Hardiknas 2015

Jago Bahasa Arab, 900 Ribu Santri Masih Dianggap Buta Huruf

Gubernur Jawa Timur Soekarwo (santrinews.com/istimewa)

Surabaya – Memperingati Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas), Pemerintah Provinsi Jawa Timur memandang bahwa diskriminasi pendidikan masih terjadi, terutama pada dunia pesantren. Gubernur Jatim Soekarwo meminta pemerintah pusat mengakui pendidikan pondok pesantren termasuk dalam sistem pendidikan nasional.

“Ini diskriminasi pendidikan. Di Jatim, pondok pesantren dan diniyah salafiyah tidak masuk program pendidikan nasional,” katanya di Gedung Negara Grahadi, Surabaya, Sabtu, 2 Mei 2015.

Soekarwo menyebutkan, terdapat lebih dari 900 ribu pondok pesantren yang tidak masuk dalam konsep pendidikan nasional. Membaca pidato amanat Menteri Pendidikan dan Budaya Anies Baswedan, ia mengaku kagum dengan kedalaman filosofi yang digambarkan.

“Tapi satu yang saya ingin tahu, program wajib belajar 12 tahun ini kapan implementasinya? Apa pesantren diniyah salafiyah itu dibayari nggak? Saya masih meraba-raba,” ujarnya.

Pondok pesantren pesantren diniyyah salafiyah ialah sekolah keagamaan yang menerapkan sistem pendidikan konvensional. “Tiap-tiap pesantren ini punya sistem silabus pendidikan sendiri-sendiri. Yang di Lirboyo berbeda dengan Ploso, Sidogiri, Salafiyah Situbondo, dan lain-lain,” ujar Soekarwo.

Karena tak dianggap memenuhi konsep pendidikan nasional, 900 ribu santri itu lantas dimasukkan ke dalam program Kartu Indonesia Pintar dan dianggap buta huruf. Padahal meski tak mengenyam pendidikan umum, lulusan pesantren mampu membaca dan berbahasa asing seperti bahasa Arab. Artinya, selama ini mereka belum dinilai sejajar dengan lulusan pendidikan formal lainnya.

Berdasarkan Peraturan Pemerintah nomor 55 tahun 2007 tentang pendidikan agama dan keagamaan, kurikulum pendidikan sekolah keagamaan harus ada menambah mata pelajaran umum sebagai syarat penyetaraan. Pesantren wajib memasukkan pelajaran Kewarganegaraan, Bahasa Indonesia, IPA, dan IPS supaya tidak memerlukan kejar paket A, B, maupun C. “Tapi kan tidak mudah mendorong ke arah itu,” kata Soekarwo.

Pria yang akrab dipanggil Pakde itu mengatakan, selain penambahan mata pelajaran, santri-santri itu seharusnya dibantu untuk memenuhi syarat.

Pemerintah Jatim, kata dia, melakukan upaya sertifikasi guru pesantren. Pihaknya mengirim mereka menuntut ilmu hingga jenjang sarjana supaya memperoleh sertifikasi dan standardisasi. “Sasarannya 10 ribu guru pesantren, sudah terpenuhi 9 ribu guru. Nanti akan kami tambah lagi,” tuturnya. (shir/onk)

Terkait

Nasional Lainnya

SantriNews Network