Catatan untuk Kongres IPNU XVIII

Empat Agenda Utama IPNU

Oleh: Imam Fadlli

IKATAN Pelajar Nahdlatul Ulama, biasa disingkat IPNU, dalam kurun waktu kurang dari satu bulan ke depan akan punya gawe besar. Yakni, akan diselenggarakannya Kongres pada tanggal 4 s/d 8 Desember 2015 di Boyolali, Jawa Tengah. Dalam event agung inilah semua akan direncanakan dan ditentukan bagaimana dan seperti apa nasib IPNU selama tiga tahun ke depan. Gagal memutuskan kebijakan dalam kongres, sama halnya merencanakan kegagalan IPNU dalam kurun beberapa tahun ke depan.

Untuk itu,harus dirumuskan mulai dari sekarang mengenai agenda apa yang harus digarap bareng dalam rangka membenahi organisasi keterpelajaran ini menjadi lebih baik dan diminati oleh khalayak pelajar.

Kenapa ikhtiar tersebut penting? Menengok sejarah kongres mengingatkan kita pada jargon teknis yang lebih banyak dikenal dalam ilmu politik: eksepsionalisme. Istilah ini sering dibaurkan dengan kulturalisme dan esensialisme. Etimologis ia bermakna ‘perkecualian’, terminologis merujuk pada sebuah kondisi, fitur, atau karakteristik budaya tertentu yang diatribusikan kepada kelompok atau bangsa tertentu. Ia merepresentasikan identitas budaya yang khas, melekat, built -_in_ dalam tubuh setiap bangsa/kelompok.

Dalam konteks Kongres, kita seakan dikutuk oleh Mitos Eksepsionalisme IPNU. Kenapa demikian? Karena setiap moment kongres, ada sebuah tradisi yang sangat sulit sekali untuk dirubah, yakni keterlibatan dan konsesntrasinya semua pihak baik penyelenggara maupun peserta secara dominan untuk mengawal dan mensukseskan calon ketua umum IPNU. Padahal orientasi dasar penyelenggaraan kongres tidak hanya pada pemilihan ketua, tapi juga dalam rangka mengevaluasi kinerja pengurus selama tiga tahun terakhir, serta merencanakan kebijakan produktif selama tiga tahun ke depan.

Walhasil, jika Kongres hanya di jadikan sebagai ajang pemenangan calon ketua umum, maka tak ubahnya moment besar dan bermartabat ini layaknya “pasar sapi” yang kental dengan aroma transaksional.

Merasakan realitas demikian, maka kutukan ekspeksionalisme yang sampai saat ini menjadi benalu dalam setiap moment Kongres (dan Konferensi) IPNU, secara cepat harus dilenyapkan dari benak para kader.

Selanjutnya, dalam istilah managemen, kongres merupakan tahapan “planning” yang harus dilalui agar ke depan dalam melakukan “actuating” tetap pada koridor dan kebutuhan kader dari bawah. Sehingga, untuk menciptakan kongres yang benar-benar substansial dan produktif, setiap kader harus melakukan upaya berfikir kembali (rethingking) tentang agenda apa yang harus ditetapkan secara bersama-sama di dalam event silaturahim nasional tersebut.

Adapun agenda utama yang harus dipikirkan yakni terdiri dari empat item, yakni; ideologi, kaderisasi, organisasi dan administrasi. Pertama, ideologi. Dalam penyelenggaraan kongres nanti, forum harus menyepakati untuk membuat sebuah kebijakan yang instruktif dan mengikat mulai dari kepengurusan paling bawah sampai paling atas (ranting sampai pusat) untuk membuat program guna menginternaisasikan aqidah aswaja serta mengimplementasikannya melalui kajian-kajian ilmiah dan aktivitas sehari-hari (amaliah yaumiyah) sebagai modal dasar dalam turut serta melestarikan ajaran Ahlusunnah wal jamaah an Nahdliyah. Upaya ini dalam berdasarkan fenomena maraknya ideologi yang mencoba menggulingkan kemapanan aswaja yang selama ini menjadi basis ideologi NU dalam beragama dan bernegara.

Kedua, tentang kaderisasi. Kesepakatan forum kongres yang akan dihelat nanti juga sangat krusial untuk membuat kebijakan terkait mereposisi konsep kaderisasi disemua tingkatan, serta melakukan pembenahan terhadap pola kaderisasi yang lebih tertata baik ditingkat kepengurusan lokal maupun komisariat; baik sekolah, pesantren dan mahasiswa. Penataan ini mulai dari pra, proses dan pasca yang meliputi pola rekruitmen, komposisi materi, gradasi kedalaman kajian di setiap tingkat kaderisasi, metodologi dan media yang digunakan, standarisasi tim pelatih, tata aturan pembinaan dan pendampingan kader sampai pada pembuatan instrument pemetaan dan distribusi kader.

Ketiga_, organisasi. Menengok eksistensi dan pembinaan pelajar di kota-kota besar yang sangat minimalis, maka kebijakan kongres harus mampu untuk melakukan ekspansi organisi terutama di kota-kota besar (metropolitan dan megapolitan). Selain itu, juga dicanangkan gerakan satu juta komisariat, baik tingkatan sekolah, pesantren dan mahasiswa. Pengembangan organisasi ini orientasinya adalah pembentukan cabang-cabang perkotaan serta komisariat-komisariat di semua jenjang pendidikan.

Keempat, terkait administrasi. IPNU, dalam rangka membentuk dan melahirkan kader pelajar NU yang peka terhadap perkembangan zaman, harus pula mampu untuk memberikan kebijakan yang mempunyai political will yang kuat guna mengembangkan sistem administrasi yang mengadopsi ilmu pengetahuan, teknologi dan informatika (IPTEK). Ikhtiar ini dilakukan agar terbentuk jaringan administrasi yang efektif, efisien, transparan, akuntabel serta interkonektif di semua tingkatan. Gagasan ini terlahir sebagai jawaban terhadap perkembangan zaman yang menuntut demikian. Sehingga, administrasi IPNU harus berbasis Information Technology (IT) yang baik agar mudah di akses oleh semua kader diberbagai tingkatan.

Demikian keempat agenda utama yang harus dipikirkan bersama guna mengembalikan marwah dan citra diri IPNU. Upaya yang melibatkan secara serius berbagai pihak ini, diharapkan mampu membuat IPNU kian diminati dan dinikmati produknya oleh seluruh pelajar serta masyarakat umum. (*)

Imam Fadlli, Mantan Ketua PW IPNU Jawa Timur 2012-2015.

Terkait

Dirosah Lainnya

SantriNews Network