Jejak Syaikh Mas’ud, Pakar Ushul Fikih dari Desa

Sosok ahli Ushul Fikih dan Fikih dari Kawunganten Cilacap ini menarik kita telisik jejak hidupnya. Cahayanya mantul ke segala penjuru daerah. Kepakarannya dibidang Ushul Fikih memang tak dapat diragukan lagi.

Syaikh Mas’ud merupakan salah satu pengarang kitab monumental, berjudul, Masailu Syata. Kitab tersebut terdiri dari dua jilid dan cukup tebal. Gelar Syaikhnya didapat dari para kiai atas apresiasinya terhadap penguasaan ilmu agamanya yang sempurna. Hal itu juga diakui oleh Gus Dur.

Ulama yang lahir pada tahun 1926 ini terlahir dari kiai Muhyidin dan Nyai Sangadah. Seorang kiai kampung yang berasal dari Purworejo Jawa Tengah, dikemudian hari bermukim di Kawunganten Cilacap. Syaikh Mas’ud kecil belajar ilmu agama Islam kepada orangtuanya dan Khanafi seorang kiai dikampung didekat rumahnya.

Memasuki umur 10 tahun baru mulai menjadi seorang pengembara ilmiah, beliau keluar kampung halamannya, yakni di Pesantren Mojosari, Kebumen. Di pesantren inilah beliau mempelajari khazanah pesantren, utamanya ilmu alat, Alfiyah karya ibn Malik. Beliau belajar dibawah bimbingan Kiai Badruddin.

Dari sini mengingatkan kita akan kebesaran kota Kebumen yang memiliki banyak pesantren legendaris seperti, Pesantren Lirap terkenal dengan ilmu nahwu sharafnya, Bulus Pesantren, Somalangu dan lainnya.

Salah tokoh besar dari Kebumen yang mungkin kita ingat yaitu sosok Kiai Sonhaji dari Pesantren Jetis, seorang ulama ahli tasawuf, dimana kabarnya Gus Dur pernah mendapatkan ijazah sanad langsung dari beliau. Gus Dur mengakui bahwa dirinya merupakan seorang murid Kiai Sonhaji di suatu acara di Gelora Bungkarno.

Syaikh Mas’yd kemudian menyantri di Pesantren Jamsaren Kediri, dibawah asuhan Mbah Kiai Ihsan Jampes. Seorang ulama yang juga berilmu luas dan karyanya tersebar luas, misalnya berjudul, Kopi dan Rokok,(terjemahan bebasnya), Kitab Sirojutthalibin, Minhajul Abidin, dll. Keilmuan Kiai Ihsan tidak ada yang meragukan.

Bahkan sekelas Hadratussyaikh KH M Hasyim Asy’ari ini juga mengakui kepakarannya dibidang ilmu bahasa arab. Karyanya dijadikan bacaan wajib di Al Azhar. Tentu, luar biasa bukan? Kepada Syaikh Ihsan Jampes Syaikh Mas’ud belajar ilmu sastra Arab, seperti Balaghah.

Setelah menimba ilmu di Pesantren Jampes Kediri ini, Syaikh Mas’ud bergeser ke salah satu pesantren tua yang masih di wilayah Pare Kediri, yakni Pesantren Bendo Pare. Pesantren ini juga melahirkan ulama besar ahli Ushul Fikh dan Fikh, Kiai Sahal Mahfud dari Pesantren Kajen, Pati, Jawa Tengah.

Di Pesantren Bendo Pare ini, Syaikh Mas’ud menekuni ilmu Ushul Fikih dan Fikih. Selama sepuluh tahun lamanya ia menyantri. Teman sepondoknya yakni, KH. Sahal Mahfud, seorang penulis buku Populer, Fikih Sosial.

Berawal dari diskusi kecil dengan teman-teman santri seperti KH. Sahal Mahfud inilah keduanya dikemudian hari menjelma sebagai ulama ahli Bahtsul Masail dikalangan NU. Tak puas berburu ilmu dan barokah kiai, Syaikh Mas’ud kemudian tabarukan kepada sejumlah kiai besar di sejumlah pesantren lainnya. Misalnya, pesantren Sarang Rembang, dan Pesantren Tebuireng belajar kepada Kiai Wahid Hasyim.

Dengan demikian masa muda Syaikh Mas’ud dihabiskan untuk mencari ilmu dan barokah kiai di sejumlah pesantren. Maka pada sekitaran tahun 1960 an beliau balik ke kampung halaman. Setelah itubeliau bermukim di tanah kelahirannya untuk mengembangkan dakwah Islam.

Sepengetahuan penulis, tokoh yang sangat moncer didaerah Kecamatan Kawungaten ini dahulu yakni Sosok Syaikh Mas’ud sebagai ahli Ushul Fikih dan Kiai Haji Syarbini Hasan tokoh spritual. Untuk Kiai Haji Syarbini Hasan Sendiri bermukim didaerah Bulaksari kini ikut Kecamatan Bantarsari sebelumnya ikut Kecamatan Kawunganten.

