KKP Dorong Petambak Udang Terapkan Konsep Tambak Milenial

Jakarta – Kementerian Kelautan dan Perikanan terus mendorong masyarakat petambak udang untuk melakukan terobosan di sektor budidaya perikanan. Salah satunya revitalisasi model tambak dari konvensional menjadi milenial.
Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo mengatakan, konsep tambak milenial bisa menjadi alternatif kegiatan usaha bagi masyarakat di tengah lapangan pekerjaan sedang sulit seperti sekarang.
“Ini terobosan baru. Kalau satu tambak saja, satu KK bisa dapat Rp5 juta per bulan. Itu kalau satu kolam, apalagi kalau ukurannya lebih besar,” kata Menteri Edhy saat meninjau Tambak Milenial Ujung Pangkah, Gresik, Kamis, 9 Juli 2020.
Revitalisasi model tambak dari konvensional menjadi tambak milenial telah dikembangkan antara lain di Jawa Timur, Jawa Tengah, Sulawesi Barat, dan Nusa Tenggara Barat, dan diyakini cocok untuk generasi milenial dari segi kepraktisan berbudidaya di era saat ini.
Model tambak Milenial ini tidak membutuhkan lahan luas layaknya tambak konvensional. Selain itu, tambak milenial berbentuk bulat, fleksibel karena bisa dibongkar pasang, dan ukuran kolamnya bisa disesuaikan dengan lahan yang tersedia.
KKP, kata dia, sedang mengembangkan terobosan tambak milenal ini di sejumlah balai pelatihan di daerah. KKP juga akan terus mendampingi dan melakukan pengujian agar konsep ini benar-benar menjadi model tambak alternatif.
“Jadi orang tidak takut lagi masuk ke sektor ini. Karena rentan penyakit, modalnya besar dan lain-lain,” ujarnya.
Ia berharap, model Tambak Milenial ini bisa terus dikembangkan di seluruh Indonesia sehingga mendorong ekonomi masyarakat. “Nelayan yang ke lautnya hanya setengah tahun, enam bulannya istirahat karena gelombang laut. Mereka bisa nyambi ini,” kata Edhy.
Menyoal perbedaan dengan tambak tradisional, Menteri Edhy mengatakan pada prinsipnya sama. Hanya secara fungsi lebih fleksibel karena dipindah-pindah.
“Kita tidak meninggalkan tambak-tambak konvensional. Yang jelas intensifikasinya sama dengan tambak konvensional. Yang penting konsep budidayanya yang benar,” tegas dia.
Seperti pengaturan air laut yang masuk ke tambak telah melalui filterisasi, juga pembuangan limbahnya juga tidak langsung ke luat. Melainkan ditampung terlebih dahulu untuk memastikan kebersihan limbah tersebut.
“Ditampung, baru diuji. Kalau ditanamin ikan hidup, baru boleh dibuang kembali ke laut. Kalau ada yang melanggar kita tegur keras. Dan saya percaya masyarakat juga semakin pintar. Dia tahu kalau ini untuk masa depannya, dia akan menjaga lingkungan,” ujarnya.
Untuk permodalan, menurut Edhy, pemerintah telah melakukan dukungan penuh melalui pinjaman lunak dari KKP maupun fasilitas KUR dari Bank pemerintah.
Rudy Wijaya Kusuma, pemilik tambak udang di Dusun Druju, Desa Pangkah Kulon, Ujung Pangkah, Gresik, Jawa Timur, mengatakan hanya menggunakan lahan 4.400 meter untuk sembilan kolam yang ia miliki. Ada yang berdiameter 31 meter atau luas 750 meter persegi sampai yang terkecil berdiameter 16 meter atau luas 220 meter persegi.
Dari satu kolam, dia bisa menghasilkan 1-1,5 ton sekali panen dengan tiga kali siklus panen dalam satu tahun. “Saya kira ini cocok untuk masyarakat yang mau memulai budidaya udang dengan modal yang tidak terlalu besar,” kata Rudy.
Untuk satu kolam besar berdiameter 31 meter, Rudy menjelaskan, dana yang dibutuhkan sekitar Rp40-50 juta sementara kolam dengan diameter 16 meter hanya membutuhkan sekitar Rp30 juta. Adapaun bahan-bahan yang dibutuhkan adalah kontruksi besi atau baja ringan dan terpal sebaagai pelapis.
Menurut Rudy, keunggulan model tambak ini bisa menampung dua sampai tiga kali lipat benih udang ketimbang tampak konvensional. Dia mencontohkan untuk kolam diameter 31 meter bisa menampung 75-80 ekor benih.
“Tambak ini juga lebih unggul dari segi keamanan karena tidak rentan penyakit seperti tambak biasa yang langsung bersentuhan dengan tanah,” pungkasnya. (red)