Kiai Syarif: Santri Mbah Hasyim dan Rais Syuriyah NU Kencong 1934

Sekitar tahun 1934, KH A Wahab Hasbullah — Mbah Wahab— datang di Kencong, Kabupaten Jember dalam rangka memperkenalkan NU. Mbah Wahab datang pasca Muktamar ke-9 NU di Banyuwangi.
Disamping memperkenalkan NU, kehadiran Mbah Wahab juga dalam rangka membangun jaringan santri kiai alumni Pondok Pesantren Tebuireng yang berada di Kencong dan sekitarnya.
Di antara kiai alumni Tebuireng, santri Hadratussyekh Hasyim Asy’ari yang ada di Kencong adalah Kiai Syarif.
Baca juga: Kiai Musikan, Pejuang NU Jember asal Bragung
Kiai Syarif lahir di desa Jeruju kecamatan Sumbermanjing kabupaten Malang. Ia putra dari Kiai Shohih. Ia hijrah ke Kencong pada tahun 1900-an. Kiai Shohih mengajak seluruh anaknya yang berjumlah lima orang untuk hijrah ke Kencong. Anak-anak Kiai Shohih yaitu Alif Idris, Kiai Ali, Kiai Maskub, Khoiron dan Kiai Syarif.
Kiai Kelana
Nasab Kiai Syarif, kalau dirunut ke atas masih keturunan dari Ronggolawe, adipati Tuban dan Arya Wiraraja, pendiri kerajaan Majapahit Timur yang dikenal dengan kerajaan Lamajang dan termasuk orang penting di balik berdirinya kerajaan Majapahit. Buyut kiai Syarif, Kaki Kalipah adalah prajurit laskar Diponegoro yang makamnya berada di belakang Masjid Sunan Kalijaga desa Dondong Wates, Yogyakarta.
Kiai Syarif bin Kiai Shohih bin Romomenggolo bin Kaki Kalipah, adalah pendiri Madrasah Ibtidaiyah As-Safi’iyah (MIAS) Wonorejo Kencong. Madrasah yang berdiri sekitar tahun 1950 ini awalnya bernama SRNU (Sekolah Rakyat Nahdlatul Ulama). Disamping pendiri MIAS, pada masa Orde Lama kiai Syarif juga dipasrahi untuk memimpin Lembaga Pendidikan Ma’arif NU Cabang Kencong.
Beliau juga mengasuh Pondok Pesantren Salafiyah Wonorejo yang didirikan oleh abahnya, Kiai Shohih, yang kini diasuh oleh Kiai Nawawi Syarif, putra sulung Kiai Syarif.
Sebagai seorang santri, Kiai Syarif juga dikenal sebagai santri kelana. Setelah belajar kepada abahnya sendiri, beliau melanjutkan mengaji kepada Kiai Taslim Krangkongan Umbulsari. Beliau juga tercatat sebagai santri di beberapa pondok pesantren, di antaranya di Rowo Tengah Semboro, Termas Pacitan, Siwalan Panji Sidoarjo dan Tebuireng Jombang asuhan KH Hasyim Asy’ari.
Terkait nyantri di Tremas, suatu ketika, Kiai Nawawi, putra beliau sowan kepada seorang kiai di Cirebon, Kiai Qosim namanya. Kiai Qosim tanya asal-usul dan nama orang tuanya. Setelah dijawab bahwa Kiai Nawawi anak dari kiai Syarif Jember, Kiai Qosim menyampaikan bahwa Kiai Syarif adalah gurunya ketika mondok di Termas.
Baca juga: KH Syafawi Ahmad Basyir, Anak PKI, dan Metode Dakwah Humanis
Di NU, Kiai Syarif menjadi Rais Syuriyah kedua setelah Kiai Sholihi. Ketika menjadi Rois Syuriyah, status NU Kencong sudah berbentuk Central Kring NU Kencong, karena ada beberapa ranting NU yang sudah berdiri.
Sementara ketika Kiai Sholihi menjadi Rais Syuriyah statusnya masih Ranting, meski tidak menginduk ke central kring atau cabang manapun.
Kiai Syarif berteman akrab dengan Kiai Syafawi, pengasuh pondok pesantren Mabda’ul Ma’arif Jombang. Konon, beliau sering kemana-mana selalu bersama, terutama dalam rangka untuk membidani berdirinya madrasah di beberapa tempat.
Di dalam kepengurusan NU, ketika menjadi Rais Syuriyah beliau didampingi oleh Kiai Syafawi sebagai Katib Syuriyah. Sementara Presiden Tanfidziyahnya dipimpin oleh Thohir Syarif.
Kiai Syarif tidak pilih-pilih jabatan di NU. Terbukti setelah menjadi Rois Syuriyah di kesempatan kepengurusan yang lain, Kiai Syarif menjadi ketua LP Ma’arif NU Kencong, yang kemudian dilanjutkan oleh Abdullah Umar, yang masih famili dari Kiai Syarif.
Kiai Syarif dianugerahi sebelas orang anak hasil pernikahannya dengan Nyai Umi Hafshoh binti Kiai Syahlan, yaitu Kiai Nawawi Syarif, Ma’shum (wafat kecil), Muyassaroh, Murtadho (meninggal di Surabaya ketika kuliah), H Shodiq Syarif, Ahmad Munir, Murtafi’ah, Musarofah, Mukarromah, Mutmainnah, dan Musta’in Syarif. (*)