Rushaifah, Mekah dan Kiai Shidqie Mudzhar
Penulis (kanan) bersama KHR Azaim Ibrahimy sowah Sayyid Ahmad ibn Muhammad Alawi al Maliki al-Makki di Rushaifah Mekah (santrinews.com/istimewa)
Malam ini saya di Rushaifah Mekah. Bersama para kiai NU sowan kepada Sayyid Ahmad ibn Muhammad Alawi al Maliki al-Makki. Banyak masalah-masalah fikih yang didiskusikan dalam majelis ini.
Duduk di majelis ilmu tanah suci Mekah seperti ini mengingatkan saya pada sejarah para pemuda Islam Nusantara yang studi Islam di sini. Sudah tak terhitung berapa banyak para pelajar Islam Nusantara yang belajar Islam di Mekah.
Para pelajar itu ada yang bertahan di Mekah hingga mencapai derajat mufti, syaikh, dan imam seperti Syaikh Yasin al Fadani (1916-1990), Syaikh Abdullah ibn Ahmad Dardum al-Fadani, Syaikh Zainuddin Al-Baweani (1915-2005), dan masih banyak lagi.
Lebih banyak lagi para pelajar Islam itu pulang ke tanah air: berdakwah, mendirikan pesantren, aktif dalam organisasi kemasyarakatan seperti NU, dan lain-lain.
Di antara ulama lulusan Mekah yang pulang ke Indonesia adalah KHR Ahmad Shidqie Mudzhar (1945-2002). Ia adalah murid dari Syaikh Ismail Zain Al-Yamani (1933-1993) dan Syaikh Abdullah ibn Ahmad Dardum (1916-1987).
Di Jawa Timur tempoe doeloe, Kiai Shidqie dikenal sebagai orator besar. Beberapa kali saya mengikuti ceramah-ceramahnya di sekitaran Situbondo. Retorikanya memikat dan artikulasinya jelas dan fasih.
Gagasan rumit seperti menyangkut relasi agama dan negara disampaikannya dengan bahasa yang mudah dimengerti kaum awam. Ia suka membuat tamsil sehingga warga NU faham mengapa NU menerima Pancasila misalnya.
Tak hanya orator, Kiai Shidqie juga nara sumber seminar dan halaqah. Ia terlibat dalam perumusan bahtsul masail NU dari tingkat cabang hingga pengurus besar. Sebelum wafat, beliau tercatat sebagai wakil rais PWNU Jawa Timur ketika rais syuriyahnya dijabat KH Imron Hamzah.
Bagi generasi muda NU yang kurang mengenal beliau, nama lengkap Kiai Shidqi adalah KHR Ahmad Shidqie ibn Kiai Mudzhar ibn Kiai Zainuddin ibn Kiai Ruham. Beliau adalah keponakan sepupu KHR As’ad ibn Kiai Syamsul Arifin ibn Kiai Ruham.
Tak hanya keponakan, Kiai Shidqie juga menantu KHR As’ad Syamsul Arifin. Ia adalah suami Nyai Hj Makkiyah As’ad. Hanya beda dengan menantu Kiai As’ad lain yang menetap di PP Salafiyah Syafi’iyah Sukorejo Situbondo, maka Kiai Shidqie memilih mengembangkan pesantrennya sendiri di Madura; Pesantren Al-Huda Pamekasan. (*)
Rushaifah Mekah, Pukul 21.50, 13 Juli 2022
Salam,
KH Abdul Moqsith Ghazali, Wakil Katib Syuriah PBNU 2022-2027.