Filsuf dan Sufi: Aku Mengetahuinya, Aku Mengenalnya
Filsuf atau Filosof adalah manusia pemikir. Ia selalu ingin tahu asal usul segala hal di alam semesta ini.
Pertanyaan yang selalu mengganggu pikirannya adalah dari mana semua yang ada ini?, mengapa ia ada dan akan kemana semua yang ada ini serta siapa yang mengadakannya?. Ia mencarinya dengan kekuatan akalnya. Kebenaran adalah apa yang ditemukan oleh akalnya.
Contoh-tokohnya adalah Socrates, Platon dan Aristoteles, Al-Kindi, Al Farabi, Ibn Sina, Abu Bakar al-Razi, Ibn Thufail, Ibn Bajah, Ibn Rusyd, Mula Shadra, Suhrowardi, dll.
Sufi adalah manusia spiritual yang mencari semuanya itu melalui intuisi, rasa, hati. Dia merasa bahwa ada yang mengadakan semua ini. Keberadaannya tidak bisa didekati dengan akal, tetapi dengan hati, dzauq (rasa).
Apa yang dirasakannya itu disebut dengan “mengenal”. Caranya dengan melakukan latihan ruhani, membersihkan hati dari sifat-sifat yang buruk (takhalli), dan memenuhinya dengan sifat-sifat yang baik (tahalli) dan Cinta. Jika ini sudah dilakukan dengan sungguh-sungguh, maka Tuhan akan tersingkap di depan mata hatinya. Maka dia akan mengenal-Nya.
Contoh tokohnya adalah Hasan al Basri, Rabi’ah al-Adawiyyah, Dzunnun al-Masri, Abu Yazid al-Busthâmi, al-Hallaj, Abu al-Qasim al-Junaed, Abdul Qadir al- Jilani, Imam al-Ghazali, Ibn Arabi, Maulana Rumi, dll.
Pertemuan
Suatu hari seorang filsuf bertemu seorang Darwisy (sufi pengembara). Keduanya kemudian terlibat diskusi hangat, saling menghormati, panjang dan perbincangan yang mengasyikkan. Sampai pada satu saat mereka harus berpisah.
Dalam kesendiriannya filsuf bergumam:
ان كل ما اراه يعرفه
“Sungguh, semua yang aku tahu dia mengenalnya”.
Sementara sang Darwisy, dalam sepi, sambil tersenyum berkata lirih:
ان كل ما اعرفه يراه
“Sungguh, semua yang aku kenal, dia tahu”.
Ujung-ujungnya bisa sama ya?. (*)
21 Mei 2021