Hari Santri 2016
Hari Santri Cermin Hubungan Negara-Umat Islam Makin Baik
Jakarta – Kepala Pusat Informasi dan Humas Kementerian Agama, Mastuki, mengatakan, penetapan Hari Santri Nasional mencerminkan hubungan antara negara dan umat Islam, khususnya kalangan pesantren yang semakin baik dan saling menguntungkan.
“Penetapan Hari Santri merupakan wujud pengakuan pemerintah atas perjuangan dan kiprah kalangan ulama dan santri pondok pesantren baik dalam konteks merebut kemerdekaan, mempertahankan, maupun mengisi pembangunan republik ini,” kata Mastuki, di Jakarta, Sabtu, 22 Oktober 2016.
Dia mengatakan pemerintah telah menetapkan 22 Oktober sebagai Hari Santri sesuai Keputusan Presiden Nomor 22/2015 Tentang Hari Santri yang ditandatangani Presiden Joko Widodo, pada 15 Oktober 2015. Hari Santri bahkan dideklarasikan langsung Presiden Jokowi, di Masjid Istiqlal, pada 22 Oktober tahun lalu.
Pesantren, kata Mastuki, dipahami sebagai komunitas masyarakat yang sangat produktif dalam membangun bangsa di satu sisi, demikian juga pada sisi yang lain pemerintah harus merapatkan barisan untuk dapat memberikan perhatian konkret kepada dunia pondok pesantren.
Dalam beberapa tahun terakhir, lanjut dia, Kementerian Agama telah melakukan sejumlah kebijakan penguatan kesetaraan kepada pondok pesantren, baik pada aspek regulasi, program maupun anggaran. Kesetaraan regulasi memberikan payung hukum dan legalitas formalitas atas layanan dengan tanpa mengurangi substansi atau kualitas pesantren.
Dia mencontohkan, terbitnya Peraturan Menteri Agama Nomor 71/2015 tentang penyelenggaraan Ma’had Aly menjadi salah satu perhatian negara. Melalui kebijakan itu, peran Pondok Pesantren Aly sebagai wadah mencetak kader-kader ahli di bidang ilmu agama diharapkan akan semakin optimal.
Dengan demikian, kata dia, tradisi keilmuan pesantren yang sudah berlangsung berabad terus terlembagakan sekaligus mampu merespon gejala sosial.
Mastuki mengatakan perhatian negara terhadap ponpes mendorong kesetaraan program dan anggaran terhadap lembaga pendidikan keagamaan yang khas Indonesia tersebut.
Kesetaraan program, kata dia, mengharuskan adanya keberpihakan kebijakan dan program penguatan pesantren yang dilakukan negara. Sementara kesetaraan anggaran menjamin ketersediaan pembiayaan yang maksimal sehingga benar-benar diperlakukan secara adil antara institusi pesantren dengan institusi pendidikan lainnya.
Untuk memperluas akses pendidikan para santri, dia mencontohkan Kementerian Agama telah membuka Program Beasiswa Santri Berprestasi (PBSB). Tidak kurang dari 5.000 santri telah menikmati kuliah di berbagai perguruan tinggi favorit di Indonesia dalam bebagai program studi.
“Tidak sedikit dari mereka yang menjadi dokter, insinyur, dosen dan profesi lainnya. Banyak juga di antara mereka yang berhasil meraih akses untuk belajar di berbagai perguruan tinggi ternama di dunia, baik di Jerman, Korea, Jepang, Timur Tengah dan lainnya,” kata dia. (us/ant)