Kisah Orang Lumpuh Berangkat Haji dengan Merangkak
Berangkat haji merupakan sebuah kemuliaan bagi setiap orang. Ibadah tahunan ini, sudah menjadi impian setiap muslim agar bisa segera ditunaikan demi melaksanakan rukun Islam yang kelima.
Berbagai cara ditempuh atas dasar cinta dan patuh akan perintah Tuhan. Bahkan ada di antara mereka yang rela meniti jalan yang tidak lazim. Seperti naik sepeda, untuk ke Mekkah, di tengah adanya jalan lain, seperti pesawat.
Orang-orang nekat seperti itu bukanlah hal yang baru. Kisah-kisah seperti itu sudah banyak diceritakan. Sayyid Muhammad mengutip sebuah kisah dalam kitab Al-Hajj: Fadhail wa Ahkam, yang diriwayatkan oleh Syaqiq Al-Balkhi. Ia bercerita:
“Dalam perjalanan ke Mekkah, aku pernah melihat orang yang cacat sedang merangkak, berusaha untuk terus bergerak. Aku bertanya dari mana ia berasal? Ia menjawab dari Samarkand.
Aku bertanya kembali, berapa lama waktu yang Anda habiskan untuk menempuh perjalanan ke Mekkah dengan keadaan yang seperti ini? Ia menjawab, beberapa tahun. Ia tidak ingat detailnya.
Aku pun memandanginya dengan pandangan yang begitu takjub. Masya Allah! Perjalanan yang sangat lama dengan keadaan yang begitu melelahkan.
Di tengah pandangan takjubku, ia berkata: “Syaqiq, kenapa Anda memandangiku seperti itu?”
“Aku kagum dengan fisikmu yang lemah, namun digunakan untuk berpergian dengan perjalanan yang sangat jauh,” aku menjawab dengan keadaan yang masih dipenuhi rasa takjub.
Ia menimpali: “Wahai Syaqiq! Perjalanan yang jauh ini, sungguh rasa rindu membuatnya terasa singkat. Adapun tubuh yang lemah ini, sungguh Tuhanku Maha Kuat akan menanggungnya. Wahai Syaqiq, apakah kamu masih merasa aneh dengan perjalanan seorang hamba yang ditanggung oleh Tuannya yang Maha Lembut?!
Ia melanjutkan dengan dua bait syiir:
أزوركم والهوى صعب مسالكه ** والشوق يحمل والآمال تسعده
O, Tuhan. Aku mengunjungi-Mu. Semua perjalanan menuju cinta memang sulit untuk ditempuh, namun rindu ini selalu mendorong, dan impian bertemu selalu membuatnya menjadi terasa bahagia.
ليس المحب الذي يخشى مهالكه ** كلا ولا شدة الأسفار تبعده
Bukanlah pecinta orang yang takut celaka dalam perjalanan menuju kekasihnya. Bukan!. Dan jauhnya perjalanan juga tidak akan membuatnya jauh dari sesuatu yang ia cintai.
Dalam kisah yang lain, Sayyid Muhammad bercerita tanpa menyebutkan siapa orangnya. Ada seseorang yang sedang haji. Saat itu ia tepat sedang berada di Ka’bah untuk menunaikan thawaf.
Dia melihat seorang paruh baya yang terlihat sudah kesulitan berjalan hingga ia perlu tongkat untuk membantunya berjalan. Singkat cerita, orang itu pun bertemu dengan sang orang tua dan bicara.
Orang tua itu bertanya, “berapa lama waktu yang kamu butuhkan untuk pergi Haji?”
Aku menjawab: “Hanya dua bulan.”
Waktu itu, belum ada transportasi seperti pesawat, perjalanan dua bulan termasuk jarak yang agak dekat.
Ia bertanya lagi: “Apakah kamu berangkat haji tiap tahun?”
Mendengar pertanyaan itu aku terdiam malu. Aku tidak menjawab dan langsung balik bertanya kepada orang tua itu: “Kalau anda, berapa lama perjalanan yang anda habiskan untuk berangkat haji?”
“Lima tahun perjalanan,’ jawabnya. Entah waktu ini dihabiskan untuk menempuh perjalanan saja, atau diselingi waktu singgah untuk mengumpulkan bekal. Yang pasti, bagi orang tua, perjalanan ini sangatlah panjang dan melelahkan.
Mendengar jawaban itu, aku terkagum dan berucap: “Demi Allah! Ini adalah cinta yang sebenarnya.”
Orang tua itu tersenyum dan membacakan dua bait syiir:
زر من هويت وإن شطت بك الدار * وحال من دونه حجب وأستار
“kunjungilah Kasih yang kamu cintai sejauh apapun jarak memisahkan, sebanyak apapun rintangan dan penghalang yang membatasi.”
لا يمنعنك بعد عن زيارته * إن المحب لمن يهواه زوار
“jangan sesekali jarak yang jauh membuatmu enggan berkunjung. Sungguh orang yang mencintai pasti akan menziarahi Kekasih yang ia cintai.”
**
Berangkat haji memang terikat dengan kemampuan. Siapa yang mampu ia yang berangkat, yang tidak mampu tak perlu berkecil hati. Orang yang berangkat, karena rizki dari Allah, dan yang tidak berangkat juga karena keinginan Allah. Berangkat dan tidak berangkat semuanya ada pada kuasa Allah.
Habib Ali Al-Jufri pernah ditanya, bagaimana caranya agar orang yang tidak berangkat haji bisa mendapatkan pahala wukuf di Arafah. Beliau menjawab, dengan beberapa hal:
- Sebetulnya kamu bisa mendapatkan pahala haji dan umrah setiap hari. Caranya shalat subuh dgn berjamaah. Kemudian dilanjutkan berzikir dan membaca Al-Quran hingga terbit matahari. Dan ditambah solat sunnah dua rakaat. Rasulullah menyebutkan pahalanya sebanyak pahala haji dan umrah yang sempurna 3x.
- Puasa pada hari Arafah. Karena orang yang puasa pada hari itu diampuni dosa tahun sebelumnya dan tahun setelahnya. Kemudian harinya di isi dengan membaca zikir Arafah, sebagaimana yang ada pada riwayat Hadits:
خَيرُ الدُّعاءِ دُعاءُ عَرَفةَ، وخَيرُ ما قُلتُ أنا والنَّبيُّونَ مِن قَبلي: لا إلهَ إلَّا اللهُ وَحدَه لا شَريكَ له، له المُلكُ وله الحَمدُ وهو على كُلِّ شَيءٍ قَديرٌ”.
“Sebaik-baiknya doa adalah doa Arafah, dan sebaik-baiknya apa yang aku ucapkan dan para nabi sebelummu adalah:
لا إلهَ إلَّا اللهُ وَحدَه لا شَريكَ له، له المُلكُ وله الحَمدُ وهو على كُلِّ شَيءٍ قَديرٌ.
Biasanya zikir ini dibaca sebanyak 1000x saat hari Arafah. Jika tidak mampu, 100x, jika tidak mampu juga, minimal dibaca semampunya.
- Terakhir, jaga diri dari hal-hal yang mencegah mendapatkan ampunan, seperti memutus silaturahmi, durhaka kepada orang tua, atau menyakiti orang lain. Hal-hal ini dinamakan dengan mawani’ al-maghfirah. (*)
9 Dzulhijjah 2022.
Madinah Buuts Islamiyah, Kairo.
Fahrizal Fadil, Mahasiswa Universitas Al Azhar Kairo Mesir