Gus Nadhir, Gus Yus, dan Firasat Politisi Sufi Gus Dur

Menjelang Haul KH Abdurrahman Wahid alias Gus Dur pada 30 Desember, saya ingin berbagi sedikit cerita tentang Gus Dur dan ketajaman firasat beliau dalam politik, dengan harapan kita semua mendapat keberkahan dari beliau.

Sebagaimana sabda Nabi

اتقوا فراسة المؤمن

“Takutlah kamu tentang firasat seorang mukmin”

Semua bermula ketika masa reformasi, muncullah PKB. Almarhum ayahanda (KH Nadhir Muhammad) yang masa Orde Baru aktif di PPP dan di DPR RI, ketika itu saya masih kecil, namun masih kuat di ingatan bagaimana bapak Mathori Abdul Jalil (Ketua Umum DPP PKB) datang ke rumah dan meminta ayahanda untuk bersama-sama masuk PKB.

Baca juga: Diutus Gus Dur Mencari Wali

Maka, ayahanda pun pergi menemui Gus Dur menyampaikan soal ajakan bapak Matori itu. Namun, di luar dugaan, Gus Dur malah berucap: “Cak, sampean tetap di PPP saja, biar Cak Yus (KH Yusuf Muhammad) yang di PKB”.

Karena memang ayahanda sangat mencintai Gus Dur, maka beliau terima permintaan itu. Dan akhirnya, saat itu, kakak adik sama-sama ada di DPR RI, ayah di PPP dan paman (KH Yusuf Muhammad) di PKB.

Hingga tiba saatnya pemilihan presiden, firasat Gus Dur tersebut menemukan hikmahnya. Awalnya muncul 3 calon presiden, Gus Dur dari PKB, Megawati Soekarno Putri dari PDIP dan Yusril Ihza Mahendra dari PBB.

Semua memiliki kesimpulan kalau ini terjadi maka Megawati dipastikan menang karena terpecahnya suara partai Islam. Sehingga, ayahanda yang kebetulan saat itu menjadi salah satu ketua PPP, bersama yang lain melobi Yusril Ihza Mahendra untuk sudi mengurungkan niatnya maju calon presiden.

Alhamdulillah, Yusril menyetujui. Salah satunya karena Yusril melihat bahwa ayahanda mewakili PPP yang di dalamnya terdapat banyak ormas Islam dan itu lebih dekat secara psikologi dengan PBB dibanding bila yang melobi dari PKB yang jelas ada sekat tajam dengan PBB secara psikologi. Sehingga dengan itu terpilihlah Gus Dur sebagai Presiden RI dalam sidang MPR RI.

Baca juga: Heroisme Demo Para Kiai Jelang Pelengseran Gus Dur

Di sinilah terjawab, kenapa Gus Dur meminta ayahanda tetap di PPP dengan jabatan salah satu ketua DPP PPP, karena Gus Dur melihat keberadaan ayahanda di PPP lebih bermanfaat untuk NU saat itu. Dan itu akan berbeda bila ayahanda masuk PKB saat itu.

Dan ketika tahun 2004, tahun di mana wafatnya pamanda Gus Yus (KH Yusuf Muhammad), Gus Dur meminta ayahanda untuk masuk ke dewan Syuro DPP PKB. Ucapan Gus Dur ketika itu: “Cak, sampean masuk ke dewan syuro PKB saja, mewakili Bani Shiddiq.” Maka, karena kecintaan ayahanda kepada Gus Dur, ayahanda pun masuk ke dewan syuro PKB.

Dari cerita ini, saya melihat Gus Dur adalah seorang politisi sufi. Beliau melakukan langkah politik bukan hanya dari kalkulasi politik semata, tapi beliau melihatnya juga dengan intuisi batin seorang sufi. Dan itu yang membuat beliau memiliki sejarah mulia dalam politik.

Sebagaimana juga Gus Dur dengan batin sufistiknya melihat bahwa Indonesia dijaga oleh arwah para wali, maka Gus Dur pun menjaga, merawat dan menjalin hubungan baik dengan arwah leluhur para wali beserta keluarganya baik dalam ikatan partai maupun organisasi.

Sebagaimana sabda Nabi SAW

الارواح جنود مجندة

Untuk KH Abdurrahman Wahid, Al-Fatihah. (*)

Terkait

Uswah Lainnya

SantriNews Network