MTs Al-Huda Bandung Tulungagung
Dipercaya Karena Kualitas
Suasana MTs Al Huda. (rofi'ie/santrinews.com)
Tulungagung – Sekolah yang dilahirkan dari rahim MWC NU Bandung ini berhasil membuktikan diri sebagai madrasah yang berkualitas. Baik melalui penyediaan fasilitas, kualitas pengajar, maupun prestasi siswa-siswinya. Walaupun beberapa kali berganti nama, kepercayaan masyarakat tak pernah luntur.
Bel berbunyi di MTs Al-Huda pukul sembilan pagi. Tandanya para siswa memasuki waktu istirahat. Semua siswa keluar dari kelasnya masing-masing. Di antara mereka ada yang menuju ke ruang perpustakaan. Ada yang bermain sepak bola di halaman madrasah. Ada juga yang membuat linggaran di teras kelas dengan buku di depannya.
Mereka yang mebuat linggkaran itu sedang belajar kelompok. “Siswa-siswi di sini selalu berusaha memanfaatkan waktu sesuai fungsinya. Waktunya istirahat, ya, mereka istirahat. Waktunya shalat, ya, shalat. Ada juga yang seperti mereka menggunakan waktu istirahat untuk belajar,” kata Kepala MTs Al-Huda, Rohmat Zaini, sambil menunjuk ke arah siswa yang sedang belajar kelompok itu.
Sepintas, tampak minat baca para siswa memang tinggi. Waktu istirahat mereka gunakan untuk membaca di perpustakaan. Sampai-sampai perpustakaan ini tutup di malam hari. “Anak-anak itu, betah di perpustakaan karena ada pendingin ruangan dan banyak koleksi menarik yang pas dengan usia mereka. Karena itulah anak-anak kerasan berlama-lama di perpustakaan,” tutur pria yang akrab disapa Pak Rohmat ini.
Madrasah yang memiliki luas tanah sekitar 4000 meter persegi ini termasuk madrasah yang sangat perhatian terhadap penyediaan fasilitas pendidikan. Bahkan, klaim Pak Rohmat, MTs Al-Huda bisa dibilang sebagai lembaga pendidikan swasta terluas di Kabupaten Tulungagung.
Selain mengandalkan luas lahan, MTs Al-Huda juga telah melengkapi fasilitas pembelajaran sebagaimana tuntutan pendidikan modern. Ada wi-fi, laboratorium bahasa dan ilmu pengetahuan alam, perpustakaan, alat-alat olahraga dan sebagainya. Semuanya dimanfaatkan untuk menunjang kelancaran dan peningkatan kualitas belajar siswa dan guru.
Di sisi lain, para siswa juga meraih beberapa kejuaraan mulai dari tingkat kabupaten sampai provinsi. “Di tingkat kabupaten, MTs Al-Huda meraih prestasi di tiga kejuaraan olimpiade Bahasa Inggris dan olimpiade matematika. Semua olimpiade ini diraih oleh anak perempuan yang berprestasi,” terang kepala sekolah yang juga Ketua PC ISNU Tulungagung ini.
Karena itulah, wajar jika kualitas MTs Al-Huda mendapat pengakuan dengan meningkatnya status akreditasi B ke status akreditasi A pada 2007. status akreditasi itu terus mereka pertahankan hingga saat ini.
Terapkan Pendidikan Pesantren
Madrasah yang berlokasi di Desa Ngunggahan, Kecamatan Bandung, ini juga menerapkan pendidikan khas pesantren. Program ini dikemas dengan kelas unggulan. Selain memperdalam wawasan keilmuan sebagaimana sekolah formal lainya, para siswa juga disuguhi dengan materi pendalaman kitab-kitab kuning, lengkap dengan ilmu alatnya.
“Kelas unggulan ini biasa disebut dengan kelas full day, dalam artian siswa yang mengikuti program ini, harus menambah jam pelajaran sampai jam tiga sore,” kata pria yang juga menjabat direktur Lembaga Pendidikan Al-Azhar di Masjid Baitul Khoir ini.
Madrasah yang terletak di sebelah selatan Kabupaten Tulungagung ini juga rutin membiasakan para siswa dengan jamaah shalat Dhuha. Kegiatan yang dilakukan setiap pukul sepuluh pagi ini sudah dijalankan selama bertahun-tahun sejak Pak Rohmat diangkat menjadi kepala madrasah pada tahun 2006.
Pergantian Nama Tak Berpengaruh
Kepercayaan masyarakat Kecamatan Bandung dan sekitarnya kepda MTs Al-Huda juga tidak lepas dari peran NU di dalamnya. Pada tahun 60-an, jumlah anak usia sekolah sangat besar. Sedangkan sarana pendidikan formal menegah pertama terbatas. “Hanya ada satu SMP pada waktu itu, yaitu sekolah SMPN Bandung. Sehingga daya tampung kurang,” kata Pak Rohmat.
Terbatasnya pendidikan menengah pertama itu menyebabkan sebagian besar lulusan sekolah dasar tidak bisa meneruskan pendidikan ke jenjang berikutnya. Padahal minat belajar dan kemampuan orang tua siswa cukup tinggi. “Realita inilah yang membuat pengurus MWC NU Bandung bersama tokoh masyarakat mengupanyakan berdirinya lembaga pendidikan yang menjadi kebutuhan masyarakat sekitar,” tutur ayah satu anak itu.
Perjuangan para pengurus MWC NU akhrinya berbuah manis. Pada tahun 1966, telah berdiri lembaga pendidikan bernama SMP NU yang beralamat Desa Suruhan Kidul, Kecamatan Bandung. SMP NU ini semakin lama semakin berkembang. Kemudian selang beberapa tahun nama SMP NU diubah menjadi Madrasah Tarbiyatul Ma’alimin (MTM).
“Perjuangan para pengurus NU zaman dahulu sungguh luar biasa. lokasi madrasah harus berpindah-pindah karena keterbatasan lahan. Sekitar tahun 1968 sampai 1970-an, tempat yang digunakan oleh MTM adalah rumahnya Pak Lurah Kadam. Kemudian pindah lagi ke rumahnya Bapak Siswo Suhono yang menjadi kepala sekolah pada waktu itu,” kenang Pak Rohmat.
Perubahan nama itu sama sekali tidak berpengaruh terhadap tingginya kepercayaan masyaraa. Sehingga lembaga pendidikan ini terus bekembang. Pada tahun 1978 MTM berubah nama menjadi MTs Al-Huda. Lokasinya juga berpindah lagi ke lahan yang lebih representative dan bertahan hingga saat ini.
“Sejak saat itu MTs Al-Huda ini menempati lahan sendiri di Desa Ngunggahan, Kecamatan Bandung ini. Dan sekarang siswa-siswi di sini telah mencapai sekitar 640 siswa-siswi,” pungkas Pak Rohmat. (rofi’ie/saif/ahay)