Pesantren di Banten Tidak Ajarkan Paham Radikalisme
Serang – Kepala Seksi Pondok Pesantren Kementerian Agama Provinsi Banten, Abdur Roup, mengatakan, kurikulum pendidikan pondok pesantren Salafi di Provinsi Banten tidak mengajarkan paham radikalisme.
“Kami sampai saat ini belum menerima laporan pondok pesantren Salafi mengajarkan paham menyimpang,” katanya di Serang, Rabu, 9 September 2014.
Ia mengatakan, selama ini kurikulum Pesantren Salafi menyampaikan pendidikan agama Islam melalui kajian-kajian kitab kuning, fiqh, tafsir, hadits, tata bahasa Arab, nahwu, sorrof dan pengajian Quran.
Selain itu pesantren juga mengajarkan tentang akhlak mulia, etika, nilai-nilai perjuangan bangsa dan cinta Tanah Air.
Saat ini, jumlah Pesantren Salafi di Provinsi Banten tercatat 3.364 tersebar di delapan kabupaten dan kota madya dan mereka dikelola oleh masyarakat.
Dari 3.364 Pesantren Salafi itu antara lain Kabupaten Serang, 661, Kabupaten Tangerang 580, Pandeglang 1.147, dan Kabupaten Lebak 735.
Kota Tangerang sebanyak 85, Kota Cilegon 34, Kota Serang 118 dan Kota Tangsel empat. “Semua Ponpes Salafi itu dikelola oleh masyarakat,” katanya.
Menurut dia, sistem kurikulum Pesantren Salafi tidak ditemukan pengajaran kekerasan maupun paham radikalisme. “Hampir semua desa/kelurahan di Banten terdapat Pesantren Salafi,” katanya.
Ia menyebutkan, selama ini Pesantren Salafi menyumbangkan peningkatan sumber daya manusia (SDM) juga indeks pembangunan manusia (IPM) masyarakat.
Sebab banyak lulusan pesantren yang telah menjadi pegawai negeri sipil (PNS), Polisi, TNI, jurnalis, pedagang dan pendakwah.
“Saya kira ponpes salafi di sini cukup besar dalam membangun pendidikan untuk kesejahteraan masyarakat,” ujarnya.
Ia menambahkan, pihaknya setiap tahun juga melakukan pembinaan kepada pengurus pesantren untuk meningkatkan mutu pendidikan.
Selama ini sebagian besar pesantren yang dikelola masyarakat dalam kondisi memprihatinkan, karena banyak kekurangan ruangan maupun sarana dan prasarana pembelajaran.
“Kami minta pemerintah daerah dapat memberikan bantuan kepada Ponpes Salafi itu untuk meningkatkan mutu pendidikan,” katanya.
Sementara itu, Pengasuh Pondok Pesantren Darul Hidayah di Kecamatan Rangkasbitung, KH Deden mengaku dirinya mendirikan lembaga pendidikan keagamaan karena panggilan sebagai anak bangsa dengan memiliki tanggungjawab untuk mencerdaskan masyarakat.
“Seluruh siswa di sini kebanyakan orangtua mereka dari keluarga ekonomi tidak mampu. Kami tidak memungut biaya pendidikan dan hanya dikenakan sistem suka rela,” katanya. (sep/onk)