DPR Minta Kapolri Segera Terbitkan SK Polwan Berjilbab

Polwan berjilbab (plasa.msn/santrinews.com)
Jakarta – Komisi III DPR RI memberi dukungan atas langkah Kepala Kepolisian RI yang memberi izin bagi polisi wanita (Polwan) memakai jilbab dalam bertugas.
Namun langkah itu dinilai belum cukup. Kapolri perlu merevisi Surat Keputusan Kapolri Nomor Pol Skep/702/IX/2005 tentang Standar Operasional Prosedur untuk seragam dinas yang harus dipakai Polri dan PNS Polri. Sebab, peraturan tahun 2005 tersebut masih menghambat hak Polwan untuk mengenakan busana muslim.
Karena itu, Kapolri Jend Timur Pradopo diminta untuk segera membentuk SK baru mengenai hal tersebut.
Demikian itu terungkap dalam rapat kerja Komisi III DPR RI dengan Kapolri di Gedung MPR/DPR/DPD RI, Jakarta, Senin, 16 September 20013. Rapat dipimpin Wakil Ketua Komisi III DPR RI, Tjatur Sapto Edy.
“Komisi III DPR RI mendukung Kapolri untuk menindaklanjuti dengan Surat Keputusan Kapolri mengenai seragam polwan sehingga dapat mengenakan jilbab dan mendorong agar SK segera terbentuk,” kata Tjatur Sapto Edy.
Ahmad Yani, anggota Komisi III dari Fraksi Partai Persatuan Pembangunan mengatakan surat keputusan tersebut harus direvisi.
Menurut dia, negara di luar yang tidak berasaskan Pancasila, Polwan boleh memakai jilbab. “Apalagi Indonesia, harusnya memberikan peluang untuk berjilbab,” kata Yani.
Aturan itu, kata Yani, bertentangan dengan Pasal 28 E ayat 1 dan 29 ayat 2 Undang-Undang Dasar 1945. Menurutnya, Kapolri dalam membuat aturan seharusnya merujuk pada konstitusi tersebut dalam rangka menjalankan keyakinan.
Larangan bagi para Polwan Indonesia yang beragama Islam untuk mengenakan jilbab sempat ramai. Larangan Polwan mengenakan jilbab dinilai sebagai pelanggaran terhadap hak asasi manusia dan konstitusi.
Sampai saat ini, Kapolri belum mengeluarkan keputusan tertulis soal pemberian izin pemakaian jilbab kepada polisi wanita.
Usai rapat, Kapolri Timur Pradopo mengaku, pada prinsipnya Polri tidak melarang polwan yang beragama Islam untuk memakai jilbab. Namun, untuk pembuatan SK itu masih harus melewati satu tahapan lagi.
Proses itu melalui studi dan saran dari tokoh masyarakat. “Kita tunggu masukan dari masyarakat tentang seragam dinas baru, khususnya untuk polwan (berjilbab) yang tidak mengganggu pelayanan masyarakat,” kata Timur Pradopo. (ahay)