198 Pesantren Disebut Terafiliasi Teroris, Ini Langkah Kemenag

Pintu gerbang Pondok Pesantren Al Mukmin Ngruki (santrinews.com/istimewa)
Jakarta – Kementerian Agama (Kemenag) telah berkoordinasi dengan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) untuk mendapatkan data dan memverifikasi pondok pesantren yang diduga terafiliasi dengan jaringan terorisme.
Koordinasi itu dilakukan menindaklanjuti laporan BNPT yang menyebut ada 198 pondok pesantren yang terafiliasi dengan jaringan terorisme.
Dirjen Pendidikan Islam Kemenag Muhammad Ali Ramdhani mengatakan, verifikasi perlu dilakukan untuk memastikan nama-nama lembaga dalam data BNPT tersebut adalah pesantren.
“Verifikasi juga perlu dilakukan untuk mengidentifikasi apakah nama yang terdata BNPT itu adalah pesantren yang memiliki izin terdaftar dari Kementerian Agama,” kata Ali Ramdhani dalam berdiskusi dengan media di Jakarta, Kamis, 3 Februari 2022.
Baca juga: BNPT: Kelompok Radikal dan Intoleran Berusaha Kaburkan Sejarah
Saat ini, kata Ali Ramdhani, sudah lebih kurang 36 ribu pesantren yang terdata memiliki izin terdaftar dari Kementerian Agama. Meski demikian, kata dia, tidak semua pesantren yang ada saat ini memiliki izin dari Kemenag.
“Karena itu, kami perlu klarifikasi dengan BNPT untuk memastikan data itu apakah semuanya pesantren yang terdaftar atau tidak,” ujarnya
Klarifikasi dan verifikasi juga penting dilakukan untuk memastikan pesantren yang teridentifikasi BNPT itu apakah memenuhi arkanul ma’had (rukun pesantren) atau tidak.
“Jika tidak terdaftar dan tidak memenuhi arkanul ma’had, tentu tidak bisa disebut pesantren, dan tidak boleh beroperasi atas nama pesantren,” ujarnya.
“Jika teridentifikasi ada pesantren yang terdaftar dan terbukti berafilisasi dengan jaringan terorisme, tentu kita beri sanksi tegas hingga pencabutan izin,” lanjutnya.
Baca juga: Menag: Ciri Pesantren itu Moderat, Toleran, dan Cinta Tanah Air
Sementara itu, Direktur Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren Ditjen Pendidikan Islam, Waryono Abdul Ghafur memerinci unsur-unsur minimal pesantren yang disebut sebagai arkanul ma’had.
Rukun pesantren itu terdiri atas kiai yang menjadi figur teladan sekaligus pengasuh yang membimbing santri, santri mukim, pondok atau asrama, masjid atau musalla, serta kajian kitab kuning.
“Faktanya, dari sejumlah nama yang disebut BNPT, setelah kami cek, tidak semua masuk kategori pesantren. Makanya, kami koordinasi lebih lanjut dengan BNPT agar ada kesamaan data,” kata Waryono.
Dosen UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta ini menjelaskan, tata kelola pesantren saat ini sudah diatur dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2019 tentang Pesantren.
“Jadi posisi pesantren sekarang semakin kuat karena sudah ada rekognisi, afirmasi, dan fasilitasi dari negara dengan tetap mempertahankan kekhasan dan kemandirian pesantren,” ujarnya.
Waryono menambahkan, unsur penting lainnya dari pesantren adalah komitmen Kebangsaan dan nasionalisme. Sejarah perjuangan bangsa tidak lepas dari kontribusi pesantren.
“Banyak pahlawan bangsa yang lahir dari rahim pesantren. Karenanya, pesantren lekat dengan semangat nasionalisme dan kebangsaan,” kata dia.
Waryono pun mengimbau kepada orang tua santri agar selektif saat akan menitipkan putra-putrinya di pesantren.
Menurut dia, orang tua perlu memastikan pesantren yang dipilih adalah lembaga pendidikan yang memenuhi arkanul ma’had sebagaimana diatur dalam regulasi. Para pengasuhnya memiliki sanad keilmuan yang jelas.
“Jangan over generalisasi juga. Ada ribuan pesantren yang bisa menjadi pilihan terbaik buat pendidikan anak-anak Indonesia,” pungkasnya. (red)