Pemilu dalam Bayang-Bayang Golput Pemilih Pemula

Anwari (tengah) saat buka posko di Tugu Pahlawan Surabaya (santrinews.com/istimewa)

Oleh: Anwari

Perhelatan pesta demokrasi sudah kian dekat, peserta pemilu mulai dari pasangan calon presiden dann calon legislatif sudah memaparkan janji politiknya jika terpilih untuk 5 tahun kedepan. Dari janji politik tersebut diharapkan masyarakat bisa menentukan pilihan secara rasional dari berbagai sudut pandang atau rekam jejak para calon.

Data pemilih Pemilu 2019 sekitar 192.828.520. Dengan jumlah tersebut potensi terjadinya angka golput masih tinggi. Terbaru hasil survei LSI Denny J.A terkait angka golput yang dipresdiksi masih tinggi yakni mencapai 30,42.

Pada perjalanan pemilu khususnya pemilihan presiden dan wakil presiden terus mengalami peningkatan angka golput, mulai 2004 sebesar 22,24 dan 2009 naik menjadi 27,43, pada pemilu presiden 2014 angka golput sudah mencapai 31 persen.

Walaupun pada pemilu 2019 akan dilaksanakan serentak antara Pilpres dan Pileg, angka golput juga masih tinggi. Bayang-bayang golput tentunya masih menjadi misteri yang perlu diantipasi agar pelaksanaan pemilu bisa mendapatkan legitimasi yang kuat dari rakyat.

Baca juga: KH Kholil Asad: Sukseskan Pemilu Berpahala

Pada pemilu serentak 2019 KPU RI memasang target tingkat partisipasi 77,5 persen. Target ini bisa dikatakan realistis karena KPU sampai ke bawah dibekali instrument untuk mencapai target tersebut. Secara nasional banyaknya jumlah pemilih pemula bisa saja menimbulkan kendala di lapangan.

Kendala terkait pemilih pemula ada yang belum melakukan perekaman e-KTP. Walaupun di Peraturan KPU (PKPU) Nomor 37 Tahun 2018, pemilih yang tercatat dalam daftar pemilih tetap (DPT) berhak menggunakan hak pilihnya meski tidak membawa e-KTP, pada waktu pemilihan mereka membawa surat pemberitahuan memilih atau formulir C6.

Selain kendala diatas pemilih pemula rawan dipolitisasi untuk mendongkrak popularitas dan elektabilitas peserta pemilu (Parpol, Capres-Cawapres, Pileg dan Timses). Pemilih pemula rawan dimanfaatkan sebagai simbol kampanye padahal belum tentu mereka akan berpihak pada mereka.

Dalam kontek pemilu 2019 pemilih pemula belum berpengalaman dalam mengikuti kegiatan pemilu, khususnya pemberian suara di tempat pemungutan suara (TPS), apalagi pada pemilu serentak 2019 dimana surat suara ada 5 yakni (1) untuk capres dan cawapres, (2) anggota DPR, (3) anggota DPD, (4) anggota DPRD Provinsi, (5) anggota DPRD Kabupaten/Kota.

Baca juga: Mahar Politik, Jalan Terjal Demokrasi

Pemilih pemula berada pada posisi apatis terhadap politik. Ada juga yang antusias terhadap politik karena hanya mengikuti tren isu yang lahi viral di medsos tetapi antusiasme mereka terkadang tidak linear dengan sikap politiknya, bahkan tidak sedikit kalangan pemilih pemula tidak menyalurkan hak pilihnya alias golput. Hal ini yang menyebabkan bayang-bayang golput pemilih pemula masih menjadi perhatian serius, karena pemilu serentak 2024 merekalah yang akan banyak terlibat.

Dengan kata lain tidak linearnya antusiasme dengan sikap politik pemilih pemula merefleksikan bahwa politik di Negara kita belum mampu memberikan pembelajaran berdemokrasi yang substansial.

Dalam rangka mengantisipasi golput di kalangan pemilih pemula, semua pihak harus terlibat aktif untuk menyelamatkan hak pilih mereka, KPU beserta jajarannya ke bawah terus intens melakukan sosialisasi sampai ke tingkat akar rumput.

Bawaslu sebagai pengawas harus mendorong agar KPU melakukan sosialisasi, dengan mempertimbangkan lokasi atau wilayah yang berpotensi angka golputnya tinggi. Peserta pemilu juga harus aktif untuk memberikan pendidikan politik kepada pemilih pemula agar mereka bisa menyalurkan hak pilihnya. (*)

Anwari, Koordinator Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR) Provinsi Jawa Timur.

Terkait

Dirosah Lainnya

SantriNews Network