Berkat tangan dingin beliau lahirlah Pesantren Attarbiyatussalafiah dan Pesantren Salafiah Syarbini Hasan, Kebogoran Kamulyan Bantarsari. Kiai yang satu ini oleh sebagian masyarakat dianggap menonjol pada ilmu hikmahnya. Meskipun pondok pesantren yang beliau dirikan ini nampak menonjol pesantren salafnya.

Merintis Lembaga Pendidikan
Setelah Syaikh Mas’ud berburu ilmu dan barokah kiai kemudian menikah dan bermukim di kampung halamannya, beliau aktif memberikan pencerahan kepada masyarakat sekitar, lewat pengajian-pengajian.

Hidupnya didarmabaktikan untuk menegakan panji-panji agama dan kemajuan Indonesia. Pengajian yang diampu olehnya diikuti oleh warga masyarakat. Berbagai persoalan keagamaan yang terjadi dimasyarakat selalu dipercayakan kepadanya. Masyarakat tidak sungkan untuk bertanya dan berdiskusi dengan beliau seputar masalah agama. Berkat ilmunya yang mendalam berbagai persoalan masyarakat dapat terjawab dengan tuntas dan memuaskan.

Pada 1966, Syaikh Mas’ud Mendirikan Madrasah Wajib Belajar, MWB. Sebuah lembaga yang dikhususkan untuk menampung anak-anak kampung belajar. Seiring berjalannya waktu lembaga tersebut kemudian pada tahun 1968 berubah nama menjadi Madrasah Ibtidaiyah Nahdlatul Ulama, MINU. Pada tahun 1970 bergabung dengan Yayasan KAF dan berubah nama lagi menjadi Madrasah Ibtidaiyah Nurul Huda.

Selain mendirikan lembaga pendidikan formal beliau juga mendirikan sebuah pesantren. Pesantren Al Barokah Salafiyah yang berdiri pada tahun1967.

Syaikh Mas’ud melalui Yayasan Nurul Huda, mendirikan lembaga pendidikan untuk Guru Agama, PGA pada sekitaran tahun 1969. Seiring berjalannya waktu lembaga pendidikan kelas tinggi ini diubah menjadi lembaga pendidikan formal, Madrasah Tsanawiyah.

Kali ini lembaga pendidikan formalnya juga berkembang kurang memuaskan. Embel-embel nama madrasah kemudian beliau ubah dikemudian hari. Memang tidak mudah mengelola lembaga pendidikan didaerahnya namun tak mampu membuatnya pudar untuk mendirikan lembaga pendidikan formal.

Pada 1977 ini lembaganya berubah nama menjadi Sekolah Menengah Pertama Sultan Agung, SMP. Terbukti berhasil setelah mengganti nama sekolahnya. Selanjutnya Syaikh Mas’ud mendirikan Sekolah Menengah Atas Jenderal Ahmad Yani.

Syaikh Mas’ud sebagai Kiai pesantren tidak sibuk dengan persoalan di lembaga pendidikannya. Beliau juga aktif berjuang di Nahdlatul Ulama. Tercatat beliau pernah menduduki Jabatan Rois Syuriah, PCNU Cilacap. Keterlibatannya di Cabang NU ini membuatnya semakin dikenal luas dikalangan para tokoh NU level Kabupaten, Provinsi, dan tingkat Pusat.

Beliau juga dikenal dekat dengan Gus Dur. Saking berkesannya cucu Hadratussyaikh KH M Hasyim Asy’ari ini kemudian menuangkan kiprahnya dalam sebuah artikel pendek, dimuat di Kolom Majalah Tempo. Dikemudian hari dibukukan dalam sebuah buku berjudul, Kiai Nyentrik Membela Pemerintah karya Gus Dur.

Tak hanya Gus Dur yang dekat dengan Syaikh Mas’ud dari Kawunganten ini. Pakar Ushul Fikih yang rajin menuliskan materi seputar fikih dalam kesehariannya ini juga membangun kedekatan dengan ulama berpengaruh di Tanah Suci, Syaikh Yasin Al Fadani. Bahkan, Syaikh Masud sering diajak bertukar pikiran dalam masalah fiqh. Pengenalan yang dibangun ketika Naik Haji pada tahun 1964 berlanjut pada sikap asih Syaikh Yasin Fadani. Dimana beliau beberapa kali mengirim kitab untuknya.

Syaikh Mas’ud wafat pada 1994. Jenazahnya dimakamkan di Komplek Pesantren Al Barokah Salafiyyah, Kawunganten Cilacap Jawa Tengah. Lokasinya mudah dijangkau dengan kendaraan apa saja. Al Fatihah.

Oleh: Ahmad Faozan Direktur Unit Penerbitan Pustaka Tebuireng

Terkait

Uswah Lainnya

SantriNews Network