulu sebelum tidur ?”.
Sehingga yang memahami ucapan Aisyah di atas dalam masalah shalat Tarawih, lalu menjadikannya dalil untuk jumlah shalat tarawih 11 rakaat, adalah sebuah kekeliruan. Telah menyelisihi semua ulama atau minimal jumhur (mayoritas) ulama muslimin. Diantara ulama yang menjelaskan masalah ini, adalah Imam Zakariya Al-Anshari (w. 926 H). beliau berkata:
(فَصْلٌ يَحْصُلُ الْوِتْرُ بِرَكْعَةٍ وَبِالْأَوْتَارِ إلَى إحْدَى عَشْرَةَ) لِلْأَخْبَارِ الصَّحِيحَةِ فِيهِ فَأَقَلُّهُ وَاحِدَةٌ وَأَدْنَى الْكَمَالِ ثَلَاثٌ وَأَكْمَلُ مِنْهُ خَمْسٌ، ثُمَّ سَبْعٌ، ثُمَّ تِسْعٌ ثُمَّ إحْدَى عَشْرَةَ، وَهِيَ أَكْثَرُهُ لِلْأَخْبَارِ الصَّحِيحَةِ كَخَبَرِ عَائِشَةَ «مَا كَانَ رَسُولُ اللَّهِ – صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ – يَزِيدُ فِي رَمَضَانَ وَلَا غَيْرِهِ عَلَى إحْدَى عَشْرَةَ رَكْعَةً»
“Fasal: Shalat witir terwujud dengan satu rakaat atau 11 rakaat berdasarkan hadis-hadis shahih di dalam masalah ini. Minimal satu rakaat dan ini kesempurnaan yang paling rendah, yang lebih sempurna darinya 5 rakaat, lalu 7 rakaat, lalu 9 rakaat, lalu 11 rakaat. Dan ia (11 rakaat) adalah shalat witir terbanyak (paling maksimal) berdasarkan beberapa hadis shahih, seperti hadis Aisyah beliau berkata: “Rasulullah tidak pernah shalat di bulan Ramadlan dan selainnya lebih dari 11 rakaat.”(Asna Al-Mathalib: 1/202).
Jadi, shalat Tarawih itu jumlahnya 20 rakaat plus witir 3 rakaat. Ini merupakan pendapat mayoritas ulama atau bisa dikatakan hampir kesepakatan mazhab yang empat (Hanafi, Syafi’i, Hanbali dan sebagian Malikiyyah).
Adapun pendapat yang masyhur dari Malikiyyah adalah 36 rakaat. Sehingga apa yang diamalkan di Haramain (masjid Nabawi dan Masjid Haram, Arab Saudi) berupa shalat Tarawih 23 rakaat adalah sudah tepat.
Tersisa satu pertanyaan, kalau shalat tarawih 11 rakaat itu mazhab siapa, ya? Wallahu ‘alam bi shawab. (*)