Kopisoda Ngaji Kitab Tafsir di Masjid Kauman Semarang

Wakil Katib PWNU Jawa Tengah Dr KH Imam Taufiq, M.Ag menyampaikan materi corak tafsir Faidh al-Rahman karya KH Sholeh Darat (santrinews.com/zulfa)
Semarang – Rutinan ngaji kitab Hidayaturrahman oleh Komunitas pecinta mbah Sholeh Darat (Kopisoda) kali ini berlangsung di masjid Kauman Semarang, Ahad,17 April 2016.
Kopisoda mengawali ngaji kitab tafsir dan fikih (kitab Majmu’at asy-syari’at al-Kafiyah li al-awan) oleh KH In’amuzzahidin (koordinator Kopisoda) dilanjutkan dengan Dr KH Imam Taufiq, M.Ag (Wakil Katib PWNU Jateng) berdiskusi corak tafsir tafsir KH Muhammad Sholeh bin Umar al-Shamarani (Mbah Sholeh Darat)
Mbah Sholeh yang hidup pada masa penjajahan mengalami berbagai tantangan dalam menyebarkan Islam. Di sisi lain umat pada waktu itu membutuhkan pengetahuan agama yang memadai. Pembatasan Belanda dengan melarang penerjemahan al-Quran.
“Desakan RA Kartini atas penerbitan tafsir lokal pada mbah Sholeh dalam pengajian di rumah bupati Demak Ario Hadiningrat,” papar KH Imam.
Masih menurut KH Imam bahwa kitab ini masuk kategori tarjamah tafsir. Hal ini berfungsi untuk memberikan pengetahuan kepada masyarakat awam karena penguasaan Bahasa Arab yang terbatas. Selain itu, Mbah Sholeh Darat menggunakan tulisan arab pegon untuk mengelabui penjajah atas penerbitan kitab ini.
“Tidak menutup kemungkinan kalau masih ada lanjutan dari Faidh al-Rahman yang hanya enam juz ini, karena banyak naskah-naskah kita yang dibawa ke Belanda,” terang pengasuh pesantren mahasiswa Darul Falah Besongo.
Kitab Hidayaturrahman yang dipakai untuk mengaji ini merupakan inti sari dari kitab Faidh al-Rahman fi Tarjamah Tafsir Kalam al-Malik al-Dayyan. Selain itu, terdapat al-Mursyid al-Wajiz sebagai bagian dari Ulum al-Quran dan masih banyak lagi kitab karya mbah Sholeh.
Mbah Sholeh menggunakan tafsir ini untuk memberikan respon terhadap zaman dimana beliau hidup. Dengan corak penafsiran isyari Mbah Sholeh mampu memberikan sentuhan isyarat-isyarat yang kuat untuk mengkritik penjajah. Misal dalam al-Baqarah: 173 menerangkan bahwa bangkai bermakna harta, babi berarti hawa nafsu, darah yakni syahwat dan sesembelihan selain atas nama Allah memiliki maksud amalan tidak ikhlas karena Allah. Tafsir seperti inilah yang dikembangkan oleh mbah Sholeh untuk memberikan pengertian pada masyarakat.
“Bila kita kontekstualisasikan al-Baqarah: 173 dalam membangun masyarakat yang santun dan damai dengan penafsiran isyari yang menjadi analisa Mbah Sholeh, ayat tersebut mengajak umat Islam menjadi insan yang unggul dengan mampu menjaga hati, mengelola nafsu, shahwat dan menjaga diri dari konsumsi makanan yang tak halal dan tak bersih,” tegas dosen tafsir UIN Walisongo ini.
Tampak hadir dzurriyyah dari mbah Sholeh, H Anashom (ketua NU Semarang), M Rikza Chamami (MUI kota Semarang) dan pecinta kajian Mbah Sholeh Darat. (zulfa/onk)