Nasehat Imam Asy-Syafi’i: Shalat Idul Fitri di Rumah Saja Demi Keutuhan Umat

Perbedaan waktu Idul Fitri sudah terjadi sejak puluhan, bahkan ratusan tahun lamanya. Bahkan juga telah terjadi sejak ima- imam madzhab, termasuk masa Imam Syafi’i.
Saat Covid-19, perbedaan waktu shalat Idul Fitri pasti terjadi kembali, menyusul kemungkinan dilaksanakannya Idul Fitri secara sendiri sendiri atau berjama’ah secara terpisah pisah dalam jumlah yg banyak.
Bolehkah shalat idul fitri sendirian di rumah? Bagaimana caranya?
Pertama tama perlu ditegaskan bahwa shalat Idul Fitri adalah “Sunnah”. Artinya berpahala jika dilakukan, tidak berdosa jika ditinggalkan. Pelaksanaan shalat Idul Fitri secara jamaah, juga sunnah.
Jika jamaah banyak membludak (seperti terlihat dalam tradisi di Indonesia dimana jamaah Idul Fitri lebih banyak dari jamaah Jumat), sementara masjid sempit, maka dilaksanakan di luar masjid, seperti di lapangan, atau mushalla-mushalla lebih baik.
Shalat Idul Fitri boleh dilaksanakan sendiri sendiri dan juga boleh berjamaah. Khutbah dalam shalat Idul Fitri tidak wajib, melainkan bagian dari kesunnahan shalat Idul Fitri. (al Muhaddzab, 167).
Maka jika shalat Idul Fitri dilaksanakan sendiri sendiri, ya tidak perlu khutbah, tetapi boleh juga mengkhutbai diri sendiri. Ini bagus bagi orang yang suka mengkhutbahi orang lain berlama-lama, sekali-kali mengkhutbai diri sendiri, betah apa ndak berlama lama juga.
Intinya shalat Idul Fitri adalah Sunnah, boleh dilakukan sendiri sendiri atau jamaah, boleh juga dilakukan oleh musafir, hamba sahaya (dulu) dan juga oleh perempuan.
Karena Idul Fitri adalah Sunnah, maka ia tidak boleh mengancam dan membahayakan sesuatu yang wajib, seperti menjaga kehidupan, melindungi persatuan, dan menjaga keutuhan ukhuwah.
Lalu apakah Idul Fitri ditinggalkan aja, untuk menjaga agar Covid 19 tidak menular dan tertularkan yang membahayakan hidupnya dan orang lain?
Ya tidak perlu ditinggalkan, kerjakan saja di rumah, sebagaimana shalat Jumat boleh dikerjakan sendiri di rumah.
Sang Maha Guru Imam Syafi’i mengatakan “jika ada dua atau sekelompok orang melihat “bulan” pada hari ke 29 Ramadhan, dan mereka belum diterima kesaksiannya oleh Negara, maka mereka itu boleh berbuka esok harinya dan melaksanakan shalat Idul Fitri untuk mereka sendiri, baik berjamaah atau sendiri sendiri, secara tertutup (jangan terbuka), sebab jika terbuka maka akan menjadi lahan untuk memecah umat muslim” akibat perbedaan waktu shalat idul fitri itu. (al-Um Juz 2, hlm 482).
Kutipan ini menegaskan bahwa kesatuan umat jauh lebih penting dari pada melaksanakan ibadah terbuka yang justru berpotensi memecah kesatuan umat.
Hal ini sejalan dengan kaidah fiqih “kewajiban tidak boleh dilanggar kecuali dengan melakukan kewajiban yang lain”.
Idul Fitri sunnah, jangan sampai mengorbankan hal yang diwajibkan, yaitu menjaga umat dan menjaga kehidupan. (*)
Situbondo, 18 April 2020