Deklarasi Ribuan Santri Perangi Narkoba Masuk Rekor MURI

Ratusan santri bersama Kepolisian Resort Sumenep Deklarasi Anti dan Narkoba dan Radikalisme di depan Masjid Agung Sumenep, 10 Oktober 2016 (santrinews.com/madani)
Bangkalan – Sekitar 5.000 santri Pondok Pesantren Raudatul Mutaallimin Al-Aziziyah 1, Desa Sabenih, Kelurahan Bancaran, Kabupaten Bangkalan, Jawa Timur, mendeklarasikan perang terhadap narkoba. Deklarasi ini diganjar penghargaan dari Museum Rekor Dunia Indonesia (MURI) sebagai Deklarasi Santri Anti Narkoba terbanyak di Indonesia.
MURI mencatat deklarasi itu diikuti 5.050 santri. Deklarasi itu juga sebagai penanda dibentuknya organisasi Gerakan Mencegah Daripada Mengobati (GMDM).
KH Syaiful Kohhar Tabrani, salah satu pimpinan pesantren Al-Aziziyah didapuk menjadi Ketua GMDM Kepulauan Madura. GMDM adalah organisasi penyuluhan dan pendampingan korban narkoba dibawah binaan Kementerian Sosial.
Direktur Rehabilitasi Nafsa, Waskito Jaya Kusumo mengatakan tidak mudah membentuk GMDM di Madura, butuh pendekatan selama kurang lebih selama 1 tahun sebelum deklarasi terlaksana. “Terima kasih kepada Kiai Syaiful yang sudah memfasilitasi dan mau berjuang memberantas narkoba,” kata dia.
Presiden Joko Widodo, kata Waskito, menyebut Indonesia darurat narkoba karena 2,1 persen atau sekitar 5 juta penduduk Indonesia masuk kategori pengguna aktif narkoba.
Ironisnya, Provinsi Jawa Timur menempati peringkat ke II pengguna narkoba tertinggi di Indonesia. Dan di Madura, Kabupaten Bangkalan tercatat sebagai daerah paling rawan peredaran narkoba. “Kalau sudah darurat artinya narkoba tidak hanya beredar di kota tapi menyebar ke pelosok desa,” ujar dia.
KH Syaiful Kohhar Tobroni mengatakan kendala utama pemberantasan narkoba di Madura adalah rasa takut. Sejumlah orang yang dia dekati untuk ikut bergabung memberantas narkoba menolak dengan alasan takut.
“Jangan ada rasa takut, kalau kita bersatu yakinlah narkoba bisa diberantas, demi kebaikan anak-anak kita,” kata dia.
Syaiful mengakui tergerak ambil bagian dalam gerakan GMDM karena ada santrinya yang terjerat narkoba. Santrinya terjerat narkoba saat liburan, setelah kecanduan dia enggan kembali ke pesantren. “Narkoba bikin susah semua orang, merusak masa depan,” kata dia. (rus/tempo)