Pesan Abah Toyib kepada Orang Kaya yang Pelit

Abah Toyib saat menghadiri pengajian. (santrinews.com/karomi)
Kiai sederhana sekaligus gemar berderma ini dikenal dengan sebutan Abah Thoyib Sumengko. Beliau tercatat sebagai santri almarhum Kiai Sahlan Sidorangu yang lokasinya di sekitar by pass Krian.
Kelebihan dari Abah Toyib, demikian sapaan akrabnya, adalah gemar membagikan uang salam tempel (amplopan) kepada kalangan yang lebih membutuhkan. Bahkan pernah suatu saat setelah mendapatkan amplopan, langsung berangkat ke daerah yang masjidnya perlu dibangun, direnovasi, hingga dibuatkan gapura.
Kiai yang tinggal di Krian Sidoarjo Jawa Timur ini memiliki cita-cita luhur membangun sebanyak mungkin masjid dengan warna hijau. Bagi para jamaah yang ingin mencari berkah atau tabarrukan kepada beliau, salah satu masjid yang bisa disinggahi saat berziarah adalah Masjid Ibrohim Asmorokondi di Tuban. Abah Toyiblah yang memugar, menata bangunan makam dan masjid dari Syeikh Ibrohim Asmoro.
Hal yang mungkin berat untuk kita tiru dari sosoknya selain istiqamah mengerjakan shalat sunnah rawatib, juga puasa daiman, yakni senantiasa terus berpuasa hingga wafat.
Meski terkenal sebagai kiai yang disegani, namun beliau gemar pula sowan ke sejumlah kiai sepuh seperti Mbah Abdul Hamid Kajoran Magelang, Mbah Yunus Banyuwangi, Mbah Nur Moga Tegal, Mbah Arwani Kudus, Kiai Muhammad Sedayu, serta kiai lain.
Semboyan hidup atau motto beliau antara lain: man talataina, fanaina (siapa yang telaten, bakal panen). Juga ungkapan untuk “sabar, neriman (menerima apa adanya), loman (dermawan), akas (giat), temen (sungguh-sungguh), ngalah (mengalah).”
Abah Toyib mengajarkan kepada para santrinya untuk tahu berbagai hal, khususnya keterampilan yang berguna saat berinteraksi dengan masyarakat. Karena itu kepada mereka, beliau mengajarkan keahlian mengerjakan bangunan, bertani dan berkebun, bekerja dengan banyak keahlian, serta tentu saja beribadah. Karenanya banyak anggota masyarakat menyebut pondok ini sebagai “pondok laku”. Soal keterampilan mengaji, tentu saja menjadi prioritas.
Peringatan untuk Orang Pelit
Abah Toyib paling jengkel kepada orang kaya yang pelit. Hal ini berdasarkan kisah bahwa suatu saat beliau mendatangi pengusaha tambak yang cukup kaya di daerah Tuban dan Bojonegoro. Kepada sang pengusaha yang haji ini, Abah Toyib menjelaskan bahwa sudah saatnya mengeluarkan zakat.
Dan seperti kebanyakan para pebisnis yang menganggap bahwa berderma sebagai kegiatan membuang uang dan pemborosan, sang pengusaha tambak tersebut enggan meluluskan anjuran Abah Toyib.
Dan ketika anjurannya tidak diindahkan, beliaupun tidak memaksa, malah memilih pergi begitu saja. Sesampai di dalam mobil, Abah Toyib berbisik kepada khadam atau sopir pribadinya.
“Titenono omonganku. Gak sampek rong tahun wak kaji iki entek bondo dunyone, soale wes pelit ngetokno zakat”. (Pegang perkataan saya. Tidak sampai dua tahun, harta kekayaan abah haji ini akan habis karena pelit tidak mengeluarkan zakat).
Tak lama berselang, bisnis udang dan bandeng pengusaha ini bangkrut lantaran terserang hama. Karena tidak menyangka mendapatkan bencana itu, yang bersangkutan pun terserang stroke dan akhirnya meninggal.
Tidak berhenti sampai di situ, sang istri juga menyusul ke alam baka dalam waktu yang tidak lama. Dan yang menakjubkan, seluruh kejadian tersebut tidak sampai dua tahun dari perkataan Abah Toyib. Wallahu a’lam.
Beliau wafat kira-kira di usia 90 tahun. Khususon Abah Thoyib, lahul fatihah. (*